Qardh: Bagaimana Islam Menjawab Terkait Hukum PayLater?

Alfiyatul Latifah
Mahasiswi Ekonomi Syariah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Konten dari Pengguna
21 Juni 2021 13:34 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Alfiyatul Latifah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Paylater. Photo from pexels
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Paylater. Photo from pexels
ADVERTISEMENT
Jual beli online merupakan sesuatu proses pembelian benda ataupun jasa dari mereka yang menjual benda ataupun jasa lewat internet di mana antara penjual serta pembelian tidak sempat berjumpa ataupun melaksanakan kontak secara raga yang di mana benda yang diperjual belikan ditawarkan lewat display dengan foto yang terdapat di sesuatu web ataupun toko maya.
ADVERTISEMENT
Sistem PayLater merupakan tata cara pembayaran di mana industri aplikasi menalangi dahulu pembayaran ataupun pemberian pinjaman uang secara elektronik.
Pada dasarnya, PayLater adalah suatu konsep yang hampir sama dengan kartu kredit. kita akan dipinjamkan sejumlah dana oleh suatu pihak dengan batasan tertentu guna memenuhi keperluan kita. Bedanya, PayLater yang umumnya disediakan di berbagai situs jual-beli online tidak perlu menggunakan kartu dengan bentuk fisik.
Seperti yang sudah kita ketahui, sebelum adanya kartu kredit seperti saat ini, pada umumnya kebanyakan orang akan lebih menghindari utang pada siapa pun dengan berbagai alasan, mulai dari takut dikejar pihak rentenir jika tidak bisa membayar utang, sampai keberatan dengan adanya beban bunga yang tinggi.
Namun, seiring dengan perkembangan zaman, saat ini sudah banyak beberapa pihak yang menerbitkan fitur kartu kredit terbaru yang jauh lebih modern yang disebut dengan PayLater.
ADVERTISEMENT
Terlebih lagi, proses pendaftarannya juga terbilang singkat dan sangat kilat. Selain itu, penggunaan pun sangatlah mudah dan juga praktis, kita bisa menggunakannya kapanpun kita mau.
Nah, pada kesempatan kali ini kita akan lebih mengenal lebih dalam tentang PayLater beserta hukumnya dalam Islam.

Apa sih PayLater itu?

PayLater adalah gabungan kata Pay dan Later. Kata Pay yang artinya membayar dan Later yang artinya kemudian, jika digabungkan, PayLater adalah layanan pinjaman online tanpa menggunakan kartu kredit. Layanan tersebut memudahkan bagi konsumen untuk menggunakan saat itu juga.
Kemudian, konsumen akan membayarnya di kemudian hari. PayLater juga bisa diartikan sebagai fasilitas keuangan yang memungkinkan metode pembayaran dengan cicilan tanpa kartu kredit atau salah satu metode pembayaran yang ditawarkan oleh berbagai perusahaan digital dan start-up.
ADVERTISEMENT

Lalu bagaimana pandangan islam tentang PayLater?

PayLater itu ibarat kartu kredit akan tetapi tidak berbasis kartu, melainkan berbasis financial technology (fintech). Dengan demikian, kurang lebihnya mengenai hukum penggunaan PayLater dalam praktik muamalah jasa pemesanan agent traveling atau makanan dan atau penghantaran, adalah hampir menyerupai hukum penggunaan fasilitas kartu kredit.
Setidaknya ada empat pandangan hukum dalam hal ini, berdasarkan hasil analisa.

Pertama, PayLater dihukumi sebagai riba.

Ketika seseorang menggunakan PayLater untuk memenuhi kebutuhannya, maka secara otomatis pihak provider platform PayLater tersebut berperan selaku yang mengutangi pihak konsumen untuk keperluan menebus barang / jasa yang dipesan. Keberadaan syarat tambahan yang berlangsung di muka menjadikan akad ini masuk ke dalam rumpun qardlu jara naf’an, yaitu utang dengan mengambil kemanfaatan.
ADVERTISEMENT
Utang dengan mengambil manfaat berupa tambahan terhadap ra’su al-maal (pokok harta utang), adalah merupakan ciri khas dari riba qardli. Dan keberadaan bunga pinjaman sebesar 2000 rupiah dari Gr*b, atau 2.14%-4.78% per bulan dari Tr*****ka, termasuk sudah memenuhi unsur ziyadah (tambahan) tersebut, sehingga nyata merupakan riba yang diharamkan.

