Konten dari Pengguna

Menjawab Fenomena Dentuman Langit di Jakarta dari Data Geofisika Potensial

Al Salang Ressy
geoscientist
17 April 2020 13:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Al Salang Ressy tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi dentuman. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi dentuman. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Sabtu 11 April 2020, pukul 01.45-03.00 WIB terdengar suara dentuman yang telah membangunkan masyarakat di Jakarta dan sekitarnya. Kecurigaan pertama adalah berasal dari letusan Gunung Anak Krakatau di selat sunda yang kemudian dibantah oleh Pihak Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), kemudian dari Pusat Gempa Bumi dan Tsunami (PGT) BMKG juga tidak tercatat rekaman gempa pada waktu yang dimaksud. Kemudian banyak yang mengira itu adalah kejadian petir, bahkan ada yang menyebut Sonic Boom yang juga dibantah oleh TNI AU. Jadi apa sesungguhnya yang terjadi pada fenomena tersebut?
ADVERTISEMENT
Untuk menjawab fenomena dentuman tersebut pihak Bidang Geofisika Potensial dan Tanda Waktu beserta BMKG melakukan dua analisis data. Pertama adalah analisis data Kelistrikan Udara yang terekam oleh alat Lightning Detector yang dipunyai BMKG hasil analisis ini menunjukkan gambar berikut:
Gambar : Peta kerapatan petir per kilometer persegi pada Sabtu 11 April 2020, pukul 02.00-03.00 WIB
Di mana pada gambar peta kerapatan kejadian petir /km2 terjadi petir pada waktu jam 02.00 – 03.00 WIB di wilayah perbatasan Bogor dan Banten, laut jawa dan palembang. Serta kerapatan petir cukup luas yaitu di wilayah perbatasan bogor dan Lebak dengan diameter yang cukup besar sekitar 38 km mengarah Barat-timur. Hal ini yang menyebabkan kecurigaan pertama yaitu sumber dentuman yang berasal dari kejadian petir di langit wilayah Indonesia.
Akan tetapi melihat data sebaran masyarakat yang melaporkan mendengar suara dentuman dari daerah Tangerang, Jakarta, Bogor, Bekasi dan Sukabumi dengan luasan lebih dari 100 km2, maka kecurigaan terkait petir sebagai penyebabnya menjadi lemah. Di sebabkan bahwa jangkauan maksimum suara petir adalah 25 km serta dari peta kerapatan terlihat bahwa kerapatan berwarna hijau dengan sebaran area yang menyebar. Dari warna tersebut artinya setiap 1 km2 dalam 1 jam hanya terdapat 1 kejadian petir sehingga untuk menciptakan efek dentuman yang meluas sangat tidak mungkin, jadi Kejadian petir mungkin sangat lemah untuk menjawab fenomena tersebut.
ADVERTISEMENT
Analisis Kedua menggunakan data magnet bumi, untuk menganalisis data magnet bumi maka diperlukan melihat data global apakah data tersebut bersumber dari aktivitas badai matahari atau CME (Corona Mass Ejection) yang menyebabkan badai magnetik di bumi?
Data global Magnet bumi kita gunakan data Indeks Dst (Disturbence Storm Time) yang menggambarkan aktivitas magnetik pada lintang rendah (Low Latitude). Wilayah Indonesia secara geografis masuk pada zona Lintang rendah tepatnya di wilayah Ekuator. Jadi dengan menggunakan data Indeks Dst maka sudah cukup untuk mewakili aktivitas global magnet bumi pada lintang rendah.
Indeks Dst memiliki Klasifikasi untuk > - 20 nT adalah hari tenang atau Quite Day dan < -20 nT adalah badai Magnetik dengan berbagai Tingkat dari lemah sampai pada Kuat. Gambar Indeks Dst dari tanggal 1 – 12 April 2020, Kotak merah adalah aktivitas indeks Dst pada tanggal 10 April 2020 yang menujukkan pada tanggal tersebut adalah Quite Day/Hari tenang (> - 20 nT).
Gambar : Indeks Dst (Distrubance Storm Time) yang di Publikasi oleh World Data Centeruntuk Magnet bumi dari Universitas Kyoto, Jepang. Kotak merah menunjukan aktivitas magnetikpada Tanggal 10 April 2020 dengan Indeks Quite day / hari Tenang
Hasil Investigasi yang dilakukan pihak Bidang Geofisika Potensial dan Tanda Waktu beserta BMKG diperoleh bahwa Fenomena dentuman berasal dari sumber diatas permukaan bumi yang bersifat regional di wilayah Indonesia. Hal ini didasari dua hasil analisis data Kelistrikan Udara dan data Global magnet bumi Indeks Dst (Disturbence Storm Time) oleh World Data Center untuk Magnet bumi dari Universitas Kyoto, Jepang .
ADVERTISEMENT
Sehingga menunjukkan bahwa fenomena tersebut hanya terjadi di wilayah langit Indonesia. Hal ini dapat meyakinkan kita bahwa fenomena dentuman tersebut merupakan kejadian dengan cakupan regional yang tidak dapat ditunjukkan oleh kejadian petir dan Indeks Dst untuk aktivitas Magnet bumi Global pada lintang Rendah. Selain itu seismogram yang dimiliki oleh PVMBG dan BMKG juga tidak ada yang mencatat pada saat suara dentuman muncul, sehingga tidak mungkin bersumber dari dalam bumi.
Namun, dentuman yang terjadi di Jakarta dan sekitarnya tidak menimbulkan ancaman bagi siapa pun. Masyarakat juga diimbau tetap tenang dan selalu ikuti perkembangan dari pihak lembaga resmi pemerintah Indonesia terkait.