Konten dari Pengguna

Tanjung Batu Badrun

Alfi Rahmadi
Peneliti independen dan Social entrepreneurship
26 Februari 2023 21:17 WIB
clock
Diperbarui 20 April 2023 14:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Alfi Rahmadi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pantai Tanjung Batu Badrun di Sungailiat, Bangka, Kepulauan Bangka Belitung [dok. BANGKA STORINOMIK/Alfi Rahmadi]
zoom-in-whitePerbesar
Pantai Tanjung Batu Badrun di Sungailiat, Bangka, Kepulauan Bangka Belitung [dok. BANGKA STORINOMIK/Alfi Rahmadi]
ADVERTISEMENT
Mungkin ia tak terpikirkan akan begini jadinya. Siapa sangka berawal dari kebulatan tekad untuk memperbaiki nasib di usia kepala lima, pria kelahiran Sungailiat-Bangka 1965 ini sekarang menjadi pelaku pariwisata pantai di Pulau Timah.
ADVERTISEMENT
Tidak ada ilmu pengetahuan apapun tentang kepariwisataan ataupun industri MICE (meeting, incentive, convention, exhibition) sebagai ‘mesin’ pariwisata; dan tidak ada pengalaman secara profesional mengelola sektor ini. Ia cuma penarik “Bentor” (becak motor) di pasar Sungailiat, Kabupaten Bangka, dan sesekali menyediakan jasa konsernya dangdut ala kadarnya.
Satu-satunya modal sosialnya mencebur diri ke industri hijau itu hanya berdasarkan pengalaman dan amatan sehari-hari hampir seluruh hayatnya tentang kebiasaan dan perilaku masyarakat Bangka wisata ke pesisir dan pantai serta tata kelola kawasan yang hanya sebatas memenuhi kebutuhan pengunjung. Kalau mau ditambah: plus setitik pengalaman mengelola konser dangdut dan kediamannya di kawasan pesisir Nelayan Sungailiat.
Meski dengan pengetahuan dan pemahaman sangat terbatas, insting kepariwisataan pria 58 tahun ini bolehlah diadu dengan pemilik Tanjung Pesona Beach Resort & Spa. Ia membuka hotspot baru wisata pantai pada awal 2020 justru bersebelahan dengan hotspot wisata pantai andalan itu yang hanya dipisahkan dengan bongkahan batu granit raksasa dengan formasi menjulang tinggi seperti tebing bukit.
ADVERTISEMENT
Karena pantai yang baru dibuka disamping hotspot wisata pantai andalan itu belum bernama, maka ia beri nama “Tanjung Batu Badrun”.
Batu granit raksasa formasi tebing tinggi (tampak atas dan bawah) pembatas Tanjung Batu Badrun dengan Tanjung Pesona Beach Resort & Spa. Tampak dari kejauhan batu granit dipecah belah untuk bahan bangunan dan hal ini menjadi ancaman kepariwisataan di Pulau Bangka [dok. BANGKA STORINOMIK/Alfi Rahmadi]
Nama lengkap pria setengah abad lebih ini Badrun. Nama Tanjung Batu ia sematkan sesuai kekhasan geografisnya: suatu garis pantai yang memiliki daratan menjorok ke laut dengan keunggulan berbagai formasi batu granit raksasa nan eksotis di sepanjang bibir pantai.
Lokasi Tanjung Batu Badrun diapit di antara Pantai Teluk Uber, Pantai Tanjung Pesona dan Pantai Tikus atau 7 km lebih dari Kuil/Vihara Puri Tri Agung di kawasan Pantai Tikus, tetapi lebih dekat pantai ini kalau dari arah pusat Kota Sungailiat. Untuk menuju Tanjung Pesona Beach Resort & Spa dan kuil umat Konghucu itu pasti melalui terlebih dulu melewati pesisir pantai Tanjung Batu Badrun.
ADVERTISEMENT
Dari tepi jalan raya, dari tikungan Pantai Tanjung Batu Uber Pesona, letaknya sekitar 300 an meter masuk ke dalam kawasan. Jalan sepanjang itu baru sekitar sepertiga beraspal hot mix, tetapi selebihnya juga sudah mulus meski bercorak tanah liat kuning keras.