Kedua, PayLater dihukumi sebagai akad Ijarah.

Ijarah merupakan akad sewa jasa disebabkan adanya alat perantara/penyintas (wisathah) antara konsumen dengan pihak provider secara langsung. Wisathah itu adalah berupa aplikasi Traveloka atau Grab, sebab tanpa keberadaan aplikasi tersebut, konsumen tidak bisa mengajukan pinjaman kepada pihak provider secara langsung.
ولو أقرضه تسعين دينارا بمائة عددا والوزن واحد وكانت لا تنفق في مكان إلا بالوزن جاز وإن كانت تنفق برؤوسها فلا وذلك زيادة لأن التسعين من المائة تقوم مقام التسعين التي أقرضه إياها ويستفضل عشرة
ADVERTISEMENT
“Seseorang mengutangi rajul sebesar 90 dinar, namun dihitung 100, karena (harus melalui jasa) timbangan yang satu, sementara tidak ada jalan lain melainkan harus lewat penimbangan itu, maka hukum utangan (terima 90 dihitung 100) itu adalah boleh. Adapun bila 100 itu hanya sekadar digenapkan pada pokok utang (tanpa perantara jasa timbangan) maka tidak boleh sebab hal itu termasuk tambahan (yang haram). Karena bagaimanapun juga, nilai 90 ke 100 adalah menempati maqam 90, sementara 10 lainnya adalah tambahan yang dipinta.” (Al-Mughny li Ibn Qudamah, Juz 4, halaman 395).

Ketiga, PayLater dapat dipandang sebagai Akad Bai’ bi al-Wafa’.

Bai’ bi al-wafa’ adalah sebuah praktik jual beli yang dilakukan oleh seseorang karena adanya hajat yang tidak bisa dihindari sehingga perlu orang ketiga menjadi pihak perantara.
ADVERTISEMENT
كأن يحتاج المديون فيأبى المسئول أن يقرض بل أن يبيع ما يساوي عشرة بخمسة عشر إلى أجل فيشتريه المديون ويبيعه في السوق بعشرة حالة ، ولا بأس في هذا فإن الأجل قابله قسط من الثمن والقرض غير واجب عليه دائما بل هو مندوب
“Seperti orang yang membutuhkan utangan, namun pihak yang diutangi enggan memberikan pinjaman, dan bahkan justru menjual kepada orang tersebut barang seharga 10 dengan harga 15 secara kredit, lalu orang tersebut (menerima, lalu) menjual barang tersebut di pasar dengan harga 10 secara tunai, maka [jual beli seperti itu] adalah boleh karena kredit sifatnya adalah berimbal harga, sementara memberi pinjaman hukumnya adalah selamanya tidak wajib melainkan sunnah.” (Fathu al-Qadir, halaman 213).
ADVERTISEMENT

Keempat, PayLater dapat dipandang sebagai Akad Jasa mencarikan utangan dengan Prinsip Ju’alah.

Ju’alah merupakan akad sayembara. Seolah, pihak konsumen – melalui penyintas berupa aplikasi itu sedang bilang ke Provider: “Aku sedang membeli barang/jasa ini. Danaku kurang. Tolong carikan aku utangan nanti kamu saya kasih 10% dari dana itu yang aku bayar dalam satu tahun.”
10% dari satu juta adalah 100 ribu. Jika pihak provider mampu mencarikan 2 juta, itu berarti dia berhak menerima dana 200 ribu. Tak urung, akad semacam ini adalah masuk akad ju’alah (sayembara) serta “tidak dapat” disebut sebagai “riba” disebabkan adanya wasilah berupa “barang” / “jasa” dan “aplikasi”.
Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa bagaimanapun juga, keberadaan aplikasi PayLater merupakan tuntutan kebutuhan zaman yang serba cepat. Namun, karena adanya unsur keharaman dalam PayLater, disebabkan berlakunya akad utang piutang antara konsumen dengan Provider, maka alangkah bijaknya bila penggunaan aplikasi tersebut ditimbang menurut kadar kearifan.
ADVERTISEMENT
Dengan kata lain, jika tidak benar-benar sedang darurat, maka tidak perlu memanfaatkan PayLater. Kecuali, bila terpaksa berlaku adanya darurat pada konsumen, maka langkah yang paling aman adalah keluar dari perbedaan pendapat, yaitu mengikuti wajah dalil yang membolehkan penggunaannya. Wallahu a’lam bi al-shawab.