Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.95.1
Konten dari Pengguna
Opini Dilema Program Makan Siang Gratis
23 Januari 2025 16:06 WIB
ยท
waktu baca 2 menitTulisan dari Aldino Tarihoran tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Suatu pagi di sebuah sekolah di pinggiran kota, saya melihat seorang anak perempuan dengan wajah ceria berlari menuju kantin. Di tangannya, sebuah nampan berisi nasi, sayur, dan lauk
yang cukup sederhana. Ia baru saja menerima makanan dari program makan siang gratis yang digalakkan oleh pemerintah.
ADVERTISEMENT
Program ini dirancang untuk memastikan semua anak, terutama yang berasal dari keluarga kurang mampu, mendapat makan siang yang bergizi. Namun, di balik senyum anak-anak yang menerima makanan itu, ada berbagai pertanyaan dan dilema yang sering kali tidak terlihat.
Sebagai orang yang tumbuh dengan cukup beruntung, saya selalu merasa makan siang adalah hal yang mudah didapatkan. Namun, saat melihat anak-anak ini, saya mulai memahami pentingnya program ini. Bagi mereka, makan siang gratis bukan sekadar soal kenyang, tapi juga soal akses terhadap makanan bergizi yang mungkin tidak selalu ada di rumah mereka.
Banyak dari mereka yang datang dari keluarga dengan ekonomi terbatas, yang kadang tidak mampu menyediakan makanan yang cukup dan sehat setiap hari. Program ini memberi mereka kesempatan untuk mendapatkan gizi yang dibutuhkan agar bisa fokus belajar di kelas.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, kualitas makanan yang disediakan juga tidak selalu optimal. Makanan yang disajikan seringkali tidak variatif, kadang terasa hambar, dan tidak cukup memenuhi standar gizi yang ideal.
Para pengelola program ini berusaha keras memberikan yang terbaik, tetapi tantangan dalam penyediaan makanan dalam jumlah besar dengan anggaran terbatas tetap menjadi kendala. Sebuah program yang bertujuan mulia ini ternyata juga menghadapi tantangan besar dalam kualitas dan keberlanjutannya.
Lalu ada pertanyaan lain yang mengusik saya: apakah dengan menyediakan makan siang gratis, kita mengabaikan solusi yang lebih mendasar? Apakah alih-alih hanya memberikan makan siang gratis, kita harus lebih menekankan pada edukasi gizi, agar anak-anak tahu cara memilih makanan sehat yang bisa mereka bawa dari rumah? Atau bahkan lebih jauh lagi, apakah kita harus memastikan orang tua mereka dilibatkan dalam program ini, agar mereka bisa belajar cara memasak makanan sehat dengan biaya yang lebih terjangkau?
ADVERTISEMENT
Pembiayaan program ini juga tidak bisa dianggap enteng. Dana yang dialokasikan untuk makan siang gratis bisa sangat besar, yang mungkin berarti pengurangan anggaran untuk sektor pendidikan lainnya. Misalnya, fasilitas sekolah yang lebih baik atau pelatihan bagi guru-guru. Dalam banyak kasus, saya mendengar pendapat bahwa lebih baik fokus pada kualitas pendidikan terlebih dahulu, karena pendidikan yang baik akan menciptakan kesempatan bagi anak-anak untuk keluar dari kemiskinan.