Konten dari Pengguna

Gus Dur Figur Pembela Pluralisme Agama

Ahmad Kada Alfainji Ulinnuha
Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
25 Juni 2024 7:02 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ahmad Kada Alfainji Ulinnuha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
foto: dari Faiz Jauhari, Sahabat Penulis
zoom-in-whitePerbesar
foto: dari Faiz Jauhari, Sahabat Penulis
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Agama adalah sebuah keyakinan yang dimiliki oleh manusia, yang esensi dari kata “keyakinan” ini harus menyatu antara rasa, rasio, dan raga terhadap Sang pencipta dari segala aturannya yang diproklamirkan kepada makhluk seluruh alam.
ADVERTISEMENT
Keberagaman agama di dunia merupakan sebuah fakta yang tak terbantahkan atau lebih sering disebut dengan pluralisme agama. Pluralisme merupakan bagian dari Sunnatullah, yang dalam hal ini, perlunya kesadaran diri bagi manusia, bahwa mustahil di era kondisi sekarang tidak bersinggungan atau berinteraksi dengan orang yang berbeda keyakinan. Namun, sering kali aplikasi keagamaan cenderung memunculkan sikap ofensif, di mana penganut merasa keyakinan mereka adalah yang paling benar dan superior. Dampaknya, dapat menimbulkan ketidakpuasan serta aksi protes antara penganut agama lain yang merasa didegradasikan.
Abdurrahman Wahid, atau sering disapa Gus Dur adalah figur yang cukup mempertimbangkan dalam mensosialisasikan ide pluralisme agama. Beliau dikenal sebagai sosok berpengaruh dalam aksi dan pemikirannya. Banyak yang menganggapnya sebagai pangkal keberanian dalam menanggulangi ketidakadilan, terutama dalam memperjuangkan hak-hak minoritas dan menyelesaikan masalah ketimpangan sosial di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Gus Dur ketika menyoroti demokrasi di Indonesia terhadap nilai-nilai dasar yang luhur seperti, kemanusian, persamaan, dan keadilan. Beliau memandang bahwa hubungan antara nilai-nilai dasar tersebut sangat esensial karena pada era modernisasi yang berlangsung, tidak mungkin bagi seseorang untuk mengabaikan interaksi dengan individu lain yang memiliki keyakinan yang berbeda. Gus Dur sering mengutip ayat Alquran surah Al Hujarat ayat 13 sebagai penegasan bahwa pentingnya nilai-nilai dasar diatas.
اَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْاۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ
yang intinya adalah sesungguhnya perbedaan manusia adalah kehendak Tuhan yang memiliki karakter untuk saling mengenal satu sama lain.
Agama perlu memainkan peran transformatif dalam mendukung demokratisasi kehidupan sosial. Agama harus mengartikulasikan konsep martabat manusia, kesetaraan di hadapan hukum, dan solidaritas yang sejati antar umat manusia, menekankan pentingnya interaksi antar agama dalam menerima nilai-nilai dasar yang universal, yang dapat memperkuat hubungan antar agama. Agama harus terlibat secara konkret dalam pelayanan masyarakat, seperti mengatasi kemiskinan, menerapkan hukum, dan menjamin kebebasan berekspresi.
ADVERTISEMENT
Pluralisme yang digaungkan Gus Dur yakni memadukan antara pemikiran dan tindakan sehingga menjadikan elemen fundamental dalam melahirkan embrio toleransi. Gus Dur menolak eksklusivisme dalam agama, yang menurut beliau, konflik dan kerusuhan yang terjadi dengan dalih agama di beberapa tempat sering kali disebabkan oleh eksklusivisme tersebut. Pemikiran Gus Dur ini sebenarnya singgungan otokritik bagi umat Islam sendiri, mengingat politisasi dan perampasan makna dalam praktik keagamaan.
Ilustrasi toleransi antar sesama foto: pribadi di Ma'had Mihrabbul Muhibbin Ciputat
Sikap yang hanya membenarkan diri sendiri dan menyalahkan orang lain, dapat melemahkan kehidupan bersama sebagai bangsa dan negara. Nilai-nilai pluralisme harus tetap dijaga dalam konteks masyarakat yang demokratis, dan semangat pluralisme akan memperkaya dan memperkuat bangsa ini.
Gus Dur menempatkan Islam dalam kerangka pluralisme agama berdasarkan substansi ajarannya, bukan hanya pada aspek setting sosial belaka. Oleh karena itu, Gus Dur menyampaikan pandangannya sebagai berikut.
