Literasi Digital: Membendung Hoaks dan Menekan Distorsi Informasi

Aldi Setiawan
Mahasiswa Agribisnis Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Konten dari Pengguna
6 Oktober 2021 11:32 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aldi Setiawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Salah satu pemanfaatan fenomena difusi teknologi sebagai media pembelajaran online. (Sumber : Dokumentasi pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Salah satu pemanfaatan fenomena difusi teknologi sebagai media pembelajaran online. (Sumber : Dokumentasi pribadi)
ADVERTISEMENT
Digitalisasi dalam penyediaan informasi memberikan segudang kemudahan bagi manusia. Setiap orang mampu mengakses informasi kapan saja dan di mana saja.
ADVERTISEMENT
Belakangan ini, tren penggunaan internet memang sedang naik-naiknya. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pengguna internet di Indonesia meningkat 22% selama periode 2015-2019. Hal ini tentu menuntut setiap orang untuk beradaptasi dan juga cakap dalam hal literasi digital.
Kecakapan menggunakan gawai pintar saja tentu tidak cukup, tentu kita juga harus bijak dan cerdas dalam mengolah informasi yang didapat. Mudahnya dalam membuat dan membagikan informasi tentu memiliki sisi positif tersendiri. Mengetahui isu-isu up to date, sarana edukasi dan hiburan, serta penambah wawasan memang dijanjikan oleh fenomena ini. Akan tetapi apa kita tau cara menggunakannya?

Rendahnya literasi digital memberikan ancaman besar

Literasi digital bukanlah sebuah bakat, tetapi sebuah skill yang harus ditanam dan dilatih (Foto : Pixabay)
Di Indonesia sendiri cukup marak memang informasi-informasi yang tak tersaring berseliweran dan mudah dikonsumsi oleh masyarakat. Mulai dari kalangan atas hingga kalangan bawah, yang berpendidikan ataupun yang kurang berpendidikan, yang bijak atau pun yang tidak.
ADVERTISEMENT
Tidak jarang memang masyarakat yang belum pandai dalam mengolah informasi percaya pada berita hoax dan provokatif, seperti ujaran kebencian, intoleran bahkan radikalisme.
Kemudahan dalam memproduksi dan membagikan informasi ternyata ikut mendorong berita-berita hoax dan provokatif ikut terangkat. Menurut Kementerian Informasi Komunikasi, ada 800.000 ribu situs di Indonesia yang terindikasi sebagai penyebar berita hoax. Ditambah menurut survei KIC dari 196,7 orang pengguna internet di Indonesia hampir 60% terpapar oleh hoax dan hanya 21-36% saja yang dapat mengenali hoax. Keadaan ini juga diperkeruh karena rendahnya literasi digital masyarakat Indonesia.
Dampak dari keadaan ini sangat bisa kita rasakan. Mulai dari polarisasi fanatisme, dengan menganggap apa yang diyakini paling benar dan menganggap orang atau golongan lain di luarnya salah dan bahkan harus dihilangkan. Hal ini bisa menimbulkan perilaku yang intoleran, bahkan yang lebih ekstrem bisa memicu aksi radikalisme.
ADVERTISEMENT
Selain itu kesalahan kita dalam mempersepsikan informasi juga memicu konflik sosial. Bahkan, menurut Abdul Rohman dan Peng Hwa Ang dalam jurnal ilmiahnya yang berjudul "Truth, Not Fear: Countering False Information in a Conflict" mengutip sebuah pernyataan E. Zuckerman bahwa dahulu informasi palsu atau kabar burung sering dijadikan senjata dalam konflik, mempengaruhi politik, sosial, budaya, dan memperkeruh polarisasi agama dan ras.
Di sisi lain, mereka menyinggung dalam jurnalnya bahwa konflik yang terjadi di Ambon beberapa tahun lalu merupakan akibat dari kesalahan informasi yang menyebar.
Rendahnya tingkat literasi digital di Indonesia mungkin bisa kita lihat bagaimana respons keluarga atau teman terdekat ketika menggunakan media informasi. Atau mungkin kita sendiri percaya bahwa corona itu ulah elite global? Atau mungkin kita salah satu orang yang marah-marah kepada kurir ketika barang yang kita beli di online shop tidak sesuai dengan dengan yang kita lihat pertama kali?
ADVERTISEMENT
Cukup menggelitik dan mengerikan memang kalau kita mengamati fenomena tersebut. Fenomena tersebut tentu sesuatu yang harus kita redam sebelum negara kita benar-benar tertinggal dalam hal literasi digital.

Konsekuensi globalisasi

Game online merupakan salah satu tren yang menjanjikan penghasilan (Sumber : Dokumen pribadi)
Literasi digital saat ini memang menjadi program yang dicanangkan oleh pemerintah kita. Menkominfo Johnny G. Plate mengatakan, “bahwa program literasi digital bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat agar lebih siap dalam perubahan dan tantangan digital”.
Hal tersebut merupakan suatu keharusan. Perubahan zaman menuntut kita untuk mampu meng-upgrade kemampuan kita. Literasi digital bukanlah sebuah bakat, akan tetapi life skill yang harus kita latih.
Dari sudut pandang bisnis, kemudahan informasi tentu bisa sangat menguntungkan. Kita bisa lihat bagaimana suksesnya toko online di Indonesia, jasa transportasi, dan lain sebagainya. setidaknya melalui kemampuan literasi digital, kita mampu memperluas jaringan dalam menawarkan produk yang kita punya.
ADVERTISEMENT
Dari dunia e-sport pun yang saat ini benar-benar digandrungi oleh anak muda, memiliki pasar yang cukup besar dan menjanjikan. E-sport mampu melahirkan professional gamer, konten kreator, joki game online, dan jual beli item yang memberikan penghasilan cukup besar.
Pemerintah tentu harus memprioritaskan program literasi digital ini agar memperoleh hasil yang positif. Sosialisasi tentang tata cara menyaring informasi kepada masyarakat harus terus dilakukan secara berkala. Hal ini tentu untuk mencegah konten yang provokatif memecah belah tubuh masyarakat.
Menanamkan nalar kritis sejak dini tentu hal yang paling mendasar dalam menyongsong globalisasi. Melatih nalar kritis membuat kita lebih hati-hati dalam mempersepsikan sebuah informasi. Memahami konten yang kita terima, kemudian melakukan crosscheck, sedikitnya akan mengurangi laju penyebaran berita yang tidak diinginkan.
ADVERTISEMENT
Terkhusus generasi milenial yang mempunya akses penuh, tentu memiliki tanggung jawab sosial terkait penyebaran informasi. Hampir setiap hari berkutat dengan dunia maya, tentu generasi muda harus berperan dalam menaikkan informasi yang bermanfaat guna meredam informasi yang membahayakan.