Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Kamar Pidana Keuangan Raja, Embrio KPK Prancis Sebelum Revolusi
12 Juni 2024 14:26 WIB
·
waktu baca 13 menitTulisan dari Alfi Rahmadi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Daniel François Voysin turun dari gerbong keretanya di depan Grands Augustins di Paris pada suatu pagi, Maret 1716. Delegasi para hakim terbaik yang dipilih dari sejumlah pengadilan kerajaan menyambut Kanselir Prancis itu pada peresmian Kamar Kehakiman baru. Inilah Kamar Pidana Keuangan Raja dengan tujuan membangun pengadilan yang lebih kuat untuk menghukum mereka yang menyelewengkan keuangan kerajaan.
ADVERTISEMENT
“Kekacauan dalam keuangan raja”, kata Voysin dalam pidato pembukaannya, “Adalah konsekuensi yang disayangkan tetapi hampir tak terhindarkan dari perang; dan tidak ada yang lebih menguntungkan setelah perdamaian dipulihkan daripada reformasi pelanggaran dan memperbaiki kesalahan.”
Untuk penyelidikan gangguan ini “…Anda telah ditugaskan,” lanjut Voysin menyemangati para hakim dengan menyimpulkan, “Anda akan mengembalikan kekayaan ke kerajaan dengan membuat orang-orang tertentu mengembalikan pundi-pundi yang cukup besar dimana mereka secara tidak adil mengambil keuntungan.”
***
Sebelum Revolusi 1789 meletus, banyak sarjana meremehkan integritas yudisial Kehakiman. Tidak hanya di Prancis tetapi di semua monarki Eropa. Arus besar para sejarahwan dan ahli menilai bahwa korupsi pada abad pra modern dan modern awal Eropa adalah fitur birokrasi kekaisaran yang mengakar dan struktural, yang justru bersemayam dalam konstitusional. Artinya, apa yang menjadi jenis-jenis korupsi pada zaman kini dilegitimasikan melalui konstitusi masa lalu.
ADVERTISEMENT
Oleh karenanya hampir tidak ditemukan praktik korupsi pada periode itu dalam konsep dan definisi korupsi masa kini sebagaimana kecenderungan penilaian para ahli politik, seperti James C. Scott, ilmuan politik dan antropologi spesialis perbandingan politik dari Universitas Wisconsin dan Universitas Yale. Arus besar para sejarahwan dan ahli telah menarik garis utama pembatas korupsi-tidaknya pada periode transisi abad pra modern (sebelum abad ke-18) dan menuju modern awal terletak pada perbedaan “publik” dan “swasta”.
Para ilmuan seperti Scott menilai tidak mungkin menemukan “korupsi” pada masyarakat abad modern awal justru karena tidak adanya perbedaan “publik-swasta” itu. Tetapi ketika adanya pemisahannya secara jelas dan formil setelah tahun 1800, barulah bentuk-bentuk korupsi abad modern dikenal dan semakin teridentifikasi secara modern melalui adanya berbagai undang-undang, yang arus besarnya menguraikan sektor publik-private untuk kepentingan publik. Proses pemisahan sektor publik-swasta atau private ini selalu menumpahkan darah.
ADVERTISEMENT
Di Prancis, walaupun ada pembaruan peradilan sebelum Revolusi, pada umumnya para sarjana menafsirkannya sebagai kedok untuk mengambil alih pemodal kerajaan dan mengganti jaringan klien lama dengan yang baru. Tapi uniknya, doktor sejarah Universitas Colombia, Erik Goldner, melawan arus jamak.
Asisten profesor Departemen Sejarah Universitas Negeri California-Northridge itu memang tidak sepenuhnya menepis persepsi dan interpretasi sinis tersebut, tetapi hasil kajiannya menegaskan bahwa interpretasi seperti itu mungkin dalam batas tertentu hanya berlaku untuk Kamar Kehakiman sebelumnya dan tidak berlaku untuk pengadilan 1716-1717, yang ia sebut sebagai “Kamar baru”.
