Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Karena Sang Predator Juga Berhak Dilindungi
31 Oktober 2022 8:54 WIB
Tulisan dari Alfani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
“Di daerah sini masih banyak buayanya Pak. Tiap tahun, selalu ada laporan warga yang menjadi korban serangan buaya” ujar Bapak Rudi, PLT Kepala Dinas Pertanian Pangan dan Perikanan Kabupaten Tana Tidung, Kalimantan Utara.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut disampaikan pada saat kunjungan Siswa Sesdilu 73 Kementerian Luar Negeri RI ke Provinsi Kalimantan Utara, 27 Oktober 2022.
Sepanjang tahun 2022, setidaknya 6 warga Kalimantan Utara menjadi korban keganasan buaya. 4 di antaranya merupakan warga Tana Tidung sedangkan 2 warga lainnya merupakan warga Nunukan.
Buaya muara merupakan jenis buaya terbesar. Dikenal sebagai Man-eater crocodile (Buaya Pemakan Manusia), buaya muara lebih besar dari Buaya Sungai Nil dan Alligator Amerika dengan panjang mencapai 6 meter dan bobot lebih dari 1 ton.
Buaya muara memiliki gigitan terkuat dari semua hewan dan tersebar di perairan pantai Australia, Asia Selatan, dan Asia Tenggara. Buaya Muara merupakan predator puncak dalam ekosistem.
Meski berstatus sebagai predator puncak, buaya sendiri merupakan hewan yang rentan terhadap kepunahan. Jurnal Nature pada 27 April 2022 mengungkap bahwa 21 persen spesies reptil terancam punah. Buaya dan kura-kura adalah reptil yang paling rentan.
ADVERTISEMENT
Komoditas utama dari buaya adalah kulitnya. Harga kulitnya mencapai Rp 35.000 per inci. Harga komoditas dari kulit buaya dapat mencapai ratusan juta hingga milyaran rupiah dan kerap diperdagangkan secara ilegal.
Buaya muara masuk dalam Apendiks I Konvensi Perdagangan Internasional Spesies Tumbuhan dan Satwa Liar Terancam Punah. Buaya Muara juga dilindungi oleh Undang-undang No. 5 Tahun 1990 dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi tahun 2018.
Konflik antara manusia dan buaya menyebabkan timbulnya persepsi yang buruk terhadap satwa buaya. Konflik ini menciptakan antipati warga dan menghambat upaya penyelamatan satwa buaya.
Terusiknya habitat serta makin berkurangnya sumber pakan memaksa buaya memasuki areal pemukiman untuk mencukupi kebutuhan pakannya. Akhirnya konflik pun tak terelakkan.
ADVERTISEMENT
Agar konflik ini tidak terjadi lagi, diperlukan upaya menyeluruh dalam penanganan permasalahan yang ada.
Penataan lingkungan perairan menjadi prioritas dalam penanganan permasalahan. Fasilitas sanitasi tanpa menggunakan sungai, danau, maupun rawa, serta pelatihan penanganan konflik perlu diberikan kepada warga untuk menghindari jatuhnya korban baik dari pihak manusia maupun satwa.
Selain itu, diperlukan himbauan di sekitar lokasi rawan sehingga masyarakat akan waspada saat melintasi lokasi tersebut.
Kerjasama yang baik sangat diperlukan dalam mencegah terjadinya konflik yang akan datang. Kita tentunya menginginkan kehidupan tanpa ada rasa takut dan cemas.
Namun demikian, kita juga harus melindungi keberadaan satwa buaya agar tetap lestari, karena buaya juga punya hak hidup yang sama dengan manusia. Sebagaimana makhluk-makhluk lainnya di bumi, sang predator juga berhak untuk dilindungi.
ADVERTISEMENT