Secara adminitratif Kabupaten Bangka, posisi Tanjung Batu Badrun dijepit di antara dua kelurahan: Jelitik dan Parit Padang. Dari Bandar Udara Depati Amir Pangkalpinang hanya sekitar 1,5 jam untuk tiba ke hotspot wisata pantai baru ini.
***
Eksotisme formasi bat-batu granit raksasa pantai Tanjung Batu Badrun [dok BANGKA STORINOMIK/Alfi Rahmadi]
Tahun 2019, usai menarik penumpang Bentor, seorang kolega memberi tahu Badrun ada areal pantai samping Tanjung Pesona Beach Resort & Spa yang belum dimanfaatkan sebagai hotspot wisata pantai. Daratan tinggi dengan kontur tanah kuning, lapis permukaan tanah kedua setelah pasir nan putih pesisir pantainya, hanya dipakai masyarakat sekitar untuk berkebun pisang dan singkong.
ADVERTISEMENT
Ia awalnya tak bergeming, karena kepariwisataan sangat jauh dari profesi sehari-harinya sebagai penarik Bentor cum sesekali menjaja jasa konser dangdut. Tetapi setelah meninjau lokasi tersebut matanya berbinar, telinganya berdenging, jantungnya seperti tak berhenti berdegub menyaksikan pesona pantai ‘setengah perawan’ ini.
Disebut setengah perawan karena hanya nelayan kecil, penduduk sekitar kawasan yang cuma sekitar belasan kepala keluarga, dan sesekali buruh penambangan timah lepas pantai yang biasa menikmati pesonanya.
Keunggulan Tanjung Batu Badrun terletak pada berbagai formasi batu granit raksasa dan pasir putihnya selain akses mudah menuju pantainya. Di antara formasi batu granit raksasa ini selain belasan bercorak tebing bukit dengan tinggi 4-12 meter; juga berformasi kubah raksasa yang tidak terlalu melengkung seperti wajan dan berformasi mangkuk, formasi kubus dan lonjong, dan formasi bulat bersegi-segi tak beraturan. Rata-rata tinggi berbagai formasi itu mulai setengah meter sampai 15 meter menjulang.
ADVERTISEMENT
Dari sekian formasi itu, terutama tinggi batu granitnya di atas 1 meter, terhampar celah-celah batu yang menukik dan menumpuk mengelilingi batu-batu tinggi menjulang hingga nampak seperti goa-goa super mini.
Formasi batu-batu granit yang tingginya setengah sampai 2 meter banyak terhampar terjepit di antara celah itu dan ada beberapa yang terpisah seolah berdiri sendiri di atas permukaan tanah yang tampak seperti menhir pada zaman megalitukum. Persis terlihat seperti susunan berjejer batu-batu tua tak beraturan di situs Gunung Padang di Cianjur, Jawa Barat. Sekilas, areal tumpukan batu-batu granit raksasa di Tanjung Batu Badrun ini memang tampak seperti situs yang ada berbagai monumen pada zaman purbakala.
Beberapa di antara hamparan batu granit agak ceper dan setinggi 1-2 meter luasnya hampir sepertiga dan separoh lapangan bola futsal berformasi lantai mirip altar sehingga sangat cocok menjadi tempat meditasi dan yoga. Cocok juga difungsikan sebagai lantai menikmati santapan sekeluarga atau tempat duduk dan rebahan nan romantis bagi pasangan dalam konsepsi paket wisata honey moon.
Aneka formasi batu granik setinggi di bawah 2 meter di pantai Tanjung Batu Badrun menyerupai situs zaman megalitikum [dok. BANGKA STORINOMIK/Alfi Rahmadi]
Batu-batu granit raksasa telah menjadi khas umum pantai-pantai Bangka akibat fenomena astronomis dan geologis jutaan tahun lampau saat pulau ini tanpa penghuni manusia.
ADVERTISEMENT
Selain dipercaya secara ilmiah sebagai kawasan bekas dapur magma berbagai gunung berapi karena geografi Pulau Bangka menjadi bagian dari barisan gunung api berzona subduksi seperti Jawa dan Sumatera, juga terbentuk secara alami akibat tumbukan asteroid yang menyisakan batu-batu meteor jatuh ke bumi, khususnya di sepanjang pesisir pantai.