Itulah inti dari hasil kajian disertasi Erik Goldner di Universitas Columbia 2008 tentang “Public Thieves: French Financiers, Corruption, and the Public in the Chamber of Justice of 1716–17”. Disertasi ini ia ringkas melalui karyanya “Corruption on Trial : Money, Power, and Punishment in France’s Chambre de Justice of 1716” (2013).
ADVERTISEMENT
Dengan analisis terhadap manuskrip berupa berkas-berkas putusan pengadilan 1716-1717 sebagimana Kamar Kehakiman yang diresmikan sang Kanselir Prancis di atas, kajiannya membuktikan bahwa Kamar Kehakiman di rentang periode singkat ini telah mematuhi norma-norma peradilan kontemporer serta sukses menghukum puluhan orang penjahat keuangan raja; suatu putusan hukum yang sangat jarang terjadi di Eropa berabad sebelumnya.
Kamar Pidana periode pendek ini bak lex specialis dari fitur sejarah korupsi monarki di Eropa yang telah mengakar panjang. Proses peradilan Kamar Pidana Keuangan Raja 1716-1717 tergolong cepat dan lebih komprehensif dari aspek profesi terdakwa, modus operandi korupsi, skala korupsi maupun variasi vonisnya. Inilah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Prancis, yang pada awal abad ke-18 itu masih terfokus pada tindak pidana keuangan raja.
ADVERTISEMENT
Periodenya memang singkat, rentang Maret 1716 sampai Maret 1717 dari rentang panjang 73-74 tahun sebelum Revolusi Prancis 1789, tetapi pengadilan pendek ini telah menjatuhkan vonis kasus penyalahgunaan keuangan raja sebanyak 89 putusan dari total 99 kasus yang diproses Kamar Kehakiman.
Dari aspek jenis putusan, jumlah tersebut terdiri dari: kasus berat (20 dari 22 kasus), sedang (9 dari 10), terang (23 dari 26), menunggu penyelidikan lebih lanjut (8 dari 9), dibebaskan (26 dari 29), mendapat amnesti (1 dari 1 kasus), dan tidak diketahui sebanyak 2 dari 2 kasus (Goldner, 2013: 14).
Dari aspek pekerjaan yang paling umum dari terdakwa yang dihukum oleh Kamar Kehakiman 1716-1717 ialah petugas (15 terdakwa), etapier atau pemasok militer (10), dan kolektor (9). Kemudian disusul oleh agen keadilan (7), keuangan (7), tidak diketahui (7), kontraktor pajak (6), pejabat militer lainnya (6), pedagang (4), petugas desa (4), dan notaris sebanyak 4 terdakwa (Goldner, 2013: 17).
ADVERTISEMENT
Dari aspek bidang dugaan kriminal yang paling umum, kasus penyalahgunaan keuangan raja yang diadili Kamar Kehakiman terdiri dari bidang pasokan reguler militer (19), instrumen utang kertas (17), ukuran koleksi (12), pajak pertanian (11), hambatan pemeriksaan kamar pengadilan (5), milisi-organisasi-pasokan (5), eksploitasi perjanjian (5) dan pengumpulan kapitasi/sistem pembayaran layanan kesehatan sebanyak 4 kasus (Goldner, 2013: 20).
Dari aspek kejahatan yang paling sering dituduhkan ialah berupa mengambil yang tidak terutang (34 terdakwa), kesalahan umum/malversasi (21), perdagangan utang kertas (17), penipuan dalam pasokan militer (16), penggelapan/pengalihan (11), dan penipuan–biasanya dalam dokumen keuangan (10), pelecehan atau kekerasan sebanyak 10 terdakwa (Goldner, 2013: 20).
Tiga dari empat aspek di atas menunjukan tipologi “korupsi lama” keuangan negara di Prancis yang terjadi pada abad modern awal dan satu aspeknya mengenai status hukum antikorupsi pada periode tersebut.
