Konten dari Pengguna

Spring Revolution: Katalis Diplomasi Alternatif dalam Krisis Myanmar

Albertha Cahyaning Setyandini
Mahasiswa S-1 Ilmu Hubungan Internasional UGM
30 Maret 2025 12:01 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Albertha Cahyaning Setyandini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Karya: Albertha Cahyaning S
zoom-in-whitePerbesar
Karya: Albertha Cahyaning S
ADVERTISEMENT
Perjalanan panjang Aung San Suu Kyi bersama tokoh besar lain di Myanmar untuk menghidupkan negara yang berdemokrasi telah sedikit banyak membakar hati dan membangun empati masyarakat Myanmar untuk peduli dengan kondisi krisis negerinya sendiri (Rieffel, 2010). Meski pada kenyataannya, junta militer tak bisa digulingkan secara telak karena mereka selalu memiliki celah untuk melemahkan oposisi. Seperti yang terbaru, penangkapan Aung San Suu Kyi bersama tokoh besar lainnya pada 1 Februari 2021 oleh junta, menandakan peningkatan dominasi junta militer di pemerintahan Myanmar saat ini (Bynum, 2021; Sorongan, 2022).
ADVERTISEMENT
Kudeta militer yang terjadi pada 2021 lalu memicu ketegangan dan melahirkan kericuhan antara junta versus kelompok etnis beserta kelompok pro-demokrasi (Aye, 2024). Sejak saat itu perang saudara terjadi, memakan banyak korban jiwa, sekitar 52.720 masyarakat sipil meninggal dan 18,6 juta jiwa membutuhkan bantuan kemanusian akibat kudeta yang terjadi (Johnson, 2024). Namun, peristiwa kudeta ini melahirkan gerakan perlawanan yang terus menjadi simbol ketangguhan masyarakat sipil, Spring Revolution.
Spring Revolution tak hanya sekedar demonstrasi di jalan, tak hanya sekedar pemogokan kerja maupun sekolah, gerakan ini melahirkan semangat yang lebih besar dari peristiwa Pemberontakan 8888 kala itu. Wujud kemajuan teknologi komunikasi dengan jelas memengaruhi gerakan ini untuk keluar dari lingkup negerinya sendiri, menyebarkan kabar kekejaman junta ke seluruh penjuru dunia.
ADVERTISEMENT
Diplomasi Media dan Komunikasi
Banyak dari aktivis gerakan perlawanan Spring Revolution yang merupakan jurnalis, salah satu tulisan yang saya temukan milik penulis asal Myanmar, Desmond, di laman artikel The Irrawaddy dengan judul artikel “Please Don’t Call Myanmar Military Tatmadaw”. Secara ringkas, Desmond memberi pengertian bahwa militer Myanmar tidak sama dengan Tatmadaw, karena Tatmadaw berarti “Angkatan Bersenjata Kerajaan”, menurutnya, tak layak militer Myanmar disebut demikian karena tindakan pembunuhan rakyat sipil oleh pihak militer Myanmar tidak mencerminkan istilah suci “kerajaan”.
Tulisan Desmond membuka hati pikiran tiap orang yang membaca karena akan sangat terasa bahwa ia menulis dengan hati yang getir, pilu, dan penuh luka. Ia kemas tulisan tersebut dengan gaya tulisan naratif persuasif yang memiliki daya tarik emosional tersendiri bagi pembaca.
ADVERTISEMENT
Disisi lain, The Irrawaddy merupakan organisasi media penerbitan berita nirlaba yang berdiri secara independen oleh Irrawaddy Publishing Group. Berdiri sejak tahun 1993 oleh sekelompok jurnalis Myanmar yang terpaksa melarikan diri ke Thailand akibat penganiayaan dari rezim militer kala itu. Organisasi media ini menjadi simbol diplomasi dari masyarakat sipil yang terus berusaha menjadi jembatan bagi Myanmar dan dunia luar.
Terlebih media penerbitan berita ini berdiri di negeri orang, yaitu di kota Bangkok, Thailand yang secara tersirat memperlihatkan kedekatan The Irrawaddy dengan Thailand. Akan tetapi, Thailand tidak secara eksplisit mendukung pihak oposisi pemerintah junta Myanmar ini karena masih adanya hubungan kerjasama bilateral Thailand dengan pemerintahan Myanmar.
Memang media penerbitan berita ini tidak secara langsung menjadi bagian dari gerakan Spring Revolution, tetapi The Irrawaddy telah menjadi pendukung gerakan perlawanan tersebut melalui diplomasi media berwujudkan platform penyebaran informasi perkembangan gerakan Spring Revolution yang membantu memperkuat aspek perlawanan non-kekerasan yang diusung oleh Spring Revolution.
ADVERTISEMENT
Boycotting terhadap keluarga Militer oleh Gerakan Spring Revolution
Aksi boycotting mulai digencarkan oleh masyarakat sipil terhadap keluarga militer baik yang hidup di Myanmar maupun di luar negeri. Pemicu mulainya pemboikotan ini terjadi ketika militer mulai membunuh masyarakat sipil, kejadian pertama dimana seorang polisi membunuh Thwe Thwe Khaing di Naypyidaw, ibukota Myanmar (Lubina, 2021).
