Konten dari Pengguna

Pengelolaan Sampah Pangan Berbasis Komunitas Lokal

Alfian Khamal Mustafa
Mahasiswa Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta Sedang Bekerja di Yayasan Gita Pertiwi sebagai Tim Media
5 Februari 2025 15:47 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Alfian Khamal Mustafa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Gita Pertiwi – Menurut UNEP (United Nations Environment Programme) dalam bukunya yang berjudul Food Waste Index Report 2021 Indonesia menjadi penghasil food loss and wasteterbesar ke-4 di Dunia, dengan rata-rata 20,93juta ton/tahunnya atau 2,33% dari jumlah global dan menjadi yang terbesar di Asia Tenggara.
ADVERTISEMENT
Tinggi dan terus meningkatnya food loss and wastemenjadi kegagalan dalam pengelolaan lingkungan yang menghasilkan limbah makanan senilai lebih dari $1 triliun setiap tahunnya. Akibatnya dari sampah makanan tersebut menyumbang sekitar 8 hingga 10 persen emisi gas rumah kaca global (UNEP (United Nations Environment Programme)). Parahnya kondisi dari tahun ke tahun food loss and wasteterus mengalami peningkatan.
Total Timbunan Sampah Pangan Global Miliar ton/Tahun
zoom-in-whitePerbesar
Total Timbunan Sampah Pangan Global Miliar ton/Tahun
Disisi lain, teradapat kesenjangan yang cukup tragis dimana dari miliaran ton pangan yang terbuang sia-sia tersebut masih banyak masyarakat yang terdampak kelaparan dan lingkungan yang terancam pemanasan global. Menurut laporan terbaru FAO pada tahun 2021 jumlah orang yang terkena dampak kelaparan mencapai 828 juta jiwa.
Food loss and waste merupakan isu penting yang perlu diperhatikan karena volumenya terus meningkat. Meskipun food loss and waste sering digunakan bersamaan, keduanya memiliki definisi yang berbeda.
ADVERTISEMENT
Bappenas menyatakan dalam “Laporan Penelitian Kehilangan dan Sampah Pangan Indonesia 2021” bahwa food loss mengacu pada berkurangnya jumlah pangan akibat keputusan dan tindakan pemasok pangan dalam rantai pangan (selain ritel, penyedia jasa pangan, dan konsumen). Sementara itu, food waste mengacu pada berkurangnya jumlah makanan yang dikonsumsi akibat tindakan pengecer, perusahaan jasa makanan, dan konsumen. Akibatnya banyak pangan yang terbuang atau tercecer secara cuma-cuma, bahkan burujung pada pembuangan ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Gambar. Food loss and wasteTerbuang Sia-Sia. Sumber: UNEP
Indonesia sebagai negara penghasil food loss and waste tersbesar di Asia Tenggara dan di juluki sebagai Heaven of Earth ini telah menyumbang banyak emisi gas rumah kaca. Menurut kajian yang dilakukan Bappenas, dalam kurun waktu 20 tahun Indonesia menghasilkan 1.702,9 Megaton CO2 ekuivalen atau setara dengan 7.29% rata-rata emisi GRK per tahun.
ADVERTISEMENT
Secara ekonomi, hal ini menyebabkan pemborosan dan kerugian nilai makanan. Data dari media Kompas.com dan kajian Bappenas menunjukan dari food loss and waste Indonesia telah membuang senilai 300 triliun rupiah atau sama dengan memberi makan bergizi gratis untuk 65-125 juta orang.
Penyusunan strategi yang tepat dalam mengurangi tingkat food loss and waste melalui beberapa sumber-sumber timbulan sampah. Melalui laporan peta jalan FLW 2045 terdapat 4 sektor yang menyumbang sampah pangan terbesar diantaranya seperti rumah tangga, rumah sakit, ritel, dan food service. Dari ke empat sektor tersebut, sektor rumah tangga menjadi yang paling banyak menyumbang food loss and waste dengan 77,37 kg/kapita/tahun sampah pangan.
