Konten dari Pengguna

Nyekar : Komunikasi Lintas Dimensi, Muhasabah Diri, & Mengenali Garis Keturunan

Aldi Firmansyah
Toko kelontong, nomaden, serabutan. Sedang menempuh studi di FIB UGM.
30 Maret 2025 14:47 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aldi Firmansyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
(Potret membacakan Surah Yasin ketika nyekar di Pemakaman Umum Desa Baureno, Kab. Bojonegoro/Dok. Pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
(Potret membacakan Surah Yasin ketika nyekar di Pemakaman Umum Desa Baureno, Kab. Bojonegoro/Dok. Pribadi)
ADVERTISEMENT
Tradisi nyekar atau umum disebut ziarah makam merupakan kegiatan rutin yang dilakukan pada penghujung bulan Ramadan. Beberapa warga nampak mulai menapaki galengan (jalan setapak pembatas sawah) pemakaman umum Dusun Ngrandu, Desa Baureno, Kabupaten Bojonegoro pada Sabtu (29/03/2025).
ADVERTISEMENT
Mula-mula, peziarah didominasi oleh perseorangan. Namun ketika menjelang petang, nampak beberapa yang datang juga bersama dengan segenap kerabatnya masing-masing. Peziarah yang merupakan warga asal/sekitar mudah dikenali karena umumnya datang dengan berjalan atau menaiki sepeda jengki. Kemudian peziarah yang berasal dari daerah luar/perantau, dapat diamati melalui plat nomor kendaraan yang kentara. Sebagai sebuah tradisi dan penghormatan, mereka yang berada jauh dari makam selalu menyempatkan diri untuk dapat bersama-sama mengunjungi makam keluarga mereka (Mumfangati, 2007).
Dengan berbekal arit, mereka membersihkan makam dari rumput liar dan semak belukar. Kemudian disambung dengan membacakan Surah Yasin dan memanjatkan doa-doa agar keluarga yang meninggal dapat terhindar dari siksa kubur dan amal ibadahnya diterima di sisi Allah Swt. Terakhir, kegiatan nyekar ini kemudian ditutup dengan menaburkan bunga tabur dan menyiram makam dengan sedikit air yang sudah dipersiapkan.
ADVERTISEMENT

Nyekar Menjadi Tradisi yang Esensial

(Potret ketika warga berdatangan untuk nyekar/Dok. Pribadi)
Dalam kegiatan nyekar atau ziarah makam, tiga fenomena terjadi secara simultan : komunikasi lintas dimensi, muhasabah diri, dan upaya mengenal garis keturunan.
Komunikasi lintas dimensi termaktub jelas melalui keterikatan batin dan doa-doa pengharapan yang dipanjatkan kepada almarhum/almarhumah. Muhasabah diri juga dilakukan dalam-dalam berlandaskan rasa syukur diberikan kesempatan untuk bertemu bulan Ramadan dan tolok diri untuk dapat lebih baik dalam meningkatkan keimanan di bulan Syawal. Kemudian tradisi nyekar atau ziarah ini juga menjadi kesempatan mengetahui dan mengenal para leluhur yang telah dimakamkan di situ (Mumfangati, 2007).

Daftar pustaka :

Mumfangati, T. (2007). Tradisi Ziarah Makam Leluhur Pada Masyarakat Jawa. Makna, Tradisi dan Simbol II (3), 152-159.
ADVERTISEMENT