Kejadian ini menimbulkan amarah besar masyarakat sipil sehingga melahirkan kampanye #socialpunishment untuk mempermalukan keluarga militer. Para aktivis menggunakan platform seperti Facebook, Instagram, dan Twitter (sekarang aplikasi X) untuk mengungkap hubungan suatu keluarga dengan junta, termasuk melalui situs socialpunishment.com. (sudah tidak ada) yang berisi data pribadi orang-orang Myanmar yang tinggal di luar negeri dan memiliki hubungan keluarga militer, sehingga siapapun yang dulu bagian dari keluarga junta militer maka ia menjadi target “pembullyan” oleh masyarakat sipil.
ADVERTISEMENT
Sebuah artikel dengan judul “Myanmar’s protest movement riven by suspicions and accusations of betrayal” menceritakan bagaimana seorang warga Myanmar bernama Zeyar Myo Tin yang tinggal di London dan juga merupakan seorang aktivis pro-demokrasi untuk Myanmar turut serta menjadi target “pembullyan” dari kampanye ini (Wazir, 2021). Tin dan aktivis lainnya yang berbasis di luar negeri menghadapi dilema karena aktivitas mereka bisa membahayakan keluarga di Myanmar. Beberapa aktivis, seperti Thinzar Shunlei Yi, yang memiliki keluarga di militer, juga menghadapi tekanan internal dari keluarga terkait pandangan mereka. Akan tetapi, para pendukung demokrasi terus mengadakan aksi, termasuk protes di London, menunjukkan komitmen mereka terhadap perjuangan melawan junta militer di Myanmar (Wazir, 2021).
Dilain sisi, hal ini memperlihatkan bagaimana peran individu, warga negara, sangat berarti dimanapun ia berada (track 4, track 6, dan track 9, multitrack diplomacy). Meskipun menghadapi tantangan dari pihak keluarga dan masyarakat sipil, para aktivis di London tetap melanjutkan aksi mereka mendukung pro-demokrasi Myanmar. Hingga saat ini kampanye secara online terus berjalan, meski semakin sulit keadaannya karena seringkali pemerintah Myanmar melakukan pemutusan sinyal internet untuk beberapa saat, mempersulit para aktivis melakukan aksinya (Lubina, 2021).
ADVERTISEMENT
Gerakan Spring Revolution menjadi contoh nyata bahwa diplomasi tidak hanya dapat dilakukan secara formal (negara dan pemerintahan) saja, tetapi banyak jalur yang dapat menjalankan diplomasi secara informal (Diamond & McDonald, 1991). Gerakan ini dapat juga dikatakan sebagai pemicu lahirnya aktor-aktor baru untuk menekan junta dan memperjuangkan demokrasi di negaranya sendiri. Oleh karenanya, sebagai warga negara yang berdemokrasi, marilah kita dukung perjuangan rakyat sipil Myanmar untuk mewujudkan demokrasi dalam negerinya, advokasi perlu diperbanyak, telinga perlu mendengar krisis ini, dan tangan ataupun mulut kita perlu menyalurkan pesan-pesan perjuangan rakyat sipil Myanmar hingga ‘kemerdekaan’ sesungguhnya bisa mereka pegang. Dukung Demokrasi, Lawan Penindasan!
Referensi
Lubina, M. (2021). Myanmar’s spring revolution: A people’s revolution. https://hal.science/hal-03792704v1
ADVERTISEMENT
Wazir, B. (2021). Myanmar’s protest movement riven by suspicions and accusations of betrayal. Coda Story. https://www.codastory.com/disinformation/myanmar-military-harassment/
Aye, N. C. (2024). Myanmar military urges armed groups to stop fighting, join elections. VOA. https://www.voanews.com/a/myanmar-military-urges-armed-groups-to-stop-fighting-join-elections/7802421.html
Desmond. (2022). Please don’t call Myanmar military tatmadaw. The Irawwaddy. https://www.irrawaddy.com/opinion/guest-column/please-dont-call-myanmar-military-tatmadaw.html
IISS. (2024). Asia-Pacific regional security assessment 2024. IISS. Chap 4. https://www.iiss.org/publications/strategic-dossiers/asia-pacific-regional-security-assessment-2024/
Bynum, R. (2021). Myanmar’s spring revolution. ACLED. https://acleddata.com/2021/07/22/myanmars-spring-revolution/
Sorongan, T. P. (2022). Sadis, junta Myanmar hukum Aung San Suu Kyi 26 tahun penjara. CNBC Indonesia. https://www.cnbcindonesia.com/news/20221230175310-4-401636/sadis-junta-myanmar-hukum-aung-san-suu-kyi-26-tahun-penjara
Johnson, B. (2024). The civilian cost of myanmar’s civil war: an accounting of the first three years. CFE-DM. https://www.cfe-dmha.org/LinkClick.aspx?fileticket=e7vJaE1I59M%3D&portalid=0
Rieffel, L. (2010). Myanmar/Burma: Inside challenges, outside interests. Brookings Institution Press. http://www.jstor.org/stable/10.7864/j.ctt1281h1
ADVERTISEMENT
Diamond, L., & McDonald, J. W. (1991). Multi-track Diplomacy.