Regenerasi Petani di Indonesia

Alfian Helmi
Dosen Tata Kelola Sumber Daya Alam, IPB University
Konten dari Pengguna
28 Desember 2023 8:18 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Alfian Helmi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi petani gunakan cangkul. Foto: Dian Muliana/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi petani gunakan cangkul. Foto: Dian Muliana/Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Salah satu isu yang penting namun seringkali luput dalam diskusi-diskusi pertanian dan pangan di Indonesia adalah fenomena semakin menuanya petani-petani di Indonesia. Hasil Sensus Pertanian (ST) 2023 yang baru saja dirilis, mencatat adanya peningkatan proporsi petani yang berusia di atas 55 tahun dan penurunan proporsi petani yang berusia 44 tahun ke bawah dibandingkan sensus pertanian pada tahun 2013 (BPS, 2023).
ADVERTISEMENT
Dibandingkan tahun 2013, proporsi petani berusia 55-64 tahun mengalami kenaikan 3,19 persen, menjadi 23,20 persen. Penambahan proporsi juga terjadi pada kelompok umur di atas 65 tahun yang meningkat dari 12,75 persen menjadi 16,15 persen (BPS, 2023). Hal ini mengindikasikan trend bahwa para petani di Indonesia semakin menua karena sebagian besar diisi oleh petani berusia lanjut.
Di Eropa, masalah ini menjadi perhatian serius. Konyep (2021) menyebut Uni Eropa saat ini dihadapkan pada dua masalah, yaitu kelangkaan petani muda dan penuaan populasi petani. Di kawasan Asia, khususnya Jepang dan Korea, fenomena aging farmers ini juga terjadi.
Para generasi muda pergi meninggalkan pertanian untuk mencari sektor yang lebih menjanjikan untuk kehidupan mereka. Terjadi fenomena penuaan petani, di mana rata-rata usia petani di Jepang yaitu 67 tahun dan di Korea 65 tahun (European Commission 2019).
ADVERTISEMENT
Fenomena ini sebetulnya menunjukkan bahwa sektor pertanian kurang diminati oleh para generasi muda. Berbagai studi mengungkapkan bahwa rendahnya minat pemuda ini dikarenakan citra sektor pertanian yang kurang menarik, tidak menjanjikan kehidupan yang lebih pasti, kurangnya akses pemuda terhadap lahan, dan belum terdapat kebijakan insentif khusus bagi petani.
Jika kondisi ini terus dibiarkan, tentu akan berdampak pada produktivitas sektor pertanian. Hal ini disebabkan produktivitas petani yang berusia lanjut cenderung lebih rendah dan kurang efisien karena rendahnya penguasaan inovasi teknologi. Dalam jangka panjang, tentu saja akan menjadi ancaman bagi ketersediaan pangan di Indonesia.

Persepsi Kaum Muda terhadap Pertanian dan Ragam Upaya Pemerintah

Ilustrasi petani modern. Foto: Pixabay
Rendahnya minat petani muda untuk bekerja di sektor pertanian salah satunya dikarenakan adanya persepsi yang kurang baik terhadap sektor pertanian itu sendiri. Berbagai studi mengungkap berbagai anggapan ‘negatif’ terhadap dunia pertanian, seperti sektor pekerjaan yang tidak bergengsi, tidak dapat menyejahterakan secara ekonomi, dan membutuhkan tenaga fisik yang kuat, serta identik dengan laki-laki. Anak petani memandang pertanian sebagai pekerjaan yang tidak menaikkan status sosial, merupakan pekerjaan kampungan, dan membutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkan hasil.
ADVERTISEMENT
Untuk menarik minat anak muda agar dapat bekerja di sektor pertanian, pemerintah telah memiliki beberapa program dan strategi. Sebagaimana termaktub dalam Rencana Strategis Kementerian Pertanian 2015-2019, Kementerian Pertanian telah melakukan beberapa upaya seperti mengembangkan dan memperkenalkan teknologi yang memberikan kemudahan dalam melakukan produksi di tingkat on farm dan off farm untuk menumbuhkan minat generasi muda.
Kementerian Pertanian juga telah melakukan beberapa program aksi berupa penyuluhan pendidikan vokasi dan pelatihan mendukung pertumbuhan usaha petani milenial, serta mendukung program utama Kementerian Pertanian. Sejak tahun 2020, Kementerian Pertanian memiliki target penumbuhan pengusaha pertanian milenial yaitu sebanyak 500.000 setiap tahun sehingga totalnya 2,5 juta petani milenial pada tahun 2024.
Selain program tadi, Kementerian Pertanian memiliki sejumlah program di antaranya program petani milenial, penumbuhan wirausahawan muda pertanian (PWMP), Duta Petani Milenial dan Duta Petani Andalan, penerapan digitalisasi pertanian dan sebagainya.
ADVERTISEMENT
Namun demikian, berbagai upaya tersebut belum sepenuhnya mampu menggenjot minat generasi muda untuk bekerja di sektor pertanian. Hal ini dibuktikan dari hasil Sensus Pertanian yang sudah penulis kemukakan pada bagian awal. Sehingga dibutuhkan strategi jitu lainnya guna mendorong proses regenerasi petani ini berjalan baik.