Belum ada riset dan penelitian mengapa batu-batu granit raksasa di Tanjung Batu Badrun membentuk formasi seperti situs seperti itu. Fenomena unik ini pendorong utama untuk kepo; apatahlagi bila kepo dengan hamparan pasir putihnya yang juga beraneka formasi. Selain pasir putih halus, juga ada beberapa hamparan pasir kasar lebih besar sedikit dari biji lada yang diekstraksi secara alami berbahan tumpukan kulit keras kerang berwarna-warni di separuh bibir pantai Tanjung Batu Badrun.
ADVERTISEMENT
Eksotisme pasir kasar ini memancarkan kemilau kristal seperti intan; kadang nampak biru, hijau, kuning keemasan bila diterpa cahaya terik ataupun gabungan ketiga warna itu yang dapat dilihat dari kejauhan berjarak lebih dari 5 meter. Juga akan tampak gradasi biru-kehijauan yang terpantul dari permukaan air laut dan berbagai flora yang tumbuh di sekitar bebatuan pesisir dan hutan-hutan kecil yang mengelilingi pantainya.
Bila mendekat, Anda pasti menjumpai bongkahan kulit kerang yang sudah pecah secara kasar seperti digiling secara alami, ekstraksi gelombang pantai yang berdeburan menghantam batu besar dan daratan bibir pantai. Anda juga akan menjumpai biota laut yang masih hidup ataupun telah mati tetapi bentuknya masih utuh dengan puluhan formasi beraneka segi dan punya paket komplit hampir semua warna yang bergradasi.
ADVERTISEMENT
Orang Jakarta dan kota besar lainnya pasti udik menyaksikan pesona biota ini sebagaimana udiknya menyaksikan formasi tumpukan batu granit raksasa, karena terkadang sekumpulan biota itu masih hidup itu seperti umang-umang sebesar ujung ruas jari jempol dan kelingking yang tampak merangkak mencari makan atau keluar-masuk ke sarangnya di lobang-lobang kecil pasir putih dan celah-celah bebatuan.
Aneka flora pesisir masih berjejal di sepanjang pantai ini; didominasi oleh pohon menjulang setinggi di atas 5 meter berdaun seperti pandan berduri dan buah-buahnya menyerupai bongkahan kelapa sawit berwarna oranye seperti nanas matang. Tampak seperti pohon pandan raksasa berbuah nanas.
Celah-celah batu granit raksasa pantai Tanjung Batu Badrun membentuk aneka formasi goa-goa mini [dok. BANGKA STORINOMIK/Alfi Rahmadi]
Hanya beberapa pekan setelah survei lokasi menghirup pesona kawasannya itulah Badrun menyingsing lengan. Ia menghimpun semangat Joeang 45 bertekad akan membuka hotspot baru wisata pantai. Dia tersengat eksotisme pantai bebatuan granit raksasa mirip situs itu meski benar-benar nekat: modal dana tak ada dengan pengetahuan dan pengalaman sangat tipis mengelola kepariwisataan.
ADVERTISEMENT
Untuk menyulap areal lebih dari 2 ha ini benar-benar menjadi hotspot wisata eksklusif pantai--lengkap dengan infrastruktur penginapan seperti pavillium, restoran, saung permanen, taman-taman, sarana dan pra sarana olahraga, spa, berbagai fasilitas pengunjung lainnya serta SDM dan manajemen profesional--setidaknya butuh suntikan dana segar lebih dari Rp 10 miliar untuk mendekati penampilan Tanjung Pesona Beach Resort & Spa.
Satu-satunya modal dana yang Badrun punya hanya tabungan usaha Bentor cum jasa konser dangdut yang sudah puluhan tahun ia tekuni. Ia kuras semua tabungan dengan meminjam uang dari para kerabat dekatnya hingga terkumpul lebih dari Rp 300-an juta untuk memulai semuanya dan baru terwujud pada 2020 pas tengah merebak pandemi covid 19. Karena sokongan dari kerabat dekat atau keluarga intinya, maka corak manajemen Tanjung Batu Badrun dikatagorikan wirausaha skala mikro keluarga.
