Konten dari Pengguna

Kota Ramah Pejalan Kaki: Mungkinkah di Indonesia?

Alexandra nayla Ramadhanti
Pelajar - SMA Citra Berkat
30 Januari 2025 20:52 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Alexandra nayla Ramadhanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber Gambar: ChatGPT
zoom-in-whitePerbesar
Sumber Gambar: ChatGPT
ADVERTISEMENT
Pembangunan kota yang berkelanjutan tidak hanya mengutamakan kemajuan teknologi dan fasilitas transportasi untuk kendaraan bermotor, tetapi juga harus memperhatikan kenyamanan dan keselamatan bagi pejalan kaki. Sayangnya, di banyak kota besar di Indonesia, pejalan kaki sering kali merasa terpinggirkan. Trotoar yang sempit, keberadaan kendaraan yang sering parkir sembarangan di trotoar, serta kurangnya fasilitas penyeberangan yang aman, menjadikan pejalan kaki harus berbagi ruang dengan kendaraan yang dominan di jalan. Hal ini tentu saja berisiko menimbulkan kecelakaan dan ketidaknyamanan bagi mereka yang memilih untuk berjalan kaki sebagai pilihan transportasi sehari-hari.
ADVERTISEMENT
Konsep kota ramah pejalan kaki seharusnya tidak hanya menjadi impian, tetapi harus menjadi agenda utama dalam perencanaan pembangunan kota di Indonesia. Mengapa ini penting? Karena kota yang ramah pejalan kaki bukan hanya menyangkut keselamatan, tetapi juga berkontribusi pada kualitas hidup yang lebih baik bagi penghuninya. Dengan memberi ruang lebih banyak bagi pejalan kaki, kota bisa menjadi lebih hijau, lebih sehat, dan lebih inklusif. Masyarakat yang berjalan kaki akan mengurangi ketergantungan pada kendaraan bermotor, yang pada gilirannya dapat mengurangi polusi udara dan mengurangi kemacetan. Hal ini tentunya sejalan dengan upaya menuju pembangunan kota yang lebih berkelanjutan.
Namun, menciptakan kota ramah pejalan kaki di Indonesia bukanlah hal yang mudah. Salah satu tantangan utama adalah keterbatasan anggaran dan prioritas yang sering kali lebih difokuskan pada pembangunan jalan untuk kendaraan bermotor. Padahal, investasi dalam infrastruktur yang ramah pejalan kaki justru bisa memberikan manfaat jangka panjang, seperti peningkatan kualitas udara, pengurangan biaya kesehatan, dan peningkatan kualitas hidup masyarakat. Misalnya, dengan memperlebar trotoar, menambah jumlah zebra cross yang aman, serta memastikan adanya ruang terbuka hijau di sekitar jalan, pejalan kaki akan merasa lebih nyaman dan aman.
ADVERTISEMENT
Salah satu contoh kota di dunia yang telah berhasil menerapkan konsep kota ramah pejalan kaki adalah Copenhagen di Denmark. Kota ini telah sukses menciptakan lingkungan yang ramah pejalan kaki dengan membangun jaringan trotoar yang lebar, memperbanyak taman kota, serta menyediakan fasilitas transportasi publik yang baik. Keberhasilan Copenhagen menunjukkan bahwa dengan komitmen yang kuat dari pemerintah dan kerjasama dengan masyarakat, kota ramah pejalan kaki bukan hanya sekadar impian, tetapi sesuatu yang dapat diwujudkan.
Di Indonesia, beberapa kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta mulai menunjukkan inisiatif untuk memperbaiki fasilitas untuk pejalan kaki. Namun, meskipun ada langkah-langkah positif, perubahan tersebut masih tergolong lambat dan tidak merata. Oleh karena itu, sangat penting bagi pemerintah untuk membuat kebijakan yang mendukung pembangunan kota ramah pejalan kaki secara menyeluruh dan berkelanjutan. Dengan adanya regulasi yang tegas mengenai infrastruktur untuk pejalan kaki, serta peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga keamanan dan kenyamanan ruang publik, diharapkan kita bisa menciptakan kota yang lebih baik bagi semua kalangan.
ADVERTISEMENT
Kota ramah pejalan kaki bukan hanya sekadar konsep yang harus dicapai, tetapi juga merupakan langkah strategis untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Meskipun tantangan yang dihadapi tidak kecil, dengan perencanaan yang matang, komitmen pemerintah, dan dukungan masyarakat, bukan tidak mungkin Indonesia bisa menciptakan kota yang lebih aman, nyaman, dan berkelanjutan bagi pejalan kaki. Kita harus mulai melihat pejalan kaki bukan sebagai pihak yang terpinggirkan, melainkan sebagai bagian penting dari ekosistem perkotaan yang harus mendapatkan perhatian yang setimpal.