Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Pengalihan Pengadilan Pajak ke bawah Payung Mahkamah Agung
16 Juni 2023 5:58 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Farhan Al Faris tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Negara Indonesia adalah negara hukum. Hal itu disebutkan secara jelas pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hal itu bermakna bahwasanya segala hal yang ada dan hidup di Indonesia dijamin dan ditegaskan dalam hukum yang berlaku (ius consitutum).
ADVERTISEMENT
Sebagai negara yang berdaulat Indonesia menggunakan sistem Trias Politica (Eksekutif, Legislatif, Yudikatif) dalam pembagian kekuasaannya agar terciptanya check and balance serta meminimalisasi dominasi antar-satu lembaga terhadap lembaga lain.
Salah satu dari tiga lembaga yang dibagi kekuasaannya itu adalah Yudikatif. Lembaga Yudikatif sendiri adalah salah satu lembaga yang berada dalam sistem kekuasaan negara (Trias Politica). Yang memiliki tanggungjawab dalam mengawasi dan menjalankan peradilan di Indoensia, memberikan keadilan, dan memutuskan perselisihan hukum atas siapapun yang melanggar aturan yang berlaku di Indonesia.
UU No. 14 Tahun 2002 mendefinisikan Pengadilan Pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi Wajib Pajak atau penanggung Pajak yang mencari keadilan terhadap Sengketa Pajak.
Pengadilan Pajak sendiri merupakan satu-satunya Lembaga Peradilan yang berada di bawah Kementerian Keuangan (Eksekutif) jika dilihat lebih jauh hal ini tidak sesuai dengan konsep Trias Politica, yang mana Lembaga Peradilan harusnya dikontrol dan dijalankan oleh Lembaga Yudikatif.
ADVERTISEMENT
Pengadilan Pajak
Pengadilan Pajak dibentuk dengan tujuan menjamin perwujudan tata kehidupan negara dan bangsa yang adil dan sejahtera, aman, tenteram dan tertib, serta menjamin kedudukan hukum yang sama bagi warga masyarakat.
Oleh karenanya diperlukan suatu Pengadilan Pajak yang sesuai dengan sistem kekuasaan kehakiman di Indonesia dan mampu menciptakan keadilan dan kepastian hukum dalam penyelesaian Sengketa Pajak, karena Badan Penyelesaian Sengketa Pajak belum merupakan Badan Peradilan yang berpuncak di Mahkamah Agung.
Dengan adanya Badan Peradilan yang bertugas secara khusus menangani sengketa/permasalahan perpajakan dapat mempermudah penyelesaian sengketa karena dengan adanya lembaga peradilan tersebut dapat secara matang memutus dan mengadili perkara yang ada.
Pengadilan pajak sendiri merupakan peradilan yang tidak berada di bawah Mahkamah Agung mengenai pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan namun berada di bawah Departemen Keuangan atau Kementerian Keuangan.
ADVERTISEMENT
Tentunya hal ini bertentangan dengan prinsip “Peradilan bebas dan tidak memihak”. Jika kita berkaca pada prinsip tersebut—dan mengomparasikan dengan Pengadilan Pajak yang pembinaan organisasi, administrasi, serta keuangannya berada di bawah Departemen Keuangan atau Kementerian Keuangan—tentu hal terebut tidaklah relevan.
Hal itu juga melanggar prinsip “Peradilan bebas dan tidak memihak” karena tidak berada di bawah Lembaga Yudikatif (Mahkamah Agung) yang memang bertugas untuk mengatur hal tersebut.
Hal yang tidak relevan yang menjadikan Pengadilan Pajak memiliki keterpihakan ialah terdapat pada kewenangan Menteri Keuangan terhadap pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan Pengadilan Pajak.
Sehingga Menteri Keuangan memiliki kewenangan untuk mengatur Advokat apabila ingin mendampingi atau mewakili klien yang bersengketa dengan Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) yang berada di bawah kekuasaan Kementerian Keuangan untuk beracara di Pengadilan Pajak.
ADVERTISEMENT
Selain itu dalam penanganan perkara pajak, yang otomatis ketika didapati seorang advokat beracara terhadap kasus pajak otomatis ia berhadapan dengan Ditjen Pajak. Dan apabila upaya yang dilakukan Ditjen Pajak akan berujung pada penyelesaian di Pengadilan Pajak, dan posisi Pengadilan Pajak berada di bawah kekuasaan Kementerian Keuangan tentunya akan menimbulkan kesan keberpihakan.
Terlebih lagi hakim-hakim Pengadilan Pajak rata-rata mantan Direktur Jenderal (Dirjen) pada Ditjen Pajak. Ketentuan Pasal 5 ayat (2) UU 14/2002 secara jelas telah merusak independensi kekuasaan Kehakiman yang bebas dan merdeka.
Judicial Review Mahkamah Konstitusi
Setelah berjalan kurang lebih 21 Tahun UU 14/2002 Tentang Pengadilan Pajak yang Peradilannya berada di bawah naungan Departemen Keuangan/Kementerian Keuangan mengalami perubahan/transisi ke Payung Mahkamah Agung (Yudikatif).
ADVERTISEMENT
Judicial Review yang dilakukan oleh tiga pemohon atas nama Nurhidayat, S.H., Allan Fatchan Gani Wardhana, S.H., M.H., dan Yuniar Riza Hakiki, S.H., M.H., yang masing-masing memiliki pokok perkara dan kerugian yang berbeda-beda.
Judicial Review yang diajukan oleh Pemohon memiliki dasar argumen yang kuat dan ditafsirkan dengan baik. Para pemohon mengungkapkan mengenai adanya kekeliruan dan ketidakkonsistenan Lembaga pembuat UU.
Karena Pemohon merasa Pasal 5 UU 14/2002 dimulai dari ayat (1) sampai ayat (3) tidak konsisten dan berbeda-beda dalam ayat yang termaktub di Pasal 5 UU 14/2002 Tentang Pengadilan Pajak. Pemohon merasa Pasal 5 terutama ayat (2) bertentangan dengan UUD 1945.
Prinsip Kekuasaan Kehakiman yang bebas dan merdeka sebagaimana dijamin dalam suatu negara hukum yang menjamin kepastian hukum yang adil sebagaimana dijamin dalam Pasal 1 ayat (3), Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
Pemohon lain yang merupakan Sekretaris Jenderal di Pusat Studi Hukum Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (PSHK FH UII) pula menafsirkan dan memberikan pandangan mengenai terlanggarnya Hak Konstitusionalnya.
ADVERTISEMENT
Yakni dengan berlakunya Pasal 5 ayat (2) UU 14/2002 yang mengatur pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan dilakukan oleh Kementerian Keuangan justru merugikan hak konstitusional karena ketika akan menjelaskan dan mendesain norma hukum tentang penyelesaian sengketa perpajakan yang ideal sesuai dengan prinsip independensi kekuasaan kehakiman sebagaimana kajian-kajian PSHK UII
Berdasarkan pertimbangannya Hakim memutus Permohonan yang dilayangkan oleh 3 Pemohon terhadap Uji Materiil UU No. 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak dengan Amar Putusan:
Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi dibacakan dalam sidang terbuka untuk umum pada Kamis, 25 Mei 2023 Kementerian Keuangan wajib melakukan transisi kepada Mahkamah Agung secara bertahap mengenai Pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan bagi Pengadilan Pajak selambat-lambatnya tanggal 31 Desember 2026.
ADVERTISEMENT
Referensi
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 26/PUU-XXI/2023