Sang Penyelamat Bernama Nigel Pearson

Alexander Arie
Mahasiswa pascasarjana yang nyambi mengasuh anak di rumah saja
Konten dari Pengguna
18 Januari 2020 22:37 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Alexander Arie tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Nigel Pearson dan Nathaniel Chalobah (Foto: REUTERS/David Klein)
zoom-in-whitePerbesar
Nigel Pearson dan Nathaniel Chalobah (Foto: REUTERS/David Klein)
ADVERTISEMENT
Banyak penggemar bola mengenali Leicester City atas musim mengagumkan pada 2015/2016 ketika mereka secara mengejutkan meraih gelar Premier League. Sebuah titel yang hingga kini bahkan belum bisa diraih oleh tim bergelimang sejarah seperti Liverpool. Mungkin musim ini bisa diperoleh karena posisinya sedang on the way.
ADVERTISEMENT
Nama Claudio Ranieri sontak menjadi buah bibir. Bayangkan, The Tinkerman adalah pelatih Chelsea saat Roman Abramovich mengakuisisi The Blues, tapi nihil gelar juara meski kala itu dirinya bisa belanja sebebas manajer di Football Manager. Eh, begitu melatih klub tidak kondang dengan sumber daya terbatas secara dadakan seperti tahu bulat, malah bisa juara.
Padahal, melihat Leicester City musim itu sejatinya masih satu rangkaian dengan musim sebelumnya, 2014/2015. Ketika itu, secara mengejutkan, Leicester City yang menghabiskan lebih dari separo musimnya di zona merah justru bisa lolos dari jerat degradasi lewat 7 kemenangan dalam 9 laga penentuan.
Dalam 7 laga itu, nama-nama kondang masa kini seperti Jamie Vardy dan Riyad Mahrez juga turut menyumbang kontribusi lewat gol-golnya. Lantas apakah pelatihnya adalah Ranieri?
ADVERTISEMENT
Tentu tidak. Magis di akhir musim 2014/2015 itu dipersembahkan oleh pelatih yang untungnya tidak dipecat meskipun The Foxes sejak pekan 13 hingga 31 ada di dasar klasemen. Namanya Nigel Pearson.
Ketika Ranieri dipuji, maka Pearson tidak ketinggalan. Bukan apa-apa, kecuali Christian Fuchs, Shinji Okazaki, dan N'Golo Kante seluruh pemain utama di skuad juara Ranieri adalah warisan Pearson. Ya, termasuk Vardy dan Mahrez, tentu saja. Bahkan sebenarnya Fuchs dan Okazaki pun diresmikan 1 hari sesudah Pearson dipecat, alias proses kedatangannya juga masih terkait dengan sang pelatih.
Pearson sendiri terpaksa meninggalkan tim yang dibawanya dari Championship itu dengan alasan yang cukup bisa diperdebatkan. Per 30 Juni 2015, Pearson dan Leicester City mengakhiri hubungan kerja sama tidak lama sesudah beredarnya video tidak senonoh tiga pemain Leicester City di Thailand dan ditengarai terjadi pada saat tur yang digelar pasca musim berakhir.
ADVERTISEMENT
Kita ketahui, Leicester City memang dimiliki oleh orang Thailand, jadi wajar kalau klubnya dibawa menuju negara tetangga agak jauh Indonesia tersebut.
Perkaranya adalah salah satu dari tiga pemain itu bernama James Pearson, anak dari sang pelatih. Bayangkan betapa capaian mengejutkan di akhir musim serta kontrak yang sebenarnya masih ada, harus diakhiri gara-gara ulah anak yang pada saat kejadian sudah berusia lebih dari 20 tahun! Kalau kata orang Jawa, anak polah bapak kepradah.
Demikianlah Pearson kemudian hilang dari pembahasan, terlebih karirnya di Derby County dan OH Leuven hanya menghasilkan persentase kemenangan di bawah 40 persen dan selalu berakhir duluan daripada masa kontrak.
Kalaulah ternyata ada yang ingat pada keajaiban Pearson, Watford rupanya. Tim ini sedang nggak karuan nasibnya sejak awal musim sampai dengan Desember 2019.
ADVERTISEMENT
Mengawali musim dengan 3 kekalahan dan 1 hasil imbang, Watford lantas memecat Javi Gracia, sang pelatih. Mereka tercatat sebagai tim pertama di musim ini yang mengganti pelatih. Nama lawas, Quique Sanchez Flores dibawa kembali ke Vicarage Road.
Hasilnya? Pada laga kedua mantan pelatih Valencia tersebut, Watford justru dibabat 8-0 tanpa ampun oleh Manchester City dan tetap sulit menang di laga-laga berikutnya.
Di Premier League sampai dengan pekan ke-16, Watford hanya membukukan 9 poin, hasil dari 1 kemenangan atas Norwich City dan 6 hasil imbang atas Newcastle United, Arsenal, Sheffield United, Tottenham Hotspur, Bournemouth, dan Crystal Palace. Watford juga kalah dari Wolverhampton Wanderers, Chelsea, Burnley, Southampton, serta Leicester City dalam rangkaian itu.
ADVERTISEMENT
Awal Desember, petinggi Watford menyudahi pengabdian Sanchez Flores untuk kemudian memanggil orang lokal. Ya, Pearson lah orangnya.
Diawali dengan kekalahan dari Liverpool yang memang sedang berjaya, Watford asuhan Pearson akhirnya mendulang kemenangan perdana dalam laga melawan Manchester United. Hasil positif itu kemudian berlanjut terus hingga terakhir pada Sabtu (18/1) berhasil menahan imbang Spurs asuhan Jose Mourinho 0-0.
Artinya, sejak diasuh Pearson, Watford sudah mengumpulkan 14 poin hanya dari 7 laga! Sebuah perolehan yang sangat berbeda dengan capaian dua pelatih non-Inggris sebelumnya. Watford kini mulai merangkak keluar dari zona degradasi berbekal sebulan tidak kalah bersama Pearson.
Capaian 14 poin dari 7 laga awal di liga milik Pearson hanya beda tipis dengan 15 poin dari 7 laga milik Mou di Spurs. Lagi-lagi, catatan yang tidak buruk jika mengacu pada portfolio kepelatihan maupun skuad yang dimiliki.
ADVERTISEMENT
Dengan James Pearson tidak dibawa ke Watford karena sedang bermain di Macclesfield, tentunya prahara kelakuan anak yang bikin bapak kehilangan gawean bisa dinihilkan. So, sejauh mana Pearson akan mampu membawa The Hornets musim ini?