ADVERTISEMENT
“Islam adalah sebagai mayoritas di Indonesia, tidak perlu mendominasi kehidupan masyarakat dengan warna tunggal. Islam seharusnya menjadi bagian yang melengkapi dan memperkaya kehidupan berbangsa yang sudah terbentuk kuat di masyarakat. Melihat realitas sosial Indonesia, Islam seharusnya berperan sebagai komplementer yang mendukung pembentukan negara yang kuat, demokratis, dan adil di masa depan. Akar tujuan utamanya adalah menjadikan Islam sebagai kekuatan integratif yang memperkuat kehidupan berbangsa dan bernegara”
Demokrasi sebagai fondasi yang memberikan hak yang sama kepada setiap agama. Oleh karena itu, Gus Dur menentang gagasan menjadikan agama sebagai dasar negara. Bagi beliau, bila suatu agama dijadikan dasar negara, hal ini dapat mengakibatkan warga negara mendapat perlakuan yang tidak adil, terutama dalam hak politik yang berbeda-beda. Gus Dur mencontohkan bahwa pandangan yang sama tentang larangan bagi warga negara non-Muslim untuk menjadi kepala negara di Indonesia saat ini merupakan penolakan terhadap prinsip demokrasi. Beliau menganggap pandangan seperti itu sebagai bentuk peningkatan kedudukan satu agama, khususnya Islam sebagai mayoritas penduduk, di atas agama-agama lain, yang bertentangan dengan prinsip demokrasi yang termaktub dalam Pembukaan dan Pasal 29 Ayat 2 UUD 1945:
ADVERTISEMENT
“Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu.”
Gus Dur senantiasa memberikan sketsa bahwa pentingnya memiliki sikap positif terhadap orang lain, terutama yang memiliki perbedaan dengan kita. Ini adalah kunci untuk membangun komunikasi yang efektif dan menyelesaikan masalah bersama. Bagi Gus Dur, demokrasi adalah jaminan bahwa setiap agama mendapatkan perlakuan yang adil dan setara. Memperjuangkan demokrasi untuk menjamin kesetaraan agama di Indonesia, masih jauh dari esensi sebuah negara demokratis, yang harus diperjuangkan demi tegaknya keadilan, sebagaimana ungkapkan beliau:
Tanpa usaha sungguh-sungguh untuk memperkuat demokrasi yang sejati di negara ini, tentu aspirasi-aspirasi itu akan terbendung oleh kekuatan-kekuatan anti demokrasi itu. Negara kita bukan tempat satu-satunya di dunia ini, di mana keadaan di atas masih berlangsung. Keadaan itu merupakan bagian ciri-ciri yang terjadi di negara-negara berkembang. Oleh karena itu, saat ini kita dituntut untuk bersedia bersama-sama berjuang demi kebebasan dan untuk meningkatkan kualitas demokrasi di negeri kita”.
ADVERTISEMENT
Secara keseluruhan, Gus Dur menegaskan pentingnya pluralisme agama dalam memperkaya dan memperkuat kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Beliau menyoroti perlunya toleransi dan keterbukaan dalam menanggapi perbedaan keyakinan, serta menentang eksklusivisme agama yang dapat memicu konflik sosial. Gus Dur juga mengadvokasi peran transformasi agama dalam mendukung demokrasi, dengan mempromosikan martabat manusia, kesetaraan di mata hukum, dan solidaritas antar umat manusia.
Demokrasi bagi Gus Dur adalah fondasi yang memberikan hak yang sama kepada semua agama, sementara beliau menentang penggunaan agama sebagai dasar negara yang dapat mengakibatkan ketidakadilan politik. Pandangan Gus Dur mengajak untuk memperkuat demokrasi sejati sebagai jaminan terhadap kesetaraan agama, serta menantang masyarakat untuk bersama-sama berjuang demi kebebasan dan meningkatkan kualitas demokrasi di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Bagi Gus Dur, demokrasi berarti melihat masyarakat secara menyeluruh dan beliau mengkritik umat Islam yang terkadang cenderung egosentris. Bagi beliau, demokrasi adalah proses serius yang melibatkan pertukaran pandangan yang sungguh-sungguh. Prinsip demokrasi adalah tentang memberi dan menerima yang dalam konteks ini, tidak ada yang bisa memaksa orang lain, misalnya, untuk mengubah keyakinan agamanya. Namun, dalam demokrasi, masyarakat juga harus memberikan ruang untuk pemikiran yang bukan berbasis agama, yang merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan pluralistik.
Dengan sikap positif terhadap perbedaan dan komitmen terhadap nilai-nilai demokratis, Gus Dur memberikan kontribusi berharga dalam merangkul pluralisme dan memperkokoh fondasi demokrasi di Indonesia, menjadikan Islam sebagai kekuatan integratif yang mendukung pembangunan negara yang kuat, demokratis, dan adil untuk masa depan yang lebih baik.
ADVERTISEMENT
Referensi:
Abdurrahman Wahid, “Demokrasi”, Jurnal Panji Maryarakat, No 682, 10 Mei 1991, 1, 24-26.
Abdurrahman Wahid, “Tuhan Tidak Perlu Dibela” Cet.2 (Yogyakarta: LKIS, 2000),190.
Abdurrahman Wahid, Islam Kosmopolitan, “Nilai-nilai Indonesia dan Transformasi Kebudayaan” Cet.1 (Jakarta: The Wahid Insitute, 2007), 288.
Zuly Qadir, “Pembaharuan Pemikiran Islam Indonesia, Wacana, dan Aksi Islam Indonesia” (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), 95.
Arifinsyah, “Dialog Global Antar Agama, Membangun Budaya Damai dalam Kemajemukan” (Bandung: Gitapustaka Media Perintis, 2009), 80.