Sebuah Cerita : Rasanya Tidak Tinggal dengan Orang Tua

Aldi Setiawan
Mahasiswa Agribisnis Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Konten dari Pengguna
24 November 2022 12:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aldi Setiawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber : pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
Sumber : pixabay.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sebagian dari kita beruntung bisa tumbuh bersama orang tua dan sebagian lain beruntung sejak kecil belajar untuk mandiri dan berada jauh dari orang tua.
ADVERTISEMENT
Saat itu aku baru masuk Sekolah Dasar dan saat itu pula aku tidak tinggal lagi dengan kedua orang tua. Jarak yang jauh dari rumah orang tua ke sekolah mengharuskan aku untuk dibesarkan oleh seorang nenek tua yang 'cerewet', namun penyayang dan juga penyabar.
Cerita di atas merupakan sebuah pembuka dari perjalananku yang hari ini sudah berumur 21 tahun dan menjadi seorang mahasiswa semester 7.
Tuhan memang memberikan garis cerita yang berbeda untuk semua makhluknya. Ada yang sejak kecil diberi kemudahan materi dan ada yang harus berkeringat terlebih dahulu. Ada yang memiliki orang tua lengkap, ada pula orang yang harus merasa iri karena ketiadaan orang tuanya. Kemudian, ada juga yang memiliki orang tua lengkap namun, hanya sedikit kesempatan untuk bisa merasakan kasih sayangnya. Dan aku merupakan salah satu orang yang mendapat takdir ketiga dari yang aku tulis di atas.
ADVERTISEMENT
Sudah menjadi sebuah keharusan kita menerima kenyataan bahkan untuk kenyataan-kenyataan yang sebenarnya tidak kita harapkan. Sosok orang tua yang harusnya menjadi guru dan teman di masa pertumbuhan, benar-benar sulit untuk aku dapatkan.
Sejak pertama kali masuk Sekolah Dasar hanya ada sosok nenek yang menemani. Beliau yang selalu menasehati, mengingatkan, dan memarahi ketika aku pulang main terlalu petang. Beliau yang membela ketika aku pulang menangis karena berkelahi dan terkadang menyisipkan sedikit uang jajan ketika aku berangkat sekolah.
Hal itu terus terjadi selama 9 tahun sampai aku berhasil lulus Sekolah Menengah Pertama dan selama itu pula kasih sayang orang tua sangat sedikit aku rasakan. Kedua orang tuaku hanya berkunjung seminggu sekali, sebulan sekali atau bahkan tidak sama sekali.
ADVERTISEMENT
Hingga setelah 9 tahun, awalnya aku kira keadaan akan semakin membaik. Aku akan lebih sering bertemu orang tuaku, mendapat kasih sayangnya dan dibuatkan sarapan oleh ibuku. Namun kenyataannya lebih buruk. Ternyata jarak pemisah antara aku dan orang tuaku semakin jauh. Aku harus melanjutkan pendidikan di Kota Serang, meninggalkan kedua orang tuaku di ujung Selatan Pulau Sumatera, Lampung.
Hingga hari ini setelah 14 tahun, aku lebih sering berbicara melalui ponsel dengan orang tuaku ketimbang berbicara secara langsung. Sebetulnya aku sendiri tidak tahu perbedaan seorang anak yang besar bersama orang tua dengan yang tidak seberuntung mereka. Tapi yang pasti aku menyaksikan teman-temanku ketika mendapat kasih sayang orang tua yang belum pernah aku rasakan.
ADVERTISEMENT
Kasih sayang sosok orang tua di masa anak-anak dan transisi menuju dewasa mungkin sebuah keistimewaan yang tidak aku miliki, salah satu bagian indah kehidupan yang tidak aku dapatkan dan sebuah kesempatan yang tidak akan terulang. Namun berada jauh dari orang tua benar-benar menjadikanku sosok yang kuat dan malu ketika harus bergantung dengan orang lain. Bahkan saat masih sekolah dan mendapat masalah, aku merasa malu jika harus mengadu kepada mereka.
Mungkin sebagian besar kehidupanku akan selalu dipenuhi rasa iri. Namun aku percaya, hal tersebut bisa membuatku menjadi manusia yang ikhlas dan menerima hukum ketidakadilan kehidupan. Bukan membuatku manusia yang hanya pasrah, tapi manusia yang tidak berlarut-larut dalam kegagalan.
Hari ini, aku bisa menerima semua yang terjadi dengan positif dan menghiraukan semua rasa sesal. Aku yakin aku masih lebih beruntung dari jutaan manusia di atas muka bumi. Aku mungkin selalu merasa sakit, namun berapa banyak orang-orang yang bahkan tidak tahu caranya sembuh dari rasa sakit.
ADVERTISEMENT
Sebetulnya aku sendiri merasa tidak layak membuat tulisan tentang orang tua, tentu hal itu karena aku sendiri tidak tau bagaimana rasanya tinggal bersama mereka.
Keluarga memang sesuatu yang dipenuhi hal dramatis. Kadang kita dibuatnya bahagia dan kadang rasa sakit yang kita terima. Namun, kemampuannya mempermainkan emosi kitalah yang membuatnya layak disebut keluarga.