ADVERTISEMENT
***
Prancis memang punya tradisi panjang pengadilan yang bersifat khusus dan komprehensif semacam KPK ini; sebuah institusi pengadilan yang tergolong sedikit jika ada analogi di tempat lain di Eropa abad modern awal. Bahkan pengadilan khusus sejenis KPK pada monarki Prancis sudah muncul pada abad pra modern, setidaknya sejak awal abad ke-14 untuk mengadili mereka yang dituduh menyalahgunakan keuangan monarki. Tetapi pengadilan khusus pada abad ke-14 itu tidak luput dari politisasi (Goldner, 2013: 6).
Mereka selalu menargetkan individu, terutama menteri keuangan yang ingin melenyapkan raja. Mulai tahun 1520-an, barulah pengadilan khusus ini diberikan kekuatan luar biasa untuk menyelidiki tidak hanya beberapa target individu, tetapi semua pemodal mahkota–istilah sezaman yang digunakan untuk orang-orang di Perancis yang mengumpulkan, menyalurkan, dan mengucurkan dana kerajaan.
ADVERTISEMENT
Penelitian Goldner (2013: 6) merekam: selama abad ke-16 setidaknya ada delapan pengadilan komprehensif semacam itu di monarki Prancis dan lima lagi menyusul pada abad ke-17. Tetapi di sepanjang abad ke-17, pengadilan khususnya sangat kaku, berbelit, dan proses sampai vonis menelan waktu antara enam bulan sampai dua tahun kecuali Kamar Kehakiman periode 1661-1665. Tetapi prosesnya tetap saja masih panjang dan kaku. Di antara yang paling menonjol pada periode tersebut (1661-1665) ialah hukuman terhadap menteri keuangan, Nicolas Fouquet, yang dipermalukan dan didenda.
Pada dasarnya, kekuasaan Raja Prancis melembagakan Kamar Kehakiman khusus dari zaman ke zaman untuk memastikan kejujuran pemodal yang dinilai sangat tidak memadai. Biasanya, salah satu di antara lebih dari selusin Dewan Akuntan Kerajaan memverifikasi pembukuan sebagian besar pemegang kantor fiskal, kontraktor, dan petani, tetapi sering beralasan terlambat dalam pengumpulan atau pengeluaran. Selain itu rekening para pemodal sering tidak terpantau setelah jeda yang cukup lama mengendap di pengadilan–terkadang sampai 10 tahun atau lebih (Goldner, 2013: 6).
ADVERTISEMENT
Pada saat krisis, menurut Goldner (2013: 6), monarki bahkan mengizinkan kontraktor untuk melupakan sama sekali akuntansi mereka ke pengadilan sebagai bentuk bantuan atau dorongan agar mereka berpartisipasi dalam kontrak fiskal. Para kontraktor itu mempresentasikan akun mereka secara langsung ke Royal Council dengan harapan pemeriksaannya tidak ketat.
Untuk itulah Kamar Kehakiman 1716-1717 hadir sebagai revitalisasi sistem peradilan khusus (KPK) pendahulunya. Kamar baru ini tanpa antrian panjang; menjangkau penjahat keuangan raja dari berbagai aspek sebagaimana di atas; ditangani oleh hakim-hakim terbaik yurisdiksi monarki; serta menargetkan pengembalian keuangan yang telah diselewengkan secara maksimal. Hakim-hakim terbaik dipilih bertujuan untuk meminimalisir gejolak rakyat terhadap raja yang terpendam selain ketangkasan untuk mendenda terdakwa dalam jumlah besar (Goldner 2013: 7).
ADVERTISEMENT
Di balik semua itu, penelitian Goldner secara eksplisit mengakui bahwa Kamar baru itu dibentuk akibat krisis fiskal yang parah ‘warisan’ Louis XIV. Setelah lebih dari dua dekade perang yang menguras tenaga, monarki Prancis menghadapi apa yang bisa dibilang krisis fiskal terburuk dalam sejarahnya–bahkan lebih buruk daripada yang membantu memicu revolusi 70-an tahun kemudian hingga tekanan kepada pejabat untuk menggunakan pengadilan sebagai sarana untuk mengambil kekayaan dari agen kerajaan menjadi sangat intens.
