Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Sepak Bola Antar Kampung
14 Juli 2021 13:28 WIB
Tulisan dari Aldefa Nur Akbar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
“Saya bangun setiap pagi dan berterima kasih kepada Tuhan karena telah memberi saya kesempatan untuk bermain sepak bola” -Memphis Depay
ADVERTISEMENT
Indonesia merupakan salah satu negara yang bisa dibilang “gila bola”. Tak terkecuali dengan kampungku, di sini semua anak laki-laki pasti gemar bermain bola. Dalam penelitian yang dilakukan pada tahun 2017 oleh Nielsen Sport, 77% penduduk Indonesia memiliki ketertarikan pada olahraga si kulit bundar.
Sepak bola tidak selalu tentang kompetisi profesional, tetapi juga ada yang namanya tarkam. Pasti kalian pernah dengar kompetisi tarkam? Ya, tarkam adalah singkatan antar kampung. Kompetisi tarkam sudah menjadi tradisi yang terus mengalir setiap tahun. Biasanya turnamen tarkam diselenggarakan dalam lingkup kecamatan hingga tingkat RT.
Lahir di Kampung Pondok Benda membuatku erat dengan yang namanya sepak bola tarkam. Secara administratif kampung ini berada di wilayah Kota Bekasi. Letaknya di Kecamatan Jatiasih, Kelurahan Jatirasa. Sepak bola di sini jauh dengan apa yang dinamakan profesional, hanya sepak bola amatir yang bermain di lapangan samping jalanan.
ADVERTISEMENT
Debutku dalam sepak bola terjadi pada tahun 2012 pada saat itu aku duduk di bangku kelas 6 SD. Ya walaupun hanya sekelas kompetisi tarkam, namun itu merupakan pengalaman yang cukup baik untukku dan akan selalu ku kenang. Dengan bermodalkan latihan setiap minggu pagi, klubku berhasil menjuarai kompetisi tersebut.
Venue yang digunakan merupakan lapangan kebanggaan dari RT 08, yaitu Lapangan Pondasa. Bertempat di pinggir jalan, dikelilingi pohon-pohon besar, garis lapangan tidak begitu jelas, sampai kontur tanah yang tidak merata. Ku yakin banyak lapangan di wilayah lain yang memiliki kesamaan dengan lapangan di sini.
Ada salah satu keunikan di Lapangan Pondasa ini, yaitu hadirnya satu pohon rambutan di dalam lapangan tepatnya di pojok dekat titik corner. Jadi, setiap bola yang mengenai pohon akan dianggap out. Peraturan aneh ini mungkin satu-satunya yang ada di kampungku. Walaupun demikian, lapangan tersebut tetap menjadi kebanggaanku, dan aku bersyukur mempunyai tempat latihan sepak bola.
ADVERTISEMENT
Kompetisi tarkam sudah menjadi kearifan lokal yang diselenggarakan tiap tahun. Rivalitas antar desa sangat kental karena sudah diturunkan dari generasi-generasi sebelumnya. Adu gengsi antara desa-desa menjadi tontonan yang menarik bagi masyarakat. Para juragan di desa terkadang sampai mengundang pemain liga professional yang harganya selangit hanya untuk bertanding di kompetisi yang hadiahnya tidak seberapa.
Salah satu kunci yang membuat kompetisi tarkam selalu menjadi hiburan yang sangat ditunggu masyarakat kampung adalah sistem menontonnya. Di mana masyarakat hanya datang tanpa membeli tiket dan tinggal duduk di pinggir lapangan untuk menonton pertandingan. Bagi masyarakat kampung, menonton langsung sepak bola profesional di stadion mungkin sangat terkendala dengan keuangan. Jadi, salah satu alternatifnya adalah sepak bola antar kampung.
ADVERTISEMENT
Banyak keunikan sepak bola tarkam yang menjadi ciri khas tarkam itu sendiri. Seperti jarak penonton dengan garis lapangan yang tidak sampai satu meter, lapangan dengan kontur tidak merata, tukang jajanan berjualan di pinggir lapangan, para juragan menyawer pemain saat pemain mencetak gol dan banyak lagi yang lainnya. Hal-hal seperti ini lah yang tidak akan kita temui di kompetisi profesional.
Kompetisi tarkam memang bukan sepak bola profesional, namun kompetisi ini selalu memberikan hal menarik yang melibatkan banyak pihak di dalamnya. Mulai dari penyelenggara, sponsor, pemain, penonton, dan tukang jualan di sekitar lapangan. Dan kuyakin tarkam akan selalu ada dan setia menjadi hiburan bagi masyarakat Indonesia dari tahun ke tahun.
(Aldefa Nur Akbar, Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta)
ADVERTISEMENT