Mahathir dan Strategi Politik Terhadap Pemilihan Umum Raya Malaysia 2018

Aldho Faruqi Tutukansa
Penulis dan Peneliti Lepas asal Yogyakarta, Indonesia Alumni Hubungan Internasional Universitas Islam Indonesia
Konten dari Pengguna
25 September 2022 13:26 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aldho Faruqi Tutukansa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Mantan Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad bertemu dengan Yang di-Pertuang Agong Malaysia, Sultan Abdullah dari Pahang (SHUTTERSTOCK/AHMAD YUSNI)
zoom-in-whitePerbesar
Mantan Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad bertemu dengan Yang di-Pertuang Agong Malaysia, Sultan Abdullah dari Pahang (SHUTTERSTOCK/AHMAD YUSNI)
ADVERTISEMENT
Pemilihan Umum Raya Malaysia merupakan salah satu pesta demokrasi yang diadakan setiap waktu untuk menentukan partai dan perdana menteri yang unggul berdasarkan pada jumlah suara yang begitu banyak. Memasuki tahun 2018 tentu menjadi sebuah ajang kontestasi politik yang begitu hangat dan sangat menentukan untuk masa depan dari setiap negara, khususnya di Malaysia. Namun, setiap ajang kontestasi politik tentu memiliki berbagai kejutan berdasarkan pada dinamika politik yang terjadi. Salah satu hal yang mengejutkan pada saat itu ketika Mantan Perdana Menteri Malaysia masa periode 1981 - 2003, Mahathir Mohamad mulai mengajukan diri sebagai Calon Perdana Menteri Malaysia di tahun 2018. Mahathir Mohamad sendiri merupakan salah satu tokoh cendikiawan dari Malaysia yang dikenal dengan istilah Bapak Pemodernan Malaysia. Hal tersebut dibuktikan dengan berbagai prestasi kinerja beliau, seperti menjadikan Malaysia sebagai negara dengan ekonomi terkuat di Asia sejak tahun 1990-an dan salah satu proyek pembangunan terbesar yang beliau resmikan yaitu Menara Kembar Petronas Kuala Lumpur, Malaysia.
ADVERTISEMENT
Alasan Mahathir Mohamad Kembali Maju Sebagai Calon Perdana Menteri
Mantan PM Malaysia Mahathir Mohamad ketika bersedia membentuk kabinet 10 menteri yang terdiri dari koalisi partai pada tahun 2018 (REUTERS/Lai Seng Sin)
Seperti yang kita ketahui bahwa pada saat itu, Malaysia tengah dihadapi dengan berbagai isu permasalahan pada birokrasinya. Salah satunya yaitu kasus skandal korupsi yang dilakukan oleh Perdana Menteri Malaysia sebelumnya, Najib Razak yang dikenal dengan Kasus One Malaysia Development Berhad (1MDB). Jika diperjelas kembali bahwa 1MDB ini sebenarnya mulai terjadi sejak tahun 2009 ketika diluncurkan sebagai dana pemerintah untuk pembangunan ekonomi dan aset negara di Malaysia. Dana pemerintah ini kemudian dibantu oleh salah satu pemodal yang bernama Low Taek Jho, di mana ia memiliki hubungan kedekatan dengan Najib Razak pada saat itu. Namun, dana pemerintah tersebut diduga telah disalahgunakan oleh Najib Razak dengan adanya kecurigaan ketika adanya utang yang sangat besar pada tahun 2014 sekitar 11 miliar dollar AS atau setara dengan Rp 16 Triliun pada program 1MDB tersebut.
ADVERTISEMENT
Kecurigaan tersebut semakin kuat melalui investigasi yang dilakukan oleh pihak berwenang di Malaysia, di mana terdapat hampir 700 juta dollar AS telah memasuki ke rekening pribadi yang dimiliki oleh Najib Razak. Hal tersebut sontak masyarakat Malaysia menyayangkan tindakan yang dilakukan oleh Perdana Menteri Malaysia asal Koalisi Barisan Nasional tersebut.