ADVERTISEMENT
Dana yang tak seberapa bagi pelaku profesional industri MICE-Pariwisata itu dihabiskan untuk dua komponen utama. Kompenen pertama meliputi izin penggunaan lahan dengan status hak pakai kepada Pemkab Bangka selama 25 tahun serta berbagai perizinan lingkungan dan usaha kepariwisataan. Baru setelah itu komponen biaya membuka areal teknis wisata pantai dan berbagai bangunan semi permanen.
Proyek kecil membuka areal dan meratakan tanah terhambat di kala hujan turun sehingga hampir setahun baru rampung. Untuk bangunan, kali pertama yang ia bangun justru Musholla ukuran sekitar 4x3 meter dengan fungsi ganda sebagai kantor awal; dan hanya bangunan ini yang permanen. Baru setelah itu berbagai pondokan atau saung semi permanen berbahan kayu, saung-saung restoran mirip warung kelontong, dan tak ketinggalan panggung semi prmanen konser dangdut.
ADVERTISEMENT
“Semuanya dikerjakan bertahap karena uang Rp 300-an juta lebih itu saya kumpulkan tidak sekaligus,” ujar Badrun.
***
Aneka bongkahan batu granit raksasa setinggi di atas 10 meter di pantai Tanjung Batu Badrun [dok. BANGKA STORINOMIK/Alfi Rahmadi]
Kini setelah berjalan hampir tiga tahun lebih--efektifnya baru sekitar setahun karena dipotong oleh masa pandemi covid 19--Tanjung Batu Badrun telah cepat dikenal masyarakat Kab Bangka dari bibir ke bibir tanpa alat atau instrumen promosi apapun, terutama di kalangan masyarakat Sungailiat.
Akhir pekan II dan III Februari 2023 tiba lepas Zuhur di pantai ini sampai merangkak Magrib, saya iseng menghitung ada sekitar 50-an kendaraan motor dan belasan mobil pengunjung di sini.
Satu-satunya promosi yang diandalkan Badrun ialah konser dangdutnya. Sudah tiga tahun terakhir ini setiap hari akhir pekan ia menggelarnya di pantai ini. Sesekali ayah dua anak dan kakek lima cucu ini menyelenggakan audisi dangdut seperti rencananya pada akhir Februari 2023 atau awal Maret.
ADVERTISEMENT
Modal konsernya murah-meriah karena dia telah punya peralatan musik dan sound system sendiri. Badrun hanya memodali bensin sekitar 10-15 liter dari pagi sampai sore sebagai energi listrik pengganti solar. Dengan biaya printil lainnya, sekali konser modalnya hanya Rp 300-500 ribu dengan laba bersih Rp 1-1,5 juta per sekali konser. Akhir pekan selalu menjadi pemasukan terbesar dalam sepekan sesuai perilaku masyarakat Bangka plesiran ke pantai.
Pendapatan rutinnya dari komponen retribusi masuk areal pantai dengan tarif Rp 10 ribu bagi pengunjung berkendaraan motor dan Rp 20 ribu untuk mobil, penjualan makanan-minuman, dan sewa saung-saung Rp 50 ribu per saung. Komponen inilah menjadi pemasukan mingguan Badrun sekeluarga setelah dia memensiunkan dirinya sebagai tukang tarik Bentor. Kalau ditotalkan, rata-rata pemasukan per pekan Rp 2 juta.
ADVERTISEMENT
“Jadi sampai sekarang belum balik modal, ‘Seperadik’ (kerabat)” kekehnya tertawa menyebut panggilan saya seperti itu.
“Bagaimana bisa mengeluarkan uang lebih dari Rp 300 juta kalau belum ada kepastian target balik modal,” pancing saya untuk mengukur responnya.
“Saya tidak tahu, yang penting saya yakin pariwisata adalah masa depan Bangka,” imbuhnya.
Di Bangka sangat sedikit orang ‘segila’ Badrun. Seorang penarik Bentor harian dengan penghasilan perbulan Rp 3-3,5 juta atau setara dengan upah minimum regional (UMR) 2022 kabupaten ini meninggalkan profesi lamanya dan banting stir dengan menguras semua tabungan dan utang lebih dari Rp 300 juta untuk berinvestasi pada industri yang diyakini sangat cerah pasca era ekonomi timah.
