Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Al-Zaytun, NII, dan Organisasi Gangster: Sebuah Perspektif
7 Agustus 2023 20:43 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Alee Ameen tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Apakah Al-Zaytun itu NII? Ini pertanyaan yang rumit dijawab untuk masyarakat umum. Tapi, para peneliti yang menulis tentang NII KW 9 mengatakan “iya”. Orang-orang eks NII dan Al-Zaytun umumnya yang saya kenal juga mengatakan Al-Zaytun itu NII (KW 9).
ADVERTISEMENT
Tapi orang internal yang masih aktif di Al-Zaytun (santri, guru, dan pengurus) serta dokumen resmi Al-Zaytun tidak ada satu pun yang menunjukkan Al-Zaytun adalah NII.
Kurikulum dan pembicaraan publik mereka, sejak berdirinya di akhir tahun 90-an, justru sangat kontraproduktif dengan wacana subversif melawan pemerintah dan negara serta Pancasila sebagaimana doktrin NII.
Al-Zaytun bahkan mendeklarasikan diri sebagai lembaga pendidikan dan pengembangan budaya perdamaian. Ceramah-ceramah pemimpin tertinggi Al-Zaytun, Syekh Panji Gumilang (PG), yang viral dalam setahun ini sangat jauh dari wacana Islam yang subversif—mendelegitimasi pemerintah yang sah, Pancasila, dan NKRI.
Olehnya jangan bandingkan Al-Zaytun dengan HTI atau FPI yang mudah saja dibubarkan oleh negara. Pembubaran kedua ormas terakhir sangat jelas karena bukti-bukti resmi kelembagaan dan suara publik mereka secara kelembagaan terlihat kasat mata menentang konstitusi, dan melecehkan pemerintah yang sah. Al-Zaytun sebaliknya, akhir-akhir ini terkesan sangat “radikal” mendukung NKRI.
ADVERTISEMENT
DI/TII yang diketahui sebagai ibu “kandung” dari kebanyakan organisasi Islam ekstrem di Indonesia memang sudah menjadi organisasi terlarang sejak tahun 1960-an. Tapi apakah Al-Zaytun itu NII, organisasi underground yang dibuat oleh mantan aktivis dan kader DI/TII?
Itu pertanyaan merepotkan dan susah didekati dengan fakta hukum. Sidney Jones menjelaskan keturunan, aktivis, simpatisan DI/TII bertebaran mendirikan/bergabung organisasi-organisasi radikal dan ekstrem seperti MMI, HTI, JAT, dan NII yang mempunyai ide politik Islam yang sama meski secara strategi dan jalur organisasi berbeda.
ADVERTISEMENT
Apakah Al-Zaytun secara kelembagaan resmi NII-KW 9? Tentu bukan! Secara personal (aparatur Al-Zaytun) terutama PG kemungkinan besar benar. Benar, karena mungkin meskipun PG menolak dikaitkan dengan NII, semua informan NII yang saya temui dan laporan-laporan peneliti lainnya membicarakan PG sebagai pimpinan salah satu faksi dalam NII (KW 9) yang meliputi Jabodetabek dan sebagian Jawa Tengah.
Tapi apakah mereka akan menggunakan Al-Zaytun sebagai lembaga yang membesarkan program dan cita-cita NII yang akan mengganti konstitusi? Kemungkinan jawaban “iya” kecil, karena ideologi islamis ekstrem tidak diterima di masyarakat dan secara konstitusi “haram” hukumnya.
Apalagi Al-Zaytun dikenal dekat dengan kelompok teknokrat dan aparatur negara. Langkah subversif yang terbuka akan membuat gerakan mereka gagal, sementara investasi mereka yang sudah sangat besar membutuhkan terus pembiayaan. Membiayai Al-Zaytun dengan bendera NII pasti jualan yang akan tidak laku lagi.
ADVERTISEMENT
Bila benar, seberapa kuat para aktivis underground di Al-Zaytun menunggu “hari kemenangan” untuk menjalankan program-program politik mereka, sementara mereka setiap waktu harus tampil sebagai lembaga persemaian budaya perdamaian?
Uraian-uraian pemikiran Syekh Al-Zaytun yang viral akhir-akhir ini yang banyak dianggap kontroversial sama sekali tidak bisa dipahami sebagai lembaga yang subversif terhadap konstitusi bernegara.