Atas kejadian tersebut juga membuat posisi koalisi politik pada pemerintahan Malaysia semakin lemah. Bahkan, pada saat itu koalisi oposisi Malaysia tengah gencar untuk mendapatkan simpati dari masyarakat Malaysia atas kegagalan dari koalisi pemerintah Malaysia sebelumnya. Kemudian, hal ini juga membuat Mantan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad menyayangkan atas kejadian tersebut dan membuat beliau mulai terjun kembali ke dunia perpolitikan di Malaysia. Meskipun beliau sudah memasuki umur 90-an tahun, namun semangat beliau masih begitu kuat dan berpengaruh bagi Malaysia. Hal ini ditandai ketika adanya sebuah momentum bagi koalisi oposisi yang dibawakan oleh Koalisi Pakatan Harapan untuk menggeserkan posisi kekuasaan Malaysia dari pemerintahan yang dianggap bermasalah tersebut.
ADVERTISEMENT
Momentum ini juga mendorong Mahathir untuk kembali ke dunia politik dengan tujuan beliau dalam memperbaiki Pemerintahan Malaysia yang telah dianggap rusak akibat kasus 1MDB yang begitu besar. Salah satu statement yang disampaikan oleh beliau yaitu, “Hanya suara kita dapat menyelamatkan negara kita. Nasib buruk akan terus berlanjut hingga generasi selanjutnya jika pemerintah sekarang masih berkuasa.” Pernyataan tersebut tentu menjadi sebuah pertanda bahwa Mahathir bersedia maju sebagai Calon Perdana Menteri Malaysia dari Partai Pribumi Bersatu Malaysia (PPBM), Koalisi Pakatan Harapan.
Strategi Politik Mahathir dalam Pemilihan Raya Malaysia
Dikenal sebagai tokoh yang berpengaruh bagi Malaysia, Mahathir terus melakukan kampanye politik di tahun 2018 untuk memenangkan Koalisi Pakatan Harapan dan mendapatkan kedudukannya kembali sebagai Perdana Menteri Malaysia. Hal ini kemudian mendorong Mahathir dalam menyampaikan berbagai pernyataan dan suara melalui pidato politik pada masa kampanye 2018 tersebut. Berbagai pernyataan beliau secara tidak langsung menjurus pada Retorika.
Kampanye Politik untuk Pemilihan Umum Raya Malaysia 2018 yang dilakukan oleh Mahathir Mohamad bersama Anwar Ibrahim (AP News/Wahyuni)
Sebagaimana yang dapat diketahui bahwa Retorika merupakan salah satu bentuk komunikasi politik di mana dalam bentuk mengajak kepada orang yang dituju, baik satu orang maupun lebih dari satu. Melalui perspektif dari Lasswell tersebut dapat dianalisiskan bahwa Mahathir bertindak sebagai aktor utama yang menyampaikan pesan berupa retorika ajakan kepada para masyarakat Malaysia untuk tidak memilih Najib Razak yang dianggap koruptor. Serta, pesan ajakan yang disampaikan melalui kampanye politik tersebut kemudian diterima oleh masyarakat yang membuat Mahathir memenangkan Pemilihan Umum Malaysia 2018 dan kembali menduduki di kursi Perdana Menteri Malaysia.
ADVERTISEMENT
Dari perspektif tersebut menandakan bahwa Retorika menjadi salah satu upaya komunikasi politik yang sangat ampuh terhadap berbagai agenda politik. Retorika juga mampu memberikan pengaruh yang besra bagi seluruh kalangan masyarkat sehingga banyak sekali para politisi di berbagai negara, termasuk politisi dari Indonesia menggunakan strategi ini. Oleh Karena itu, berbagai jenis komunikasi politik yang digunakan oleh berbagai politisi merupakan suatu hal yang sudah umum dan kerap digunakan dalam pesta demokrasi seperti pemilihan umum dan agenda kenegaraan.