Konten dari Pengguna

Sukses tapi Menderita, Kenali 5 Fakta tentang 'Duck Syndrome'

Alexandra Tamilla
Mass Communication Student at BINUS University
17 November 2021 13:27 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Alexandra Tamilla tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi bebek berenang, Foto: pexels.com/hitesh choudhary
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi bebek berenang, Foto: pexels.com/hitesh choudhary
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Selama ini, kita tentu sering melihat orang lain mencapai keberhasilan dan terlihat bahagia menikmati hidupnya. Banyak yang hidupnya terlihat mudah, seolah tak ada beban yang berarti. Namun, apakah benar begitu adanya?
ADVERTISEMENT
Di balik kesuksesan seseorang, siapa sangka jika nyatanya ada tekanan hebat dan kecemasan yang ditutupi? Faktanya, banyak orang berusaha menutupi masalah dan kecemasannya agar terlihat baik-baik saja. Kondisi ini dikenal dengan istilah duck syndrome.
Lebih jelasnya, duck syndrome merupakan suatu istilah yang menggambarkan kondisi seseorang yang terlihat tenang dan bahagia, namun nyatanya mengalami banyak tekanan dalam hidupnya.
Mengapa dinamakan demikian? Istilah duck syndrome menganalogikan seekor bebek berenang yang terlihat tenang, padahal kakinya berjuang keras di dalam air agar tubuhnya tetap berada di atas permukaan air.
Untuk mengenal istilah ini secara lebih mendalam, berikut 5 fakta mengenai duck syndrome yang dilansir dari Alodokter.

1. Umumnya dialami oleh usia muda seperti pelajar sekolah, mahasiswa, atau pekerja

Ilustrasi mahasiswa sedang stress, Foto: pexels.com/Andrea Piacquadio
Fenomena duck syndrome kebanyakan dialami oleh para anak muda. Salah satu faktor penyebabnya adalah adanya tekanan untuk memenuhi ekspektasi orang tua, serta orang-orang di sekelilingnya. Salah satu contohnya, mengenai tuntutan akademik. Misalnya, tuntutan untuk dapat nilai bagus, ranking satu, IPK yang tinggi, cepat lulus, jabatan tinggi, dan hal-hal serupa lainnya.
ADVERTISEMENT

2. Meski merasakan banyak tekanan, sebagian penderita duck syndrome masih bisa produktif

Ilustrasi kumpulan mahasiswa sedang belajar kelompok, Foto: pexels.com/Ivan Samkov
Meskipun memiliki banyak tekanan, seseorang yang terkena duck syndrome masih dapat produktif dan beraktivitas dengan baik. Hal ini terkait dengan perilaku stoicism, yakni perilaku menghindari pikiran-pikiran stres dan jenuh, atau adanya ketabahan yang kuat.
Namun, perlu diwaspadai bahwa seseorang yang mengalami duck syndrome juga berisiko untuk mengalami masalah kejiwaan, seperti gangguan cemas dan depresi. Faktanya, beberapa penderita akan sering merasa cemas dan tertekan, namun tetap memaksakan diri untuk tampak baik-baik saja.

3. Terdapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terkena duck syndrome

Ilustrasi anak muda sedang bermain media sosial, Foto: pexels.com/Armin Rimoldi
Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang terkena duck syndrome, salah satunya adalah bermain media sosial. Media sosial memiliki peranan yang penting untuk anak muda masa kini, pengaruhnya juga tentu cukup besar. Dalam hal ini, media sosial dapat membuat anak muda menjadi terbuai dengan pikiran bahwa kehidupan orang lain jauh lebih bahagia daripada dirinya.
ADVERTISEMENT
Selain pengaruh dari media sosial, faktor lainnya adalah ekspektasi yang terlalu tinggi dari keluarga dan teman; perfeksionisme; self-esteem yang rendah; peristiwa traumatis seperti pelecehan secara verbal maupun fisik; serta pola asuh orang tua yang terlalu protektif.

4. Penderita duck syndrome cenderung suka membandingkan dirinya dengan orang lain

Ilustrasi anak muda membandingkan miliknya dengan orang lain, Foto: pexels.com/Alexander Suhorucov
Selain perasaan cemas dan tertekan, penderita duck syndrome cenderung akan membandingkan dirinya atau hal-hal miliknya dengan orang lain. Penderita akan merasa bahwa hidup orang lain lebih baik, bahagia, dan sempurna dibandingkan dirinya.
Mereka yang terkena sindrom ini akan merasa susah tidur, pusing, dan susah untuk berkonsentrasi. Tak hanya itu, mereka juga memiliki kecenderungan untuk menganggap bahwa dirinya sedang diamati oleh orang lain, sehingga harus menunjukkan kemampuan terbaiknya setiap saat.
ADVERTISEMENT

5. Jika diabaikan, duck syndrome berpotensi membuat penderitanya mengalami depresi berat

Ilustrasi orang depresi, Foto: pexels.com/Kat Smith
Kecemasan karena adanya tuntutan dan persaingan dalam hidup sebenarnya merupakan hal yang wajar. Namun, ketika kecemasan tersebut berhasil menguasai diri kita hingga stres berat, hal ini tidak dapat dibiarkan begitu saja. Lebih parahnya lagi, jika kita masih berusaha untuk tetap terlihat baik-baik saja.
Faktanya, duck syndrome berpotensi membuat penderitanya mengalami depresi berat, bahkan hingga memiliki pikiran untuk bunuh diri.
Maka dari itu, apabila kamu atau orang-orang terdekatmu merasakan gejala duck syndrome, disarankan untuk segera berkonsultasi dengan dokter atau psikolog. Apabila kamu terdiagnosis mengalami depresi, dokter akan memberikan obat-obatan dan psikoterapi yang membantu kamu untuk dapat pulih.
Selain itu, beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi sindrom ini adalah dengan mengenali kapasitas diri; jangan takut untuk bercerita; belajar untuk mencintai diri sendiri; jalani gaya hidup sehat; ubah pola pikir menjadi lebih positif; lakukan social media detox; serta jangan lupa meluangkan waktu untuk diri sendiri.
ADVERTISEMENT
Tuntutan hidup memang menjadi suatu bagian yang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan seseorang. Kesuksesan adalah suatu hal yang tentunya ingin dicapai oleh semua orang. Namun, apalah arti kesuksesan tanpa jiwa yang sehat? Kesehatan mental dan fisik adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya saling berkaitan dan merupakan hal penting yang tidak boleh diabaikan.
Apabila kamu merasa beban dan tekanan sudah semakin berat, cemas setiap waktu, bahkan ingin bunuh diri, bisa jadi kamu mengalami depresi. Maka, untuk mengatasinya, jangan takut untuk berkonsultasi ke dokter atau psikolog agar mendapatkan penanganan yang tepat.
Sumber rujukan:
1.https://www.alodokter.com/duck-syndrome-gangguan-psikologis-yang-banyak-dialami-orang-dewasa-muda
2.https://www.gramedia.com/best-seller/filosofi-stoicism/