Belum Jadi Guru Sejati Kalau Belum Mengajar di Indonesia Timur

Alfonsina Melsasail
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Pembangunan Jaya, menulis dengan gaya penulisan non formal, menceritakan pengalaman yang dialami
Konten dari Pengguna
7 Oktober 2023 17:58 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Alfonsina Melsasail tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Dokumentasi pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Dokumentasi pribadi
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Di balik indahnya panorama alam, keragaman budaya, tempat wisata dan kehidupan masyarakat adat yang memikat, di daerah Indonesia Timur tersembunyi kisah-kisah luar biasa bagaimana lingkungan sekolah mengubah cara pandang guru atau pengajar dalam mendidik dan mengajar anak-anak di sana.
ADVERTISEMENT
Judul "Belum Jadi Guru Sejati Kalau Belum Pernah Mengajar di Daerah Indonesia Timur" mencerminkan sebuah pernyataan yang mendorong aku untuk melihat pendidikan dari sudut pandang yang lebih mendalam, dan dari pengalaman yang aku alami.
Memasuki dunia pendidikan di daerah Indonesia Timur bukan hanya perjalanan fisik, tetapi juga petualangan hati dan semangat serta emosi yang aku rasakan. Bagi banyak guru, pengalaman mengajar di Indonesia Timur telah mengubah cara mereka memahami pendidikan, menggali potensi yang tak terduga, dan merasakan kegembiraan dalam memberikan ilmu pengetahuan.
Untuk itu, selamat datang dalam kisahku menyaksikan, merasakan, dan menjalani peran sebagai guru dalam satu hari penuh di salah satu sekolah yang terletak di daerah Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT).
ADVERTISEMENT

Bernostalgia dengan “Rotan” dan “Tombak”di Tanah Sumba

Sumber: Dokumntasi pribadi
Apa yang muncul pertama kali di pikiran teman-teman ketika ada yang bercerita mengenai guru yang berangkat sekolah membawa rotan atau “tombak”?
Aku yakin reaksi yang muncul pertama kali pasti beragam. Mungkin untuk teman-teman atau anak-anak yang pernah bersekolah di daerah Indonesia Timur akan menganggap ini sebagai hal yang biasa karena sudah sering menjumpai hal seperti ini di sekolah maupun di lingkungan rumah.
Namun lain halnya dengan teman-teman yang belum pernah bersekolah atau berasal dari daerah yang bukan Indonesia Timur, pasti akan menjadi sesuatu yang aneh, asing, bahkan ga semestinya. Secara kita hidup di zaman yang maju, masa masih ada sekolah yang memperbolehkan guru bawa rotan atau memukul anak dengan rotan di sekolah?
ADVERTISEMENT
Kurasa akan sedikit ganjal, apalagi sudah ada undang-undang perlindungan anak yang menjadi salah satu landasan bagi para guru untuk memperhatikan kesejahteraan murid-murid di sekolah.
Sumber: Dokumentasi pribadi
Aku berada di antara kedua tipe orang ini: aku lahir dan bertumbuh hingga Sekolah dasar (SD) di Maluku yang mana merupakan daerah Indonesia Timur. Namun setelah itu aku melanjutkan Sekolah Menengah Pertama (SMP) sampai sekarang aku sedang berkuliah di daerah Jawa.
Karena berasal dari daerah Indonesia Timur, aku sempat mengalami situasi di mana guru membawa rotan dan memukul murid yang nakal. Pada zaman aku SD hal ini adalah salah satu hal yang menurutku biasa. Sering sekali ku jumpai kejadian ini di lingkungan SDku dulu, “murid nakal” atau yang sering bikin onar adalah anak-anak atau murid-murid yang sering “berjumpa” dengan rotan atau bahkan “tombak”.
ADVERTISEMENT
Namun semenjak bersekolah di Jawa, aku sudah tidak pernah melihat atau menyaksikan kejadian di mana “murid nakal” atau anak-anak yang sering membuat onar dipukul dengan rotan lagi. Bahkan aku jadi membandingkan bagaimana sistem pendidikan yang ada di Jawa dan di Timur adalah hal yang sangat berbeda.
Hal ini sebenarnya membuka mataku untuk melihat lebih jauh ke dalam, bagaimana peran segala aspek dan bagaimana lingkungan berpengaruh sangat besar dalam setiap individu yang berkegiatan di dalamnya. Dengan terlibat untuk mengajar langsung di salah satu sekolah yang ada di Sumba Timur, aku jadi diajak lagi untuk melihat dan bernostalgia, serta merenungi bagaimana sejauh ini pendidikan yang membawaku ke titik ini adalah wadah yang membawa banyak perubahan, baik untuk murid maupun untuk guru dan semua yang terlibat di dalamnya.
ADVERTISEMENT
Aku merasa melihat karakteristik yang sungguh harus dihadapi dengan kesabaran tingkat ekstra, dan karakteristik yang membutuhkan metode belajar yang harus disesuaikan dengan yang dibutuhkan. Metode yang sesuai dengan karakteristik yang dimiliki oleh murid-murid di daerah tersebut, dalam kasus ini daerah Indonesia Timur.

