Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Belajar Konten dan Diskusi Positif di Media Sosial Bersama #BagikanDenganBenar
28 Maret 2021 23:57 WIB
Tulisan dari Alexander Arie tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ada hari-hari ketika saya cukup lelah untuk melihat betapa kabar kabur begitu mudah beredar di media sosial ketika kabar yang benarnya justru lebih minim gaungnya. Kalau lagi nggak lelah, biasanya saya meluangkan waktu untuk menulis sedikit konten positif untuk meluruskan suatu kabar kabur, biasanya terkait isu obat dan makanan , dan kemudian entah mengirimnya ke media alternatif, menuliskannya di platform UGC, atau ya ditulis biasa saja di blog saya.
ADVERTISEMENT
Kelelahan itu sebenarnya normal. Kalau lagi membaca perundungan pada tulisan-tulisan saya tentang vaksin COVID-19 maupun uji klinisnya, sesungguhnya saya malas menulis lagi. Mending juga cuci piring atau nyetrika. Akan tetapi, upaya untuk tetap turut serta dapat upaya berkonten dan berdiskusi positif di media sosial sejatinya tiada pernah padam. Paling ya sembunyi aja...
Beberapa waktu lalu, algoritma Instagram mengantarkan saya pada suatu gerakan bertajuk Akademi Virtual #BagikanDenganBenar. Di sela-sela tesis sik ora rampung-rampung iki, saya kemudian mencoba mendaftarkan diri dan ndilalah termasuk dalam 20 peserta terpilih.
Mengapa saya mendaftarkan diri?
Sederhana saja. Waktu edar saya di dunia akademis tinggal 5 bulan sebelum kembali ke dunia profesional. Di periode yang sedikit lagi ini, saya ingin melengkapi diri sebanyak-banyaknya dengan apapun yang dapat memperkaya isi otak saya. Siapa tahu kelak membantu apapun yang saya lakukan di dunia profesional.
ADVERTISEMENT
Alasan kedua, tentu saja karena topik yang ditawarkan dan pembicara-pembicara pada akademi virtual ini cukup keren dan memang orang-orang yang kondang dalam urusan linimasa.
Belajar Apa di #BagikanDenganBenar?
Total jenderal kegiatan Akademi Virtual ini berlangsung selama 4 hari dengan durasi per hari sekitar 3-4 jam. Hari yang diambil juga adalah Sabtu dan Minggu. Sialnya, dua kali hari Sabtu itu pas istri saya ada pekerjaan. Walhasil, dua kali hari Sabtu itu pula anak saya baru mandi jam 2 siang segera sesudah kegiatan usai.
Pada hari pertama, topik yang dipelajari adalah perihal Transformasi Konflik dari Akar Rumput Melalui Media Sosial, dibawakan oleh Rudi Sukandar (Director of LSPR Centre for Research, Publication, and Community Service). Sesi ini kemudian dilanjutkan dengan sesi perihal Analisa dan Diskusi Studi Kasus di Indonesia oleh Zain Maulana (Direktur Eksekutif Centre for Development and International Studies, UMY) dan Daniel Awigra (Human Rights Working Group).
ADVERTISEMENT
Sudah kayak kuliah ya? Teori lanjut studi kasus. Dan sebagai apoteker yang menemukan keseruan kuliah ilmu sosial di jejang Magister, materi di hari pertama ini tentu cukup dapat diikuti.
Keesokan harinya, Minggu 22 Maret 2021, materinya adalah tentang Psikologi di Balik Ujaran Kebencian oleh Roosalina Wulandari (Psikolog Klinis). Dari materi ini, kita jadi tahu bahwa kebencian itu bukan sekadar benci. Ada penyebab yang jauh lebih dalam, bahkan jauh lebih dalam dari cinta diam-diam. Materi berikutnya dibawakan oleh Ismail Fahmi (Drone Emprit). Materi yang ini cukup relevan bagi saya yang memang tengah menganalisa engagement publik di media sosial.
Pada sesi ini saya sempat bertanya soal fenomena micro influencer suatu instansi yang rajin sekali update-nya dan rajin pula saling berkomentar satu sama lain. Saya tahu karena beberapa kali ikut project yang sama dan jadilah follow-follow-an dengan para micro atau bahkan nano influencer tersebut. Rupanya, hal ini juga dapat dianalisis pada Drone Emprit.
ADVERTISEMENT
Setidaknya hal itu melengkapi pustaka-pustaka yang saya baca perihal Government 2.0 bahwa citizens engagement itu memang penting, tapi engagement yang tidak organik tidak akan membawa suatu konten pada level yang berbeda.
Hari ketiga, peserta bersua dengan Damar Juniarto (SAFENet) untuk mempelajari tentang dua kata yang tarik ulurnya panjang betul di negeri ini: ujaran kebencian. Dua kata tapi diskusi satu jam saja kurang jadinya. Hal itu kemudian dilengkapi dengan diskursus kebebasan berekspresi yang dibawakan oleh Yuyun Wahyuningrum (Wakil Indonesia di AICHR).
Dari 3 hari ini, saya akhirnya sungguh memahami alasan kenapa Pak Asep, senior saya di kantor lama yang notabene seorang scientist kelas wahid pada akhirnya bisa ngeblok saya di Facebook hanya gara-gara saya doyan berkomentar di lapaknya soal pilihan politik.
ADVERTISEMENT
Bayangkan, segala teori dari para pakar kok ya saya gunakan untuk menganalisis Pak Asep seorang. Sedih amat.
Di hari terakhir, peserta akademi bersua dengan Wildan Mahendra Ramadhani (SabangMerauke), Agung Yudha (Twitter), dan Noudhy Valdryno (Facebook). Pada hari ini, pembahasannya sudah di teknis, baik teknis membangun engagement, maupun teknis media sosial berikut algoritmanya.
Pada akhir akademi virtual ini, para peserta diminta mengerjakan dan mempresentasikan mini project yang tentu saja terkait dengan media sosial itu sendiri.
Secara umum, inti yang saya peroleh adalah kebutuhan kita untuk membanjiri lapak dengan konten positif. Walau demikian, bukan berarti kritik tidak boleh ya. Kritiklah secara tepat dan bebas dari ujaran kebencian. Masalah 'membanjiri' itu kemudian merupakan prahara sendiri bagi content creator sambilan kayak saya yang kadang-kadang sehari bisa ngonten lima biji, tapi lima bulan kemudian zonk.
ADVERTISEMENT
Semoga ada lanjutan #BagikanDenganBenar selanjutnya supaya ilmu-ilmu semacam ini bisa dibagikan dengan lebih luas lagi. Monggo silakan digoda para pengelolanya di Twitter @bagikandgnbenar dan Facebook serta Instagram @bagikandenganbenar. Siapa tahu kalau digeruduk publik kayak akun BWF, pengelolanya mau bikin gelombang berikutnya.
Tabik~