Belajar dari Negara Lain

Berbagai kendala yang menjadi penyebab para pemuda bekerja di sektor pertanian di antaranya adalah keterbatasan pemilikan lahan dan kurangnya akses finansial. Sejumlah negara telah menerapkan beberapa insentif untuk memicu tumbuhnya minat pemuda untuk bekerja di sektor pertanian. Di Australia, pemerintah mengeluarkan program ONE TO GROW, diperuntukkan bagi petani muda yang ingin membeli lahan pertanian untuk pertama kali dengan tujuan berusaha pertanian secara komersial.
ADVERTISEMENT
Pinjaman ini berjangka waktu sampai 12 tahun dengan diskon suku bunga 1% dari suku bunga komersial selama lima tahun, kemudian berlaku tarif komersial selama sisa jangka waktu pinjaman. Di Jepang, dalam rangka menghindari fragmentasi lahan karena proses warisan, Jepang memberikan pembebasan pajak untuk lahan yang diwariskan secara utuh kepada pewaris.
Pembebasan pajak akan terus diberikan sepanjang lahan terus diusahakan oleh pewaris sampai lahan dijual, disewakan atau lahan tidak usahakan lagi oleh pewaris. Jika lahan terus diusahakan sampai 20 tahun setelah pewarisan, akan diperoleh pembebasan pajak secara penuh. Tujuan dari kebijakan ini adalah mencegah pemecahan lahan karena proses warisan.
Di Jepang, pemerintah juga mengadakan program bantuan suksesi pertanian (Farm Succession Aid Programme), yang bertujuan untuk membantu mempertemukan pemilik lahan yang akan menjual atau menyewakan lahannya. Dalam jangka panjang petani pemula atau petani muda yang akan membeli lahan.
ADVERTISEMENT
Setelah terjadi kesepakatan jual beli, pemerintah melalui dana dari Japanese Ministry of Agriculture, Forestry, and Fisheries (JMAFF) memfasilitasi proses ‘takeover training’, yaitu masa percobaan memanfaatkan lahan selama 2 tahun dengan biaya pemakaian disubsidi oleh pemerintah.
Uni Eropa mendorong pemerintah memberikan perhatian khusus guna menjamin kelangsungan profesi petani dan keberlanjutan sektor pertanian. Dalam rangka pembaharuan generasi, Uni Eropa menerapkan kebijakan insentif melalui dua skema (Hennessy 2014).
Pertama, skema pensiun dini (early retirement schemes), yaitu skema pemberian insentif kepada petani berusia antara 55–66 tahun yang memenuhi syarat, yang bersedia mentransfer usaha pertanian mereka kepada petani muda. Untuk itu, kelompok petani tua tersebut akan diberi pensiun tahunan secara tetap.
Kedua, skema petani muda (the young farmers scheme), yaitu skema insentif untuk menarik pemuda ke sektor pertanian, yang bertujuan untuk memberikan bantuan kepada kelompok petani muda berusia 40 tahun atau kurang. Skema ini telah ada sejak pertengahan 1980an.
ADVERTISEMENT
Di Yunani, skema pensiun dini dianggap berperan dalam memerangi depopulasi perdesaan dan berhasil mendorong petani berusia tua melakukan pensiun dan diganti dengan petani yang lebih muda, serta rata-rata luas pemilikan lahan menjadi meningkat (Hennessy 2014).
Namun, dalam banyak kasus di negara-negara bagian Eropa lainnya, skema pensiun dini hanya menghasilkan lonjakan pensiun dalam jangka pendek, namun dalam jangka panjang kurang berdampak positif dalam meningkatkan kinerja sektor pertanian, serta secara keseluruhan menimbulkan kerugian negara dalam bentuk deadweight loss.
Di Korea, untuk menarik pemuda intelektual masuk ke sektor pertanian, pemerintah Korea memberikan insentif bagi mereka yang bersedia secara suka rela berpartisipasi dalam pengembangan pertanian di wilayah pegunungan dan perdesaan secara umum. Program ini dapat dikatakan berhasil menarik pemuda ikut berpartisipasi, namun secara keseluruhan tidak menghasilkan perubahan berarti (Dang 2015).
ADVERTISEMENT
Di Thailand, berbagai kegiatan dilakukan oleh pemerintah maupun swasta untuk mengajak generasi muda bertani dan membangun pertanian berkelanjutan, di antaranya melalui proyek pengembangan petani baru (new farmer development). Proyek ini bertujuan untuk memantapkan petani baru melalui pembekalan teori maupun praktik. Kegiatan proyek antara lain mengadakan kursus dengan peserta generasi muda.
Kaum muda yang terlibat dalam proyek mempunyai peluang untuk menggunakan lahan melalui agricultural land reform; meningkatkan okupasi lahan, dan meningkatkan pendapatan melalui adopsi teknologi. Terdapat pula proyek the young farmer group, yaitu mempersiapkan kelompok kaum muda umur 10– 25 tahun untuk terjun ke pertanian dengan memberikan pengetahuan tentang teknik pertanian spesifik lokasi.

