Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.2
15 Ramadhan 1446 HSabtu, 15 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Hari Perempuan Internasional: Kebijakan Indonesia Akhiri Diskriminasi Gender
14 Maret 2025 16:52 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Aleha Rachmadanti Maryam tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
International Women’s Day atau Hari Perempuan Internasional adalah salah satu hari peringatan yang didedikasikan kepada seluruh kaum perempuan di dunia. Hari Perempuan Internasional yang diperingati pada tanggal 8 Maret setiap tahunnya menjadi pengingat bahwa tidak ada perbedaan antara perempuan dan laki-laki, kecuali perbedaan dalam konteks biologis. Perempuan dan laki-laki pada dasarnya memiliki hak yang sama sebagai seorang individu dan sebagai warga negara. Hal ini berarti setiap individu sudah sepantasnya memiliki kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam bidang apa pun tanpa memandang perbedaan jenis kelamin. Hari Perempuan Internasional menjadi momentum untuk mengevaluasi keberhasilan dari penghapusan diskriminasi gender di suatu negara termasuk di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Refleksi Komitmen Pemerintah dalam Penghapusan Diskriminasi Gender
Indonesia memiliki komitmen untuk menghapus diskriminasi terhadap perempuan dengan memberikan kesempatan bagi perempuan untuk berpartisipasi dalam sektor-sektor publik. Salah satu bentuk komitmen nyata Indonesia untuk menghapuskan diskriminasi terhadap perempuan adalah melalui ratifikasi Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women (CEDAW), konvensi tersebut merupakan perjanjian internasional yang secara spesifik membahas perihal penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan. CEDAW dibentuk pada tahun 1979 oleh Majelis Umum PBB dan pada tahun 1984 Indonesia termasuk ke dalam negara yang turut menandatangani perjanjian ini. Indonesia menyetujui dan menandatangani perjanjian CEDAW pada tanggal 24 Juli 1984, serta meratifikasinya ke dalam UU RI No. 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan CEDAW.
ADVERTISEMENT
Selain ratifikasi konvensi internasional, bentuk komitmen nyata lainnya untuk menghapus diskriminasi gender di Indonesia adalah melalui pembentukan Komisi Nasional Perempuan. Pada tahun 1998, tepatnya setelah kerusuhan Mei 98 Presiden BJ Habibie menerima usulan mengenai pembentukan Komisi Nasional yang berfokus pada isu-isu perempuan. Hal ini agar perempuan bisa bersuara untuk memperjuangkan kepentingannya, bukan hanya menitipkan pada lembaga yang mungkin saja ideologinya berbeda dengan gerakan perempuan. BJ Habibie yang kala itu menjabat sebagai presiden Indonesia akhirnya mengeluarkan Keputusan Presiden No. 181 Tahun 1998 mengenai Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan).
Komnas Perempuan menjadi lembaga yang bersifat mandiri dan independen. Komnas perempuan kemudian mengadopsi kerangka kerja dan prinsip-prinsip CEDAW dalam memperkuat instrumen HAM di Indonesia. Adanya ratifikasi perjanjian CEDAW menunjukkan komitmen Indonesia dalam mengakhiri segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Komitmen untuk menghapus diskriminasi gender juga dilakukan dengan menghapuskan undang-undang yang bersifat diskriminatif terhadap perempuan dan mengadopsi undang-undang yang melindungi hak perempuan, hal tersebut dilakukan sebagai bentuk komitmen pemerintah Indonesia yang telah meratifikasi CEDAW.
ADVERTISEMENT
Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan kebijakan terkait hak perempuan yang tercantum dalam undang-undang. Beberapa di antaranya, seperti UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga dan UU No. 12 Tahun 2022 tentang UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Indonesia juga secara rutin menyerahkan hasil laporan nasional terkait langkah-langkah yang dilakukan untuk mengimplementasikan nilai-nilai CEDAW sebagai kewajiban negara setelah melakukan ratifikasi perjanjian. Dalam laporannya, pemerintah berfokus pada nilai-nilai pemberdayaan perempuan. Nilai-nilai ini dipelopori dan didukung oleh lembaga pemerintah dan organisasi masyarakat sipil.
Selain pemerintah, upaya untuk menghapus diskriminasi gender di Indonesia juga dilakukan oleh organisasi masyarakat sipil dan aktivis-aktivis perempuan yang aktif menyuarakan hak perempuan. Mereka juga berfokus mengkaji isu-isu keperempuanan dan melakukan advokasi kepada kaum perempuan yang ada di masyarakat. Promosi nilai pemberdayaan perempuan tentunya memerlukan partisipasi aktif dari pemangku kepentingan dan masyarakat sipil agar nilai-nilai tersebut dapat terwujud. Organisasi masyarakat sipil dan para aktivis gender inilah yang memiliki peran penting dalam memberikan pemahaman kepada masyarakat luas perihal kesenjangan gender. Salah satu cara yang mereka lakukan adalah dengan aktif berpartisipasi dalam forum-forum diskusi dan turut meramaikan Hari Perempuan Internasional.