Georges Goyau, dalam “Ensiklopedi Katolik” (Vol. 9, New York: Robert Appleton Company, 1910), menggambarkan Louis XIV (1638-1715) yang dijuluki Raja Matahari itu meningkatkan kekuasaan Prancis di Eropa melalui tiga peperangan besar rentang 1701-1714: Perang Prancis-Belanda, Perang Aliansi Besar, dan Perang Suksesi Spanyol. Ia memerintah Prancis selama 72 tahun, terlama dalam monarki Prancis dan Eropa. Dinobatkan sejak 1643 dalam usia lima tahun dan mulai berkuasa penuh sejak menteri utama, Jules Kardinal Mazarin, wafat pada 1661.
ADVERTISEMENT
Gary B. McCollim, dalam penelitiannya tentang “Louis XIV's Assault on Privilege, Nicolas Desmaretz and the Tax on Wealth” (Sufolk-UK: Boydell & Brewer Ltd, 2012)–menguraikan bagaimana Louis XIV mereformasi pajak sebelum wafatnya pada 1715. Ia mereformasinya untuk menutup defisit keuangan dan krisis sosial. Sesuai praktik sebelumnya, para pendeta, bangsawan, perusahaan pejabat, dan gaji para pejabat harus ditekan dengan cara tertentu untuk mematuhi pajak baru. Pajak pendapatan dari orang asing di Prancis melibatkan bidang diplomatik.
Tetapi sayangnya tekanan perang dan kebutuhan besar mengendalikan krisis telah memaksa pemerintahan Louis XIV mengambil keputusan yang tergesa-gesa meskipun sangat sadar menghindari provokasi pemberontakan yang dianggap membuat keputusan sewenang-wenang. Pemerintah menargetkan segera penagihan pembayaran untuk kuartal terakhir tahun 1710, tetapi kelak meleset dari target.
ADVERTISEMENT
Belum begitu jelas apakah Kanselir Prancis, Daniel François Voysin, merevitalisasi Kamar Pidana Keuangan Raja 1716-1717 sebagai kelajutan target Louis XIV. Tetapi tampaknya bisa jadi kalau targetnya untuk menekan kas kerajaan (APBN) yang ‘bocor’ serta menghimpun banyak dana untuk mengatasi krisis keuangan dan sosial yang parah akibat fitur kekuasaan Sang Raja Matahari menggunakan kekuatan bersenjata dalam tiga perang besar sebagaimana di atas.
***
Kamar Kehakiman 1716-1717 memang tak sempurna; tak sebanding dengan luasnya fitur sosial mengatasi fenomena parahnya krisis fiskal dan korupsi monarki Prancis pada periode transisi abad akhir pra modern dan abad modern awal. Dengan perbandingan analisis dari para ahli, penelitian Goldner (2013) menginterpretasi bahwa klaim pengadilan ini sebagai mekanisme untuk mengganti satu rezim keuangan yang sepaket dengan “mafia” pada kenyataannya–sebagaimana dikritik oleh para ahli–masih ada puluhan kasus yang dibebaskan majelis hakim.
ADVERTISEMENT
Jika pengadilan menargetkan seseorang secara khusus jatuh pada Paul Poisson de Bourvalais, seorang kontraktor fiskal lama yang sama kayanya dengan ketenarannya, nyatanya dia bebas tanpa ada vonis bersalah-tidaknya akibat pertengkaran jaksa dan hakim hingga kasus ini gagal putusan. Padahal Bourvalais termasuk orang pertama yang ditangkap sejak peresmian Kamar baru ini per Maret 1716.
