Konten dari Pengguna

The Monsta Among Us

Alexander Kusuma Praja
Senior Editor dari majalah NYLON Indonesia
30 Januari 2017 16:38 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:19 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Alexander Kusuma Praja tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Menolak terjebak pada stereotipe produser musik perempuan, TOKiMONSTA adalah definisi dari seorang #GirlBoss di dunia musik elektronika yang ia geluti.
The Monsta Among Us
zoom-in-whitePerbesar
TOKiMONSTA yang bernama asli Jennifer Lee adalah seorang music producer asal Los Angeles yang racikan bunyi elektroniknya telah menarik perhatian kami sejak beberapa tahun lalu (we wrote article about her back in 2012). Kini, setelah merilis empat album electronic dengan tekstur bunyi eklektik dengan influens dari musik classic yang ia pelajari saat kecil dan elemen rap West Coast saat beranjak remaja, dia sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda berhenti. Tak hanya aktif merilis single, me-remix, dan berkolaborasi musisi-musisi keren lain sperti MNDR dan Gavin Turek, ia juga membuat record label sendiri bernama Young Art Records dan tentu saja, tur keliling dunia untuk tampil di berbagai festival bergengsi. Sebelum tampil untuk pertama kalinya di Jakarta dalam Djakarta Warehouse Project 2016, ia pun menyempatkan waktu untuk berbincang dengan saya.
ADVERTISEMENT
Ini pertama kalinya kamu tampil di Indonesia, tapi sebetulnya seberapa sering kamu datang ke Asia dan apa yang paling kamu sukai dari touring? Tentu saja kesempatan untuk bertemu orang baru dan mengunjungi tempat-tempat baru. I love learning about cultures walaupun tentu saja terkadang saya tidak punya cukup banyak waktu untuk jalan-jalan. Saya datang ke Asia kira-kira dua kali dalam setahun tapi selalu ke tempat yang berbeda, and mostly it’s for work.
Boleh cerita sedikit soal album terbarumu yang berjudul FOVERE? Kata “Fovere” dalam bahasa Latin berarti “cherish”. Album ini sebetulnya adalah mini album karena memang tracks-nya tidak terlalu banyak, dan merupakan kelanjutan dari album sebelumnya, Desiderium. Saya melihat kedua album ini sebagai kesatuan yang hampir seperti full album. Merilis dua album ini adalah cara saya menyiapkan pendengar untuk full-length album yang sedang saya kerjakan sekarang. Saya bangga dengan FOVERE karena orang bisa mendengar perkembangan saya sejauh ini sebagai musisi karena dari segi produksi pun saya terus berubah, dan album ini ibarat sneak peek untuk album saya selanjutnya.
ADVERTISEMENT
Di album ini ada lagu berjudul “Giving Up” yang berisi vokal Jonny Pierce dari band The Drums, bagaimana kolaborasi ini terjadi? Saya bertemu Jonny dari mutual friend kami. And it’s kinda shot from the dark, you know? Dia berasal dari genre musik yang berbeda dari saya tapi di saat yang sama kami berdua eksis di skena indie. Sebetulnya awalnya dimulai ketika ia minta saya me-remix lagu The Drums, jadi saya me-remix “There Is Nothing Left” dan setelah itu gantian saya yang minta dia mengisi vokal untuk album saya. It’s worked out really quickly, we did the music video and it’s really simple.
Apa yang kamu cari dari sebuah kolaborasi dan apa kolaborasi impianmu? I like collaborating with artists that have something that I don’t have. Misalnya dengan Jonny dan beberapa vokalis lainnya yang membawa vokal dan lirik ke dalam lagu saya, that’s something I’m not good at. Saya sadar saya bukan penyanyi bagus, dan daripada saya mencoba nyanyi jelek untuk lagu saya, which I could do, lebih baik saya meminta musisi yang saya sukai untuk berkolaborasi. Saya juga berkolaborasi dengan produser lainnya tapi kalau ditanya soal dream collab, saya masih akan menyebut nama Missy Elliott. It’s been dream collaboration since I’m very young.
ADVERTISEMENT
Baru-baru ini kamu juga membuat record label sendiri dengan nama Young Art Records, boleh cerita soal itu? Young Art adalah sebuah label musik yang lahir dari passion saya. I think the label is not meant to make a lot of money karena memang bukan itu tujuannya. Label ini lebih seperti platform bagi saya untuk menampung musisi-musisi yang saya percaya pantas mendapat rekognisi dan spotlight. Ada ribuan musisi di luar sana yang mungkin tidak pernah kita dengar dan saat menemukan mereka, saya ingin membantu mereka mendapat atensi yang pantas. Biasanya dari omongan mulut ke mulut seperti “You should check out this person or this kid”, bisa juga orang yang memang sudah saya kenal seperti Gavin Turek. Dia adalah vokalis yang sering bekerjasama dengan saya sejak dulu dan kami bikin album bareng di label ini karena saya ingin dia lebih dikenal lagi.
ADVERTISEMENT
Apa rencanamu untuk 2017? Saya akan menyelesaikan album penuh saya, merilisnya dan kembali tur lagi. Tentu saja saya ingin segera kembali ke Asia, I always excited to come to Asia. But next plan is I’m gonna go to Bali, not for work tapi murni buat liburan, haha.