ADVERTISEMENT
Tantangan dalam Menghapuskan Diskriminasi Gender di Indonesia
Meskipun Hari Perempuan Internasional menjadi momentum kesetaraan gender, realitasnya masih banyak ketimpangan antara laki-laki dan perempuan. Perempuan masih menghadapi kesulitan dalam berpartisipasi di lingkup politik, sosial, ekonomi, atau budaya. Salah satunya karena budaya patriarki masih mengakar di kehidupan masyarakat Indonesia. Terutama bagi mereka yang tinggal di daerah dengan budaya patriarki yang masih kental. Di sinilah kesenjangan sosial antara laki-laki dan perempuan masih terjadi secara sistematis.
Patriarki merupakan sistem atau konstruksi sosial yang menempatkan kaum perempuan sebagai kelas bawah dan kaum laki-laki berada di kelas atas. Budaya patriarki inilah yang menjadi faktor utama mengapa perempuan sering kali merasa dieksploitasi dan dipandang sebelah mata dalam kehidupan sosial. Tidak semua perempuan mendapatkan kebebasan untuk menjalani kehidupannya, seolah-olah hidup mereka telah diatur hanya untuk mengurus urusan domestik di rumah. Akan cukup sulit untuk menghapus patriarki karena budaya ini sudah melekat sejak lama di kehidupan masyarakat. Butuh waktu yang cukup lama dan dukungan dari semua elemen masyarakat agar patriarki dapat dihapuskan.
ADVERTISEMENT
Selain patriarki, kesetaraan gender di masyarakat masih menghadapi beberapa tantangan, seperti diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan. Bentuk diskriminasi dapat berupa pengecualian dan pembatasan terhadap kelompok tertentu. Diskriminasi terhadap perempuan dapat berimplikasi pada perusakan pengakuan atau penggunaan hak asasi manusia untuk mendapatkan kebebasan dalam berpartisipasi di sektor publik. Perempuan sering kali dianggap sebagai makhluk yang lemah sehingga selalu dipandang sebelah mata. Masih banyak masyarakat entah perempuan atau laki-laki yang menganggap bahwa perempuan ditakdirkan untuk diam di rumah mengurus kebutuhan domestik.
Kejahatan dan kekerasan masih rentan terjadi terhadap perempuan, seperti kekerasan verbal, fisik, dan seksual. Dilansir dari laman Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), pada rentang Januari hingga Juni tahun 2024 tercatat ada 7.842 kasus kekerasan terhadap anak dengan 5.552 kasus di antaranya dialami oleh anak perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa kekerasan terhadap perempuan tidak hanya terjadi pada perempuan remaja atau dewasa saja tetapi juga anak-anak. Angka kasus yang tinggi memperlihatkan bahwa kekerasan terhadap perempuan dapat terjadi di mana saja. Kekerasan-kekerasan inilah yang membuat perempuan tidak selalu merasa aman, bahkan di lingkungan keluarga sendiri karena beberapa kasus kekerasan terhadap perempuan terjadi di lingkungan keluarga.
ADVERTISEMENT
Sumber:
Komnas Perempuan. (2024). Siaran Pers Komnas Perempuan Merespon 40 Tahun Ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan. Diambil dari https://komnasperempuan.go.id/siaran-pers-detail/siaran-pers-komnas-perempuan-merespon-40-tahun-ratifikasi-konvensi-penghapusan-segala-bentuk-diskriminasi-terhadap-perempuan.
Komnas Perempuan. (2017). Siaran Pers Komnas Perempuan: Catatan Komnas Perempuan 33 Tahun Ratifikasi Konvensi CEDAW di Indonesia. Diambil dari https://komnasperempuan.go.id/siaran-pers-detail/siaran-pers-komnas-perempuan-catatan-komnas-perempuan-33-tahun-ratifikasi-konvensi-cedaw-di-indonesia.
UN Women. (n.d.). Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women. Diambil dari https://www.un.org/womenwatch/daw/cedaw/.
Kemen PPPA. (2024). Resiliensi Digital Cegah Anak Menjadi Korban Kekerasan. Diambil dari https://kemenpppa.go.id/page/view/NTI4NA==.
Komnas Perempuan. (n.d). Sejarah Komnas Perempuan. Diambil dari https://komnasperempuan.go.id/sejarah.
Siahaan, A. Y., & Fitriani, F. (2021). KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP IMPLEMENTASI CONVENTION ON THE ELIMINATION OF ALL FORMS DISCRIMINATION AGAINTS WOMEN (CEDAW) ATAS HAK PEREMPUAN DI INDONESIA. Jurnal Darma Agung, 29(2), 193-203.
ADVERTISEMENT