Perdamaian, kerukunan, dan toleransi yang akhir-akhir ini terbuka didemonstrasikan Al-Zaytun sejalan dengan tujuan nasional berbangsa dan bernegara: “mewujudkan perdamaian abadi” di muka bumi. Lalu siapa sebenarnya Al Zaytun.
AL-Zaytun dan Kelompok 'Gangster'
Secara singkat Al-Zaytun adalah lembaga pendidikan pesantren yang menjalankan program pendidikan dari PAUD hingga perguruan tinggi.
Sejak awal berdirinya di akhir tahun 1990-an Al-Zaytun menarik perhatian masyarakat pesantren karena kampusnya yang begitu luas 1.200 hektare di Indramayu dengan gedung-gendung modern besar yang megah dan mewah untuk standar pesantren serta program-program kemandiriannya. Pendirian Al-Zaytun dikaitkan erat dengan gerakan sebuah faksi Negara Islam Indonesia (KW-9) yang cukup marak pada saat itu.
ADVERTISEMENT
Daripada membandingkan NII dengan FPI dan HTI, kita bisa melihat NII seperti organisasi gangster/mafia bawah tanah seperti di beberapa negara Eropa dan Amerika Latin. Bukan rahasia umum, organisasi mafia yang menjalankan kegiatan bisnis ilegal (violence, drug, sex dan gun) ini eksis dan menggurita, tapi susah untuk dibubarkan oleh aparat.
Pada tahap tertentu mereka menentukan kebijakan pemerintah seperti dalam rekrutmen-rekrutmen personal aparatur yang berperan dalam eksistensi dan pendanaan mereka. Begitu juga lembaga NII yang berkamuflase dalam berbagai bentuk organisasi dan personal-personalnya yang betah “menyamar” dalam organisasi aparat atau anggota masyarakat lainnya.
Organisasi sel bawah tanah berbasis loyalitas yang dibentuk melalui proses hubungan erat yang rahasia. Loyalitas antar mereka untuk saling menjaga rahasia teruji melalui inisiasi-inisiasi yang tak terlupakan. Rekrutmen anggota NII persis seperti anggota MLM yang hanya diketahui oleh orang dalam.
ADVERTISEMENT
Antar mereka sendiri tidak saling kenal kecuali diinformasikan oleh sel terdekatnya. Ini organisasi tanpa bendera, tanpa dokumen tertulis, tanpa kantor dan papan nama. Apanya yang mau dibubarkan? Mereka tidak bisa dibubarkan tapi mungkin bisa dilemahkan. Faksi KW 9 yang dipimpin oleh PG menjadi jalan masuk untuk saling memanfaatkan tujuan masing masing.
Intelijen berkepentingan memecah kekuatan NII lewat KW-9, Orde Baru berkepentingan untuk mengamankan suara, PG dengan KW-nya mendapatkan back up politik dan hukum untuk menjalankan program besarya: mendirikan Al-Zaytun. Bagi intelijen, NII yang terbiasa dengan gerakan ala intelijen menjadi teman yang pas untuk saling memanfaatkan dan dimanfaatkan.
Dalam dunia intelijen, berkamuflase/menyamar dalam posisi, peran, bahkan penampilan fisik yang berbeda-beda itu hal yang biasa. Termasuk juga berkamuflase secara “permanen” pada dunia yang telah dimatai-matai karena risiko ataupun keuntungan tertentu.
ADVERTISEMENT
Banyak cerita agen spionase yang justru kemudian “berkhianat” dan mengingkari tugas utamanya memata-matai musuh—berbalik memihak musuh. Ada pula yang kemudian menikmati posisinya hingga justru berada dalam perannya yang menguntungkan kedua belah pihak.
Hingga akhir hayatnya menjadi samar apakah dia masih mata-mata ataukah justru telah berpihak pada musuh. Dalam dunia spionase mungkin saja kedua belah pihak pengirim dan “penerima” akhirnya memanfaatkan keberadaannya.
