Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Komunitas BookTok Peluntur Sastra?
11 Desember 2024 14:33 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Aldira Kendra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Tidak bisa dipungkiri bahwa BookTok memiliki pengaruh yang cukup besar dalam pilihan bacaan orang-orang. Banyak kreator yang berada di komunitas ini berinovasi mempromosikan buku-buku dengan menggunakan berbagai cara yang unik. Kreator-kreator tersebutlah yang berhasil menarik perhatian penonton dan memberi rekomendasi buku yang "wajib" mereka baca.
Meskipun begitu, yang menjadi masalah adalah BookTok lebih sering mempromosikan buku-buku dengan tema romansa, fantasi, bahkan erotika. Sangatlah jarang ditemukan kreator-kreator di komunitas ini yang mempromosikan buku-buku dengan tema non-fiksi, terjemahan, fiksi sastra, dan lain sebagainya.
Banyak dari pengguna TikTok yang gemar membaca berfikir bahwa BookTok telah merugikan industri perbukuan. Menurut mereka, BookTok lebih mementingkan estetika dalam membaca dibandingkan aksi membacanya itu sendiri.
ADVERTISEMENT
TikTok merupakan sebuah aplikasi yang memiliki platform besar dan tidak bisa dipercaya 100%, maka banyak penulis self-published yang memasarkan buku mereka ke audiens sendiri dengan jangkauan yang lebih besar. Buku mereka yang tidak dilakukannya proses editing dan penyuntingan sebagaimana buku-buku yang dipublikasi penerbit biasanya, menjadi menarik perhatian dari remajaataupun anak di bawah umur yang naif.
Keberadaan BookTok berhasil mendorong dan memberi dampak positif bagi sebagian orang dengan memberi mereka motivasi untuk menambah minat dalam membaca buku. Namun, di sisi lain, yang membuat BookTok unik adalah sebagian besar kreator dan pengikutnya masih muda, dan banyak dari mereka lebih seperti pengulas biasa daripada kritikus profesional. Video-video populer yang diunggah di TikTok dengan tagar #BookTok pada umumnya tidak menyediakan informasi mengenai tulisan, penulisan, bahkan cerita di bukunya. Melainkan mereka hanya berbagi mengenai perjalanan emosional yang mereka lalui saat membaca buku tersebut.
ADVERTISEMENT
Membaca buku sebagai “aesthetic”
Di platform ini, buku sering kali dipromosikan melalui tampilan yang indah dan pengaturan visual yang menarik, seperti sampul yang serasi dengan latar belakang kamar atau kafe yang estetik. Hal ini membuat banyak orang tertarik untuk membeli buku bukan karena isi atau kualitas cerita, melainkan karena tampilan buku tersebut yang cocok untuk dipamerkan di media sosial. Membaca pun beralih menjadi gaya hidup yang terlihat indah, bukan semata-mata untuk memperoleh wawasan atau pengalaman baru.
Tren membaca sebagai “aesthetic” ini juga mendorong munculnya buku-buku yang lebih mengutamakan tampilan daripada konten. Banyak penerbit mulai menciptakan sampul yang menarik perhatian dengan desain yang selaras dengan tren BookTok. Akibatnya, beberapa orang membeli buku hanya untuk mempercantik koleksi atau feed Instagram mereka, tanpa niat yang kuat untuk membacanya secara tuntas. Dalam hal ini, buku lebih dipandang sebagai aksesori atau dekorasi, dan makna membaca sebagai kegiatan intelektual atau emosional terkikis.
ADVERTISEMENT
Budaya membaca sebagai “aesthetic” ini bisa berdampak pada kualitas bacaan yang diminati masyarakat. Buku-buku yang menantang pemikiran atau mengangkat tema-tema kompleks sering kali kalah populer dari buku-buku yang lebih ringan dan mudah dicerna, yang lebih cocok untuk dipromosikan secara visual. Bagi sebagian orang, kegiatan membaca menjadi kurang bernilai dan hanya sekadar bagian dari tren sosial. Hal ini menciptakan budaya konsumsi yang dangkal, di mana nilai sebuah buku lebih dilihat dari tampilannya di rak atau media sosial, bukan dari kedalaman cerita atau pesannya.
Konsumerisme yang muncul karena BookTok
Algoritma BookTok mendorong buku-buku tertentu untuk menjadi tren, yang sering kali memiliki tema serupa dan mudah diterima. Hasilnya, pengguna lebih memilih membeli buku yang “viral” meski sebenarnya plotnya hampir sama dengan buku-buku lain yang sudah mereka miliki.
ADVERTISEMENT
Dorongan untuk membeli buku-buku ini semakin kuat karena adanya tekanan sosial; siapa pun yang tidak mengikuti tren dapat merasa tertinggal atau kurang "update." Pola konsumsi ini akhirnya membentuk budaya membaca yang dangkal, di mana keinginan untuk memiliki buku lebih besar daripada keinginan untuk memahami isinya.
Konsumerisme yang didorong oleh BookTok juga bisa berdampak negatif pada penulis dan genre yang kurang populer. Karena fokus BookTok cenderung pada buku-buku tertentu yang dianggap “estetis” atau sesuai selera mayoritas, buku-buku berkualitas yang membutuhkan pemahaman lebih mendalam bisa terabaikan.