Kegagalan tersebut menguatkan persepsi bahwa Kamar baru lebih banyak memproses orang-orang yang tidak signifikan secara peran dan finansial. Hanya orang-orang tidak penting yang menanggung beban hukuman pengadilan. Satu-satunya terpidana yang dihukum gantung [meskipun hukuman ini dianggap tidak manusiawi dalam perspektif hukum modern] adalah Jean Penot, orang yang perannya kurang dikenal atau peran sederhana serta dari finansial kekayaannya hanya 1.500 pound. Bendahara militer, Claude François Paparel, meski terhindar dari hukuman gantung berkat pengampunan dari bupati, juga tidak signifikan secara finansial.
ADVERTISEMENT
Fakta bahwa lebih banyak petugas/pelayan yang menjadi terdakwa (aspek pekerjaan) makin menguatkan persepsi tebang-pilih. Petugas hanya bekerja melalui persyaratan umum yang mencakup berbagai fungsi dan kondisi sosial ekonomi, tetapi kontraktor pajak lebih spesifik dengan peran lebih dan sangat signifikan dalam sistem akuntansi; apalagi kalangan ini pada zaman itu terkenal sebagai subjek yang membebani keuangan monarki dengan skema pajak dan banyak musuhnya.
Persepsi tebang-pilih yang lebih banyak menargetkan operator tingkat rendah terkonfirmasi dari jumlah pekerjaan terdakwa yang didominasi oleh petugas atau pelayan (15 terdakwa) dan sedikit kontraktor pajak (5)–tetapi untuk kasus Antoine Barrangue, penelitian Goldner mengklaim–adalah contoh yang bagus.
Pengacara tajir itu berada di bawah pengawasan Kamar baru karena diduga membantu kontraktor terkenal, Jacques Le Normand, mengarang perintah kerajaan dalam pembelian kantor serikat/organisasi Paris. Sekitar 20 tahun sebelumnya, Barrangue pernah berselisih dengan Kamar Kehakiman dalam kasus pembelian kantor Sekretaris Raja yang mengindikasikan kekayaannya yang besar. Dokumen arsip yang disisir Golder (2013: 15-16) pun menunjukkan: Barrangue terlibat hampir 40 kontrak fiskal pada dekade terakhir Louis XIV memerintah hingga menjadikan dirinya salah satu pedagang paling aktif pada periode tersebut.
ADVERTISEMENT
Dengan berbagai kelemahan mendasar organisasi penyelenggara keuangan negara dan sistem Kamar baru 1716-1717, seperti tidak adanya biro Penerima Umum Keuangan, penting untuk dicatat bahwa prosedur pidana yang digunakan oleh Kamar baru ini dan berlaku untuk setiap yurisdiksi lain ialah masih mengikuti Ordonansi 1670. Intinya: mereka yang dituntut merupakan delik aduan dari saksi atau korban. Tanpa itu akan sangat sedikit pelaku ‘kesalahan’ [istilah dalam korupsi lama yang belum didefinisikan secara hukum sebagai kejahatan].
Tetapi dalam penelitian Goldner (2013: 17) bukan di sini masalahnya. Banyak orang melapor dengan menyodorkan berbagai bukti sebagaimana jumlah saksi di Kamar Pidana jumlahnya mendekati 100 aduan, namun diduga lebih banyak lagi yang kemungkinaannya ribuan berdasarkan keluhan saksi dan korban ataupun berkas yang disimpan oleh Kamar baru untuk menggugat pemodal.
ADVERTISEMENT
Ketidakpastian jumlah aduan tersebut akibat cara kerja Kamar baru sangat bergantung pada subjek informasi yang dikuasai oleh kerajaan. Praktik mafia peradilan terasa mencuat dalam dilema seperti ini sebagaimana presenden pertengkaran jaksa dan hakim dalam kasus kakap yang menjerat Paul Poisson de Bourvalais, seorang kontrak fiskal senior; Antoine Barrangue, pengacara tajir; serta terdakwa dari kalangan agen keadilan sebagaimana di atas. Di satu sisi, pihak kerajaan yang menguasai “informasi keadilan” ingin menyerap pajak secara optimal akibat krisis berkepanjangan, namun di sisi lain mereka tebang-pilih dalam membuka informasi.