Menggali Kekayaan Budaya: Pengalaman Mengajar di Timur Indonesia

Sumber: Dokumentasi pribadi
Selalu tentang budaya, bagaimana kamu dididik oleh lingkungan sekitarmu adalah bagaimana karakteristik yang akan kamu tampilkan di depan umum. Daerah Indonesia Timur adalah daerah Indonesia yang dikenal dengan karakter manusia yang “keras” atau tegas. Jika dilihat secara budaya dan kebiasaan, kami hidup sangat berdampingan dengan alam.
Kami hidup berdampingan dengan perbukitan, air terjun, laut, dan lain-lain. Hal ini secara tidak langsung membentuk karakteristik anak-anak yang keras, bicara keras, watak keras, dan untuk hal yang buruk adalah susah untuk diatur atau keras kepala. Sebenarnya hanya membutuhkan metode yang benar dan sesuai, namun untuk menemukan hal itu adalah suatu pencarian yang masih berusaha ku temukan jawabannya hingga sekarang.
Sumber: Dokumentasi pribadi
Agustus kemarin, kami tim volunteer dari salah satu komunitas sosial melakukan kunjungan ke salah satu sekolah SMP yang ada di Sumba Timur. Kunjungan ini kami lakukan sebagai salah satu program dari divisi pendidikan. Sebelum berkunjung ke sekolah ini, kami sudah sempat mengunjungi beberapa sekolah SD dan mengajar di sana. Jadi secara garis besar aku sudah cukup punya gambaran bagaimana karakteristik anak-anak yang akan aku handle.
ADVERTISEMENT
Ternyata benar, mengenai kata-kata bijak yang pernah aku baca “jangan menilai sesuatu dengan cepat hanya karena kamu telah melakukan sesuatu yang hampir sama, karena tidak semua hal yang sama akan memberikan rasa yang sama”.
Yups, sangat benar, aku kewalahan, dan sirnalah cita-citaku yang awalnya ingin menjadi guru, hal ini sempat kepikiran pas selesai mengajar di sekolah ini. Namun makin ke sini makin tumbuh rasa penasaranku untuk terus mengeksplor makna-makna di balik menjadi guru di daerah Indonesia Timur.
Selesai mengajar, kami semua hampir kehabisan tenaga. Bagaimana tidak, saat mengajar ada yang saling pukul memukul, antara cewek dan cowok, cowok dan cowok, cewek dan cewek, dan anak-anaknya sangat sulit untuk diatur. Suaraku habis total setelah pulang dari sekolah yang menjadi tempat kami kunjungan untuk mengajar tersebut. Aku harus berteriak, harus mengeluarkan suara yang banyak karena sungguh anak-anak memiliki energi yang sangat besar yang sangat susah untuk kuimbangi.
ADVERTISEMENT
Kami melakukan diskusi singkat dengan Kepala Sekolah dan beberapa guru di ruang guru terkait kondisi kelas dan suasana di dalam selama kami mengajar. Tanggapan bapak ibu guru hanya tersenyum, seakan mengatakan bahwa mereka sudah terbiasa dengan kondisi dan situasi seperti itu.
Lalu sebuah kalimat diungkapkan oleh bapak Kepala Sekolah SMP tersebut yang membuatku merenung, “Inilah kenapa kamu belum jadi guru sejati kalau kamu belum pernah mengajar di daerah Indonesia Timur” seakan membagikan pengalaman yang sudah lama hendak dibagi.

Transformasi Diri Sebagai Guru Melalui Pengalaman Mengajar di Timur Indonesia

Sumber: Dokumentasi pribadi
Well, setelah selesai mengajar dan berbincang dengan Kepala Sekolah dan para Guru aku jadi melihat sisi lain yang selama ini jarang aku sadari. Melihat bahwa membawa rotan atau bahkan tombak ke sekolah yang selama ini aku alami adalah bagian dari metode yang dilakukan oleh guru-guru yang sudah bisa membaca dan mendalami karakteristik murid-murid di Timur.
ADVERTISEMENT
Menjadi guru yang agak galak adalah bagian dari penyesuaian diri yang lahir dari lingkungan sekitar. Menjadi guru yang tingkat kesabarannya tinggi adalah bagian dari adaptasi karakteristik yang luar biasa, dan hal ini membuatku merasa sedang belajar dan berproses menjadi guru melalui pengalaman dan kisah ini.
Aku melihat bagaimana tidak ada yang salah sama sekali dengan karakter yang dimiliki oleh anak-anak ini. Mereka sedang berproses, sedang mencari apa yang cocok dengan mereka. Aku belajar untuk mencari dan menemukan metode yang setidaknya cocok saja, dan di situlah akan ada karakter-karakter baru yang mau belajar bersama.
Tentang cara untuk berhasil memahami karakteristik anak yang berbeda, apalagi anak-anak dengan watak keras dan susah diatur. Tentang menciptakan metode unik yang bisa diikuti oleh anak-anak, dan tentang belajar untuk memahami setiap proses anak-anak dalam bertumbuh.
ADVERTISEMENT