Strategi Regenerasi Petani 2024

Indonesia akan memasuki fase dimana penduduk usia muda produktif lebih banyak dibanding dengan penduduk usia non-produktif, atau yang lebih sering dikenal sebagai bonus demografi. Hal ini tentu harus dimanfaatkan juga untuk meningkatkan kinerja sektor pertanian. Generasi muda saat ini umumnya dicirikan dengan pola pikir dan aktivitas yang dinamis dan memiliki ketertarikan tinggi terhadap inovasi teknologi.
ADVERTISEMENT
Dalam rangka memperkuat ketertarikan generasi muda pada pertanian, maka diperlukan media untuk mengembangkan kreativitas generasi muda. Kebijakan yang dilakukan haruslah secara komprehensif dipandang dari sisi permintaan dan penawaran. Sisi permintaan adalah dari sisi sektor pertanian secara umum dan perdesaan secara khusus.
Pertanian dan perdesaan memerlukan tenaga kerja muda untuk melakukan revitalisasi. Oleh karena itu, perlu dilakukan berbagai kebijakan agar tercipta kecocokan prasyarat dan kondisi yang diinginkan oleh generasi muda untuk berkarya di pertanian.
Ada tiga faktor utama dari sisi sektor pertanian yang perlu dipertimbangkan untuk menarik generasi muda ke pertanian, yaitu produktivitas dan profitabilitas usaha pertanian, kesempatan kerja yang tersedia, serta kenyamanan dan kepuasan kerja. Sebaliknya dari sisi pemuda, generasi muda sebagai pemasok tenaga kerja juga memerlukan perbaikan dan peningkatan pendidikan dan keterampilan agar sesuai dengan kebutuhan pertanian (Susilowati 2016).
ADVERTISEMENT
Ada 3 hal yang perlu dilakukan oleh pemerintah. Pertama, pemerintah perlu terus melakukan perbaikan guna meningkatkan profitabilitas sektor pertanian. Ketersediaan lahan dan pupuk menjadi kunci. Selain itu penggunaan teknologi dan inovasi-inovasi mutakhir di bidang pertanian juga terus digalakkan, terutama memberikan akses teknologi ke para petani muda agar produktivitas dan profitabilitas usaha tani semakin baik. Kedua, pemerintah perlu menjadi jembatan penghubung antara petani-petani yang “pensiun” dengan kaum muda yang baru mau masuk ke dunia pertanian.
Beberapa cara seperti di Jepang atau Thailand bisa dicontoh untuk menjadi jembatan penghubung ini. Ketiga, pemerintah perlu terus melakukan upaya sosialisasi, promosi dan branding, untuk menunjukkan bahwa pertanian itu keren dan menguntungkan. Banyak kasus petani-petani muda yang bisa diangkat sebagai ‘best practice’ dalam pengelolaan pertanian oleh generasi muda.
ADVERTISEMENT
Keempat, pemerintah perlu bekerja sama dengan institusi pendidikan pertanian, untuk menyediakan pusat-pusat pelatihan baik itu degree maupun non-degree, vokasional atau balai latihan kerja, untuk mencetak kader-kader unggulan yang nantinya akan menjadi petani muda unggul. Sekian!