Dunia underground NII bertemu strategi intelijen Orde Baru yang ingin melemahkan ekstrem kanan, maka lahirlah Al-Zaytun. Awalnya mereka ingin memanfaatkan faksi “alternatif” dalam NII. Mereka lalu saling memanfaatkan, menikmati, dan berakhir ketagihan.
Intelijen ingin menjinakkan ekstrem kanan Islam NII dengan “menanam” agen dan perekayasa sosial di tubuh NII. Para aktivis NII underground mendapatkan kenyataan mereka terlindungi aparat dari serangan sesama NII dari faksi yang lain.
ADVERTISEMENT
Mereka semakin intens berhubungan dengan dunia luar dan mendapatkan kepercayaan, support dan akses serta keuntungan dana yang besar yang harus dikelola dalam dunia nyata bukan imajinasi negara Islam underground.
Mereka menikmatinya lalu melupakan atau terlena atau pura pura lupa sementara tujuan perjuangan mereka sendiri. Kelompok aktivis NII ini oleh faksi lain disebut NII KW 9, dengan imamnya Panji Gumilang yang berkamuflase sebagai Syekh Al-Zaytun.
Sebagian yang masih yakin pada ideologi NII di Al-Zaytun mungkin percaya ini sementara atau dalam masa penyamaran. Sebagian yang lain, yang lebih pragmatis dan mendapatkan keuntungan berpikir untuk apa sebuah ideologi yang tidak menguntungkan diperjuangkan. Para aktivis underground gerakan NII yang masih berada di Al-Zaytun mungkin mereka adalah para aktivis yang terjebak pada dua kemungkinan di atas.
ADVERTISEMENT
Pertanyaannya kapan mereka akan menunjukkan siapa mereka sebenarnya, jawabnya tergantung sejauh mana berideologi “baru” menguntungkan untuk mereka baik secara ekonomi, politik atau sosial.
Jika saat ini yang menguntungkan adalah ideologi Islam progresif maka kelompok NII di Al-Zaytun mungkin akan menguatkan Al-Zaytun dengan jargon perdamaian dan toleransinya. Sebaliknya, jika suatu saat politik Islam menguasai Indonesia, faksi NII di Al-Zaytun akan berpihak pada ideologi mainstream NII.
Jika Al-Zaytun adalah NII, dan jika jargon toleransi dan perdamaian yang mereka usung adalah program kamuflase mereka dalam berbangsa dan bernegara maka program-program pendidikan dan pikiran pikiran progresif Panji Gumilang justru akan menjadi risiko besar bagi eksistensi NII di kemudian hari.
Akan putus generasi yang justru tidak kenal atau bahkan memusuhi NII. Pertanyaanya juga seberapa sabar para aktivis dan pemimpin NII kuat dalam gerakan penyamaran?
ADVERTISEMENT
Melihat testimoni dari para mantan aktivis NII-KW 9 yang mengkonfirmasi peran PG dengan KW 9-nya, dan memperhatikan uraian uraian PG yang menguatkan Pancasila, NKRI dan Kebhinekaan, kita mendapatkan beberapa kontradiski fakta.
Di satu sisi, Panji Gumilang mempunyai rekam jejak dalam gerakan NII yang melawan negara. DI sisi lain uraian uraian PG dan praktik pendidikan di Al-Zaytun justru mewakili common platform bernegara Indonesia yaitu budaya toleransi perdamaian. Dalam posisi terakhir ada harapan, inklusifitas yang digaungkan oleh PG benar benar menjadi program sistematis yang dipraktikkan di Al-Zaytun
Di sisi yang lain, sepertinya pragmatisme mungkin telah menjadi identitas personal pemimpin Al-Zaytun, Panji Gumilang. Di masa pembuka reformasi di mana islamisme sangat menguat, NII KW 9 menggunakan agama demi mendapatkan dana lewat rekrutmen anggota sebanyak banyaknya.
ADVERTISEMENT
Keterbukaan Al-Zaytun memperlihatkan pikiran pikiran “ultranasionalisme” yang baru terjadi dalam setahun ini bukan tidak mungkin adalah usaha untuk mendekati dan mendapatkan keuntungan dari kekuatan politik yang sedang dan akan berkuasa. Pikiran-pikiran brilian “perdamaian” di Al-Zaytun maklum untuk dikagumi tapi perlu diwaspadai motivasi di baliknya.