Langkah Jitu Sektor Agroindustri untuk Kurangi Emisi

Aldila Fajar Rizkiana
Electrical Engineering Student at Gadjah Mada University / Clean Energy Activist
Konten dari Pengguna
25 Februari 2022 21:37 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aldila Fajar Rizkiana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pemanfaatan PLTS pada Sektor Agroindustri (Sumber : https://ebtke.esdm.go.id/post/2020/02/17/2476/pemerintah.terus.perbaiki.tata.kelola.pembangunan.plts)
zoom-in-whitePerbesar
Pemanfaatan PLTS pada Sektor Agroindustri (Sumber : https://ebtke.esdm.go.id/post/2020/02/17/2476/pemerintah.terus.perbaiki.tata.kelola.pembangunan.plts)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Bicara mengenai energi surya memang tiada habisnya. Tak heran jika pemanfaatan energi surya mulai kencang digaungkan. Terlebih peluncuran transisi energi G20 berapa waktu lalu, seakan semakin menambah gairah untuk diperbincangkan. Bak primadona, energi surya banyak di incar oleh beberapa stakeholder. Bagaimana bisa? Potensi energi surya mencapai 400 GW. Namun, berdasarkan keterangan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM), pemanfaatan energi surya masih tergolong minim, pemanfaatannya sekitar 150 MW atau 0.08% dari potensinya. Lantas, bagaimana upaya pemerintah menyikapi hal ini? Apakah potensi energi surya yang ada akan dibiarkan begitu saja?
ADVERTISEMENT
Seiring berjalannya waktu, tak bisa dipungkiri bahwa emisi karbon akan semakin meningkat. Emisi karbon merupakan salah satu penyebab dari perubahan iklim global. Bertambahnya industri, penggunaan bahan bakar fosil untuk kendaraan bermotor, bahkan dari sektor agro industri pun turut menjadi penyebab dari pemanasan global. Tentu hal ini bukanlah hal yang patut disepelekan. Berdasarkan perjanjian Paris, secara global warga dunia telah sepakat akan membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat celcius. Hal ini mencerminkan bahwa pemanasan global membutuhkan upaya penanganan yang serius. Oleh karena itu, transisi energi menuju net zero emission di 2060 menjadi salah satu isu yang diangkat dalam transisi energi G20 waktu lalu.
Indonesia kaya akan sumber energi terbarukan. Hal ini dapat dibuktikan dengan potensi radiasi sinar matahari yang ada. Rata-rata intensitas harian radiasi sinar matahari di Indonesia sekitar 4,8 kWh/m2. Dengan angka tersebut, Indonesia berpotensi menghasilkan sekitar 207,9 GWp (Gigawatt-peak) listrik. Berdasarkan intensitas radiasi yang besar ini Indonesia berpotensi mengoptimalkan pemanfaatan energi surya menjadi listrik. Tapi apalah daya, potensi yang akan menjadi ambisi tanpa sebuah realisasi.
ADVERTISEMENT
Banyak diantaranya penyebab dari pemanasan global, sektor agroindustri salah satunya. Agroindustri merupakan suatu kegiatan industri yang memanfaatkan hasil pertanian sebagai bahan baku, merancang, dan menyediakan peralatan serta jasa untuk kegiatan tersebut. Korelasi antara sektor agroindustri dengan pemanasan global terletak pada gas Nitro Oksida (NO2) yang dihasilkan akibat penggunaan pupuk. Gas Nitro Oksida adalah salah satu penyebab emisi gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global.
Pemanfaatan lahan pada sektor agroindustri dapat dikatakan sangatlah luas. Sangat disayangkan apabila lahan yang digunakan hanya terkonsentrasi untuk proses pertanian saja. Lahan yang luas tersebut dapat dioptimalkan untuk pemasangan PLTS. Hal ini didukung karena tidak semua tanaman membutuhkan tempat yang panas, sehingga beberapa jenis tanaman pasti memerlukan atap. Tidak hanya itu, agroindustri pun juga memerlukan supply tenaga listrik yang digunakan untuk mengairi area pertaniannya. Dengan pemasangan PLTS ini dapat dijadikan alternatif dalam menghemat tagihan listrik per bulannya. Glen Pardede, selaku Manging Directur PT East West Seed Indonesia (Ewindo) meneragkan, bahwa pemanfaatan PLTS pada sektor agroindustrinya dapat menghemat energi dari bahan bakar fosil hingga 1.059.868 kWh/tahun.
ADVERTISEMENT
Jumlah pengurangan bahan bakar fosil tersebut setara dengan pengurangan emisi CO2 sebanyak 989.917 kg/tahun. Aplikasi PLTS atap ini tentu akan mendorong pengoptimalan EBT sekaligus dapat mewujudkan green energy yang berkelanjutan. Tidak hanya itu, dengan PLTS atap ini juga dapat mengurangi biaya penggunaan energi listrik. Diharapkan para pelaku sektor industri, terkhusus agroindustri dapat mencontoh pengaplikasian PLTS atap ini. Hal ini selaras dengan PLTS yang membutuhkan lahan dalam pengaplikasiannya.
Sebenarnya, terdapat beberapa opsi untuk mensiasati pemasangan panel surya yang memerlukan lahan yang luas. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan lahan sektor agroindustri. Hal ini dapat dikatakan menjadi solusi yang baik dalam rangka menghemat biaya investasi untuk pengadaan lahan. Opsi lain dalam hal ini adalah dengan memanfaatkan danau, sehingga dapat dilakukan pemasangan PLTS terapung.
ADVERTISEMENT
Terdapat banyak manfaat terkait pengoptimalan lahan agroindustri dengan PLTS yang tidak kalah menarik. Manfaatnya adalah dengan menggunakan PLTS ini energi surya dapat dioptimalkan sehingga upaya mengurangi emisi gas rumah kaca dapat diimplementasikan. Perawatannya pun tidak memerlukan biaya mahal. Selain itu, pemasangan PLTS dapat bertahan hingga 20 tahun sehingga tidak kehilangan banyak efisiensi dalam masa pakai tersebut. Dengan rentang pemakaian yang cukup lama menjadikan biaya tagihan listrik lebih terjangkau. Tidak hanya itu, telah diterbitkan insentif pemasangan PLTS sehingga biaya pemasangan akan lebih ekonomis terlebih apabila dalam skala industri.
Tenaga surya merupakan potensi energi baru terbarukan yang menjanjikan. Pasalnya hingga 2060 nanti potensi energi surya inilah yang akan dioptimalkan. Hal ini tentu menjadi momentum emas bagi generasi muda. Salah satu caranya adalah membuat startup dalam bidang energi terbarukan yaitu PLTS. Selain mendukung transisi energi dalam rangka mewujudkan net zero emission di tahun 2060, hal ini juga akan melatih generasi muda untuk berwirausaha. Dengan banyaknya startup yang didirikan inilah nantinya generasi muda dapat membangun pasar Indonesia.
ADVERTISEMENT