Gambar. Rerata Estimasi Sampah Makanan Dari Berbagai Sektor Secara GlobalSumber: BAPPENAS
Kondisi di beberapa daerah mengalami kenaikan food loss and waste yang cukup tinggi, bahkan hampir 2 kali lipat. Riset yang dilakukan Gita Pertiwi di Kota Surakarta menunjukan kenaikan food loss and waste. Pada tahun 2018 Gita Pertiwi melakukan riset timbunan sampah pangan di Kota Surakarta bersama UNIKA dan YLKI dan menunjukan data rata-rata timbunan sampah rumah tangga yang dihasilkan mencapai 44,4 kg/kapita/tahun. Selanjutnya, pada tahun 2021 penelitian yang sama dilakukan bersama Aliansi Zero Waste menemukan fakta yang mengejutkan bahwa ada kenaikan yang cukup siginikan yaitu 66,7kg/kapita/tahun sampah pangan yang dihasilkan dari sektor rumah tangga. Riset lain yang dilakukan di pasar tradisional juga menunjukan timbunan sampah yang tinggi hingga 2 ton setiap harinya.
ADVERTISEMENT
Beberapa kondisi tersebut yang melatar belakangi aksi dari Gita Pertiwi melakukan upaya pengurangan dan pengelolaan food loss and waste di Surakarta. Mulai dari program edukasi hingga Langkah praktis pengelolaan sampah berbasis komunitas telah dilakukan. Dalam membangun upaya tersebut Gita Pertiwi turut menggandeng beberapa stakeholder melalui kolaborasi pentahelix. Bersama pemerintah upaya untuk mendorong advokasi kebijakan dan pilot project dilakukan.
Beberapa program dilakukan seperti pasar minim sampah yang berkolaborasi dengan Dinas Perdagangan, dengan mengelola sayur berlebih dan pengelolaan sampah sayur bersama para pedagang dan petugas pasar. Selain itu, kolaborasi untuk membangun kota cerdas pangan juga dilakukan bersama BAPPEDA dan beberapa stakeholder lain dengan mengelola sampah berlebih di beberapa Kawasan serta mengolah sampah pangan menjadi produk bernilai seperti magot, ulat jerman, kompos, dan lainnya.
ADVERTISEMENT
Sebagai upaya meningkatkan kesadaran dan menyebar luaskan praktik baik yang dilakukan, Gita Pertiwi bersama GAIA telah menyelenggarakan webinar bertajuk “Tak Ada Lagi Sampah Pangan: Mari Ciptakan Kota Ramah Pangan.” Pada 24 Januari 2025.
Dalam webinar tersebut narasumber dari beberapa stakeholder membangun diskusi tentang praktik baik pengelolaan sampah untuk mencegah penumpukan di TPA. Narasumber dari Bappeda Kota Surakarta yang diwakili Sultan Nadjamuddin, Dinas Perdagangan Kota Surakarta diwakili oleh Joko Sartono dan Gita Pertiwi diwakili oleh Titik Eka Sasanti.
Gambar. Konsep Pengelolaan Food Loss And WasteSumber: Dokumentasi Gita Pertiwi
Dalam diskusi yang dibangun, Titik Eka Sasanti menjelaskan bahwa dalam pengelolaan sampah panga nada 3 konsep yang harus dilakukan. Dalam upaya pengurangan sisa dan susut pangan terdapat 3 konsep pengelolaannya. Pertama, dengan pencegahan melalui perubahan pola konsumsi yang secukupnya. Kedua, pemanfaatan dengan berbagi pangan berlebih layak makan. Ketiga, daur ulang melalui pemilahan sampah dan pengelolaan menjadi produk bernilai oleh komunitas.
ADVERTISEMENT
“Sampah bukan tempat untuk jual-beli saja, tetapi juga sebagai Langkah edukasi bagi masyarakat agar pengelolaan sampah lebih bernilai dan dapat mengelola sampah dari sumber.” Jelasnya.