Dia sesungguhnya berinvestasi bukan untuk diri dan keluarganya tapi untuk seluruh masyarakat Bangka, karena dia sangat berani mengambil inisiatif dalam penganeka-ragaman (diversifikasi) hotspot wisata dari kalangan biasa-biasa saja yang tergolong anggota masyarakat akar rumput.
ADVERTISEMENT
Dia berani setiap akhir pekan memindahkan jasa konser dangdutnya ke kawasan barunya, Pantai Tanjung Batu Badrun, yang belum tentu seramai dari kebiasaannya gelar konser di sejumlah pedesaan.
Badrun sesungguhnya telah mengamalkan konsep MICE; melampaui kebutuhan sebagai promosi hotspot baru wisata ini dengan adanya even rutin yang kelak bergerak menjadi harian sehingga tidak mengenal lagi musim kedatangan rendah dan tinggi pengunjung (low and hight seation).
Jika hotspot ini sudah ramai dikunjungi setiap hari, terbetik niatnya untuk membebaskan biaya retribusi, karena telah digantikan dengan berbagai jasa yang tersedia di Tanjung Batu Badrun. Seperti dua sisi koin, ia mencita-citakan Tanjung ini sebagai wisata eksklusif bagi kalangan berduit lebih sekaligus wisata rakyat.
Untuk itu Badrun dan sekelurga melebur diri pada “Bangka Storynomics”, konsep integrasi MICE-Pariwisata dan kebudayaan dengan industri kreatif dan ekonomi unggulan dan berkembang di Pulau Timah.
ADVERTISEMENT
Bangka Storynomics berupaya menjadikan Bangka sebagai kawasan penopang 5 destinasi super perioritas nasional (Barobudur di Magelang, Danau Toba di Toba, Likupang di Minahasa Utara, Mandalika di Lombok Tengah, dan Labuan Bajo di Kab Manggarai Barat); 7 destinasi perioritas nasional (Jakarta, Bali, Medan, Bandung, Yogyakarta, Surabaya dan Makassar); 8 destinasi potensial nasional (Solo, Semarang, Padang, Bintan, Batam, Balikpapan, Lombok, dan Manado); dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata Nasional Pulau Belitung.
Di antara ancaman kepariwisataan Pulau Bangka ialah hancurnya lingkungan hidup, seperti yang tampak di sekitar pantai Tanjung Batu Badrun ada industri yang memecah batu-batu granit raksasa untuk dijadikan bahan bangunan. Tampak pula dari kejauhan lepas pantai berjejer kapal-kapal hisap penambangan timah laut. Entah kenapa, industri ekstraktif yang beroperasi di sekitar hotspot wisata pantai di Pulau Timah ini belum dicegah oleh otoritas.
Badrun, pelaku usaha MICE-Pariwisata pantai Tanjung Batu Badrun, tengah memandu konser dangdut di pantai yang ia kelola [dok. BANGKA STORINOMIK/Alfi Rahmadi]
Badrun memang tak ambil pusing Pulau Bangka tanpa atau masuk sebagai destinasi perioritas nasional berupa KEK Pariwisata ataupun Proyek Strategis Nasional (PSN) dari hilirisasi timah dan komoditi agrotropis, khususnya lada. Ia hanya mengimani sepenuhnya bahwa “beautiful nature & living culture” of Tin Island sebagai salah satu jargon Bangka Storynomics terasa menjadi rohnya mengelola Tanjung Batunya sekarang ini setelah berjumpa dengan saya. Dalam satu pekan, ada 3-4 kali Badrun menelpon saya untuk berbincang di hotspot baru wisata pantai ini.
ADVERTISEMENT
Ia telah memulai semuanya dari yang dipikirkan banyak orang di awang-awang ataupun masih sebatas di alam ide. Ia seolah bertaruh dengan ruang dan waktu: Tanjung Batunya kalau tak pernah terwujud menjadi wisata eksklusif dan wisata rakyat, baginya seperti sekarang telah cukup untuk kelak dilanjutkan oleh anak-cucunya.
Tetapi kalau boleh memilih takdir: pada suatu masa, pada suatu keberuntungan limpahan rahmat dan karunia Tuhan atas keindahan alam serta keringat orang-orang yang telah berusaha keras sekuat tenaga, Badrun sangat percaya akan terwujud.[]
*) Founder & Chairman Bangka Belitung Storinomik