Dari kajian Goldner (2013: 10-28) tampak tetapi semua kasus pemodal mahkota–pihak yang mengumpulkan, menyalurkan, dan mengucurkan dana kerajaan dilimpahkan ke Kamar Pidana dengan motif sebagaimana berlaku pada dekade dan abad sebelumnya. Terasa Dewan Akuntan Kerajaan melindungi kontraktor fiskal yang menguntungkan sejumlah personil tertentu dari kalangan eksklusif kerajaan dengan mengabaikan pelaporan akuntansi mereka–bahkan menangguhkan pelaporannya di pengadilan–agar segelintir kontraktor yang menguntungkan itu tetap berpartisipasi dalam kontrak fiskal.
ADVERTISEMENT
Praktik lama pun mengemuka: melalui suap-menyuap, para kontraktor tersebut lebih suka mempresentasikan akun mereka secara langsung ke Royal Council dengan harapan pemeriksaannya tidak ketat dan Royal Council memberikan kepada mereka kontrak fiskal.
Pada akhirnya, tujuan ganda Kamar baru menghadapi dilema dalam upaya memerangi korupsi keuangan kerajaan di Prancis di zaman modern awal. Masalah Kamar baru bukanlah kecerobohan para hakimnya, tetapi terletak pada pengungkapan kasus-kasus yang bertalian secara kuat dengan monarki Prancis yang korup.
Kemahkotaan kerajaan dapat memanggil siapa saja hakim yang telah benar-benar menyerap rasa kepentingan dan siapa saja hakim berdedikasi, tetapi permainan uang suap-menyuap kontraktor fiskal dan para pejabat kerajaan, termasuk pada bupati yang menguasai daerah-daerah dalam yurisdiksi monarki, berhembus terlalu kuat sehingga sangat menganggu investigasi Kamar baru. Mereka bermanuver secara tiba-tiba dengan cara yang sewenang-wenang untuk menganggu penyelidikan Kamar baru. (Goldner, 2013: 24-25).
ADVERTISEMENT
Sejumlah cendikiawan dekade tersebut merevisi pemahaman kita tentang betapa absolutnya kekuasaan monarki absolut Prancis pada zaman itu sehingga upaya Kamar baru dianggap merupakan latihan kompromi daripada konfrontasi dengan kepentingan sempit kerajaan yang telah mengakar kuat.
Dalam kasus penyimpangan keuangannya sendiri, kompromi dengan monarki justru dilakukan melalui tekanan keuangan. Beberapa hakim yang telah ditunjuk untuk menghukum mereka yang telah menipu raja tanpa disadari dijadikan alat pencitraan reformasi fiskal mengatasi krisis tanpa mereka benar-benar sadari rencana akhir raja dan petinggi yang busuk.
Mereka baru menyadarinya ketika adanya tekanan politik dari para bupati yang menghalangi penyelidikan. Kebutuhan akan uang, didukung oleh kekuasaan bupati dan para penasihatnya, pada akhirnya menghambat kemampuan hakim-hakim terbaik untuk mengadili. Dan setelah sesi hambatan itu berlalu (mungkin juga rasa frustasi hakim), sejumlah hakim terbaik itu pergi ke Istana Kerajaan untuk memberikan penghormatan kepada para bupati.
ADVERTISEMENT
Bila kembali pada cara Goldner memulai kajiannya dengan menggambarkan ketokohan Daniel François Voysin, Kanselir Prancis, berpidato di depan para hakim terbaik dalam peresmian Kamar baru, Maret 1716, hanya sedikit dari para hakim yang mendengar pidato itu yang bisa membayangkan kesulitan yang kelak akan mereka hadapi.
Kamar Kehakiman 1716-1717 akan menjadi yang terakhir dari jenisnya sebagai pengadilan khusus semacam KPK, yang prosesnya lebih cepat dengan target terdakwa dan jenis korupsi yang lebih komprehensif dibanding dekade dan abad sebelumnya sebelum Revolusi tiba.[]