Titik juga menjelaskan bahwa beberapa praktik baik yang dilakukan Gita Pertiwi telah dilakukan dalam mengelola sampah pangan di Kota Surakarta seperti pendampingan kelompok, pelaksanaan sekolah ekologis kepada siwa, penerapan teknologi ramah lingkungan untuk meminimalisir food loss, dan publikasi media untuk mencegah sampah pangan. Selanjutnya dalam pemanfaatan food waste melalui berbagi pangan berlebih layak konsumsi dan pengolahan sampah pangan dengan budidaya maggot, ulat jerman, serta olahan kompos berbasis kelompok. Food loss and waste yang telah dikelola Gita Pertiwi berasal dari berbagai sumber seperti hotel, katering, pasar, rumah makan, kelompok tani, dan rumah tangga.
ADVERTISEMENT
Setiap tahun pengelolaan food loss and waste dari sumber yang dilakukan oleh Gita Pertiwi peningkatan sejak tahun 2020 hingga tahun 2024.
Gambar: Data Pengelolaan food loss and waste. Sumber: Gita Pertiwi
Selanjutnya dalam diskusi Sultan Nadjamudin menjelaskan bahwa perlu kesadaran diri dalam mengurangi konsumsi pangan, yang artinya makan tidak berlebihhan dan jangan sampai menyisakan pangan.
“Hal yang bisa dilakukan kita untuk mengurangi sampah pangan yang terus meningkat dengan mengurangi konsumsi, artinya makan sesuai porsi bukan makan sesuai keinginan.” Jelasnya
Sultan juga menjelaskan bahwa pemilahan perlu dilakukan untuk pengelolaan lebih lanjut sehingga dapat mengolah sampah menjadi produk yang lebih bernilai. Dia menjelaskan bahwa pengelolaan sampah sudah dilakukan Gita Pertiwi bersama Bappeda dengan pendekatan kebijakan pengelolaan pangan (RAD-PG) Kota Surakarta. Melalui program Kota Cerdas Pangan pengelolaan dilakukan bersama komunitas, akademisi, lembaga masyarakat, dan pemerintah.
ADVERTISEMENT
Joko Sartono juga menambahkan bahwa kolaborasi pentahelix penting untuk dilakukan seperti yang dilakukan Gita Pertiwi dengan Dinas Perdagangan dengan pasar minim sampahnya di Pasar Jebres sebagai pilot project. Melalui pasar minim sampah, yang dulunya Pasar Jebres menghasilkan 12 bin dalam sehari sekarang berkurang hingga 5 bin saja dalam sehari. Bahkan dalam sehari rata-rata pangan berlebih yang tersalurkan bisa sampai 40 kilo.
“Bulan Desember lalu pasar minim sampah yang dilakukan Dinas Perdagangan dan Gita Pertiwi telah dilakukan di Pasar Jebres dan harapannya bisa dilakukan di pasar lainnya karena apa, karena dari project yang dilakukan di satu pasar dapat mengurangi timbunan sampah yang cukup signifikan. Dulu 12 bin sampah sehari, sekarang mungkin hanya 5 bin saja dan bahkan pernah menyelamatkan 100 kilo pangan berlebih dari pedagang itu berupa sayur-sayur.” Jelas Joko.
Gambar. Workshop Zero Waste Month 2025
Akhir diskusi yang dilakukan menggambarkan bahwa kolaborasi pentahelix memiliki peranan penting dalam mencegah sampah pangan masuk ke TPA. Tigas konsem pengelolaan pangan mulai dari pencegahan hingga daur ulang sampah dapat menjadi pedoman yang digunakan dalam proses pengelolaan food loss and waste. Kedepan perlu adanya ketegasan dalam kebijakan yang mengatur soal pemilahan sampah agar dapat mengelola food loss and waste dengan baik untuk mewujudkan Kota Surakarta Ramah Pangan.
ADVERTISEMENT