Konten dari Pengguna

Memiliki Anak : Kewajiban atau Bukan?

Aldorino
Seorang mahasiswa ilmu komunikasi massa di BINUS University.
21 Januari 2025 20:40 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aldorino tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber : Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Sumber : Pixabay
ADVERTISEMENT
Perdebatan mengenai apakah setiap pasangan suami istri diwajibkan memiliki anak atau tidak adalah topik yang sudah lama didiskusikan. Meski demikian, jawaban konkret belum dapat ditemukan atau ditetapkan untuk menyelesaikan persoalan ini. Seiring waktu, semakin banyak pasangan suami istri yang memutuskan untuk tidak memiliki anak. Oleh karena itu, penulis berpendapat bahwa tidak adanya jawaban konkret untuk topik ini disebabkan oleh kenyataan bahwa masalah ini seharusnya tidak diatur oleh publik, melainkan merupakan keputusan pribadi setiap pasangan berdasarkan nilai-nilai kehidupan rumah tangga mereka.
ADVERTISEMENT
Argumen dari pihak yang kontra sering kali berkaitan dengan masalah agama. Sebagai contoh, dalam Islam, pasangan suami istri dianggap harus melaksanakan kodrat pernikahan, yaitu memiliki anak, sedangkan dalam agama Kristen terdapat perintah untuk “beranak cucu” yang tercantum dalam kitab Kejadian 1:28. Argumen lain yang telah menjadi stereotip di Indonesia adalah pandangan bahwa tidak memiliki anak dapat membuat ekonomi keluarga menjadi kurang stabil dan pada akhirnya menyulitkan negara, karena memiliki anak diyakini dapat membawa rezeki bagi keluarga.
Menanggapi argumen pertama dari pihak kontra, pelaksanaan perintah agama atau tidak adalah urusan pribadi yang seharusnya tidak dicampuri oleh orang lain. Pada dasarnya, manusia tidak memiliki kuasa untuk menghakimi pilihan hidup individu lain. Selain itu, tidak ada bukti ilmiah yang menyatakan bahwa memiliki banyak anak otomatis membawa rezeki. Dalam kehidupan, banyak faktor yang memengaruhi seorang anak menjadi individu yang produktif. Sebagai contoh, pola asuh dan pendidikan yang diberikan orang tua berpengaruh besar terhadap apakah anak tersebut nantinya mampu menghasilkan rezeki atau tidak.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, tidak ada undang-undang yang mewajibkan pasangan untuk memiliki anak. Sebaliknya, undang-undang hanya mengatur kewajiban pasangan yang sudah memiliki anak untuk menafkahi, menjaga, dan memeliharanya. Hal ini menunjukkan bahwa setiap pasangan memiliki hak untuk menentukan pilihan dalam kehidupan berkeluarga. Justru, jika pasangan yang belum siap dipaksa untuk memiliki anak, tindakan ini dapat berpotensi melanggar undang-undang dan memberikan dampak negatif, baik bagi negara, pasangan itu sendiri, maupun anak yang dilahirkan.
Sebagai kesimpulan, keputusan untuk memiliki anak atau tidak adalah hak yang sepenuhnya dimiliki oleh pasangan. Keputusan tersebut dapat didasarkan pada nilai agama, kemanusiaan, atau materialisme, selama tidak merugikan atau mengganggu pihak lain. Dalam mengambil keputusan ini, bukan masyarakat yang akan menghadapi tantangan atau kesulitan, melainkan pasangan itu sendiri yang harus bertanggung jawab untuk merawat anak dengan sebaik mungkin dan mengatasi risiko serta kesulitan yang mungkin timbul dari berbagai faktor.
ADVERTISEMENT