Menjadi Suporter Tim Oranye Ibu Kota

Aldefa Nur Akbar
Journalism Student of Polytechnic State of Jakarta.
Konten dari Pengguna
8 Juli 2021 12:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aldefa Nur Akbar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Suporter Sepak Bola. Gambar oleh Keith Johnston dari Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Suporter Sepak Bola. Gambar oleh Keith Johnston dari Pixabay
ADVERTISEMENT
Bising suara tabuhan drum terdengar dari kejauhan. Orang-orang berbaju oranye berteriak tanpa rasa kehausan. Terik matahari bukanlah suatu halangan, demi mendukung tim sepak bola kesayangan.
ADVERTISEMENT
Persija Jakarta merupakan tim kebanggan ibu kota. Aku mencintainya ketika duduk di bangku kelas dua SMA. Saat itu, liga indonesia kembali bergulir setelah satu tahun dibekukan oleh FIFA. Aku yang tertarik melihat wujud baru kompetisi sepak bola tanah air, mulai menonton melalui layar kaca.
Dilahirkan di Kota Patriot yang notabenenya berada di wilayah Jawa Barat, diriku lebih lekat dengan Jakarta. Secara kultur, suku maupun kebahasaan keluargaku sangat identik dengan DKI Jakarta. Jadi, tidak perlu banyak alasan bagi diriku untuk mencintai tim oranye ibu kota.
Selama satu musim liga 1 (Indonesia) 2017 aku menjadi penonton layar kaca. Pada tahun 2018 Persija Jakarta masuk final turnamen pra musim. Hatiku tergugah untuk mendukung langsung tim ibu kota berlaga. Bermodal uang secukupnya, ku kebut kuda besi melewati panasnya kota Jakarta.
ADVERTISEMENT
Persija Jakarta bersua dengan Bali United dalam final turnamen pra musim tersebut. Sesampainya di halaman Stadion Utama Gelora Bung Karno ku takjub tak bisa berkata-kata. Puluhan ribu orang beratribut oranye sudah memadati jalan masuk menuju pintu gerbang.
Atmosfer di sekitar membuat jantungku berdegup cepat dan bulu kudukku merinding. Sorak-sorai menggema di dalam maupun di luar stadion, bagaikan robot tiada lelah berteriak dari awal sampai akhir pertandingan. Gol yang dicetak oleh para pemain seperti angin yang mengobarkan api semangat suporter untuk terus berteriak memberi dukungan.
Sejak kejadian itu, sepakbola menjadi candu bagiku. Aku menjadi suporter yang cukup militan dalam mendukung tim kesayanganku. Setiap hari menyisihkan uang jajan untuk membeli tiket pertandingan. Selagi tidak bentrok dengan jadwal sekolah, aku hampir dipastikan selalu pergi untuk menyaksikan.
ADVERTISEMENT
Banyak hal menyenangkan maupun menyedihkan yang kualami. Bagi suporter, tentu kemenangan yang diinginkan. Namun dalam sebuah pertandingan ada juga yang namanya kekalahan. Menangis karena kekalahan maupun menangis haru karena kemenangan silih berganti aku rasakan.
Seiring berjalan waktu, aku mengerti sepak bola memang sangat berkaitan dengan rasa cinta. Aku belajar bahwa kecintaan suporter terhadap tim kesayangannya merupakan cinta yang tulus. Sebagaimana suporter tim oranye ibu kota yang selalu setia mendukung tim kebanggannya berlaga.
(Aldefa Nur Akbar, Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta)