Konten dari Pengguna

Kinez Riza Meleburkan Estetika & Sains Menjadi Karya-Karya Sublim

Alexander Kusuma Praja
Senior Editor dari majalah NYLON Indonesia
30 Januari 2017 18:05 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:19 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Alexander Kusuma Praja tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Alih-alih pengaruh masa kecil, eksplorasi Kinez Riza akan konsep alam, waktu, dan sublim dalam karyanya yang meliputi fotografi, film, dan instalasi sejatinya berasal dari dahaga keingintahuan yang seakan tak pernah puas tentang misteri semesta dan sejarah manusia.
Kinez Riza Meleburkan Estetika & Sains Menjadi Karya-Karya Sublim
zoom-in-whitePerbesar
“Seperti innate predisposition yang tidak bisa dihindarkan, atau bawaan diri yang secara alami selalu mencari metode-metode untuk mewakili suatu hal atau konsep yang selalu berkembang,” ungkap seniman lintas ilmu yang lahir di Jakarta, 25 Agustus 1989 dan berkuliah di London tersebut. Di samping seni dan literatur, minatnya yang meliputi arkeologi dan antropologi telah mengantarnya ke berbagai ekspedisi seru di seluruh dunia. Salah satunya mendokumentasikan hasil penelitian jejak tangan manusia purba dari 40 ribu tahun lalu di sebuah gua di Maros, Sulawesi yang diteliti pakar arkeolog Indonesia dan internasional serta menjadi orang Indonesia pertama yang diterima oleh organisasi The Arctic Circle untuk residensi di Kutub Utara. Senantiasa menggabungkan sisi artistik dan scientific, karyanya pun telah dipamerkan di Amsterdam, Dubai, dan Mongolia.
ADVERTISEMENT
Bagaimana masa kecilmu memengaruhi karyamu saat ini?
Jujur saja saya menghindari kesan autobiografis dalam berkarya, saya rasa latar belakang, asal-usul, dan pengaruh masa kecil bukan the driving factor buat saya berkarya. Tetapi dari masa kecil saya memang punya daya tertarik lebih kepada seni rupa dan sastra secara alami. Orangtua saya sering bilang bahwa waktu kecil saya sering sibuk sendiri dengan keterampilan tangan dan buku, saya susah diganggu, haha.
Apa idealismemu dalam berkarya?
Consolidating my practice is very important to me, dan kematangan karya saya butuh time and space, saya sering merasa kurang puas dengan hasil karya yang mengikuti brief tertentu.
Siapa saja seniman yang menginspirasi?
Terlalu banyak, haha. Saya suka Hiroshi Sugimoto, James Turrell, Olafur Eliasson, Peter Beard, Team Lab, Picasso, Miro, Francis Bacon, Christo, Monet, banyak sekali.
Kinez Riza Meleburkan Estetika & Sains Menjadi Karya-Karya Sublim (1)
zoom-in-whitePerbesar
Bagaimana akhirnya kamu menemukan medium/style favoritmu?
ADVERTISEMENT
Secara tidak langsung, saya membeli kamera analog bekas yang murah dari pasar, setelah melihat hasil cetakan film pertama saya langsung mempunyai afinitas dengan medium photography, yang dilanjuti oleh medium film dan instalasi. Saya suka dengan pandangan implicit and emotive dalam karya visual.
Masih ingat karya atau ekshibisi pertamamu?
Pameran pertama saya digelar oleh D Gallerie, karya-karya saya memperlihatkan gambar alam yang dipadu oleh konteks dan isu representasi. Karya saya tidak mendiskusikan hal-hal yang berbentuk social, political or economic, dan karya saya bukan konseptual, jadi bincangan pada saat itu membandingkan karya fotografi yang jurnalistik atau fotografi seni rupa. Pada saat itu konteks dan isu representasi di belakang karya belum gampang dipahami oleh publik.
ADVERTISEMENT
Bagaimana kamu mendeskripsikan sendiri personal ciri khas dalam karyamu?
Setelah saya perhatikan, ciri khas karya saya memang selalu meliputi konsep alam, waktu, dan sublim, akan tetapi salah satu obsesi saya adalah memperhatikan cahaya, warna, dan fenomena.
Pencapaian paling berkesan sejauh ini?
Pemahaman yang lebih matang tentang proses dan hasil karya saya.
Kinez Riza Meleburkan Estetika & Sains Menjadi Karya-Karya Sublim (2)
zoom-in-whitePerbesar
Apa rasanya menjadi seniman di era social media seperti sekarang?
Era social media masa kini adalah suatu hal yang saya diskusikan secara tidak langsung dalam karya saya, tapi saya menggambarkannya dengan cara yang tidak explicit, justru memperlihatkan obyek kuno, budaya punah atau tradisi masa lampau. Era social media secara alami meningkatkan pehamaman visual kepada penggunanya, jadi bisa dipandang positif untuk meningkatkan pemahaman publik kepada visual arts, mungkin awalnya hadir di exhibition untuk upload foto keren di sosmed adalah hal baru, akan tetapi saya yakin pemahaman lebih baik tentang seni rupa bisa berkembang di luar our own obsession.
ADVERTISEMENT
Bagaimana kamu memandang art scene di sekelilingmu saat ini?
Masih dalam tahap muda, saya lihat rekan-rekan saya bekerja keras dan serius untuk membangun budaya seni rupa yang lebih kekal dan accessible to the general public. Saya merasa bahagia dan bangga melihat hasil kerja keras rekan-rekan saya. Yang kurang diketahui orang lain, seni rupa adalah salah satu indication of modern humans’ intellectual and creative capacity dalam evolusi manusia modern. It has paved the way for culture, civilization and commerce to develop to what it is today.
Apa yang menjadi obsesimu belakangan ini?
Interiors and architecture, saya suka menulis, ke antah-berantah, terobsesi dengan masak dan balanced lifestyle. Walaupun lifestyle saya sering out of balance, haha!
ADVERTISEMENT
Proyek selanjutnya?
Melanjutkan film dokumenter saya tentang human creativity and evolution, sudah dalam tahap production terakhir, mungkin bisa ditayangkan tahun ini.
Kinez Riza Meleburkan Estetika & Sains Menjadi Karya-Karya Sublim (3)
zoom-in-whitePerbesar