Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
Konten dari Pengguna
9 Hari 8 Malam Mengarungi Sungai Bongka
12 Januari 2017 2:09 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:19 WIB
Tulisan dari Alfons Hartanto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
"Bang, minta dong video hasil dokumentasi Sungai Bongka," sebuah pesan singkat masuk ke ponsel saya sore ini dari seorang rekan jauh di Palu, Sulawesi Tengah.
ADVERTISEMENT
Pesan singkat ini membawa kembali memori saya akan petualangan selama satu minggu lebih mengarungi Sungai Bongka dua setengah tahun lalu. Berawal dari mimpi konyol tujuh orang orang muda yang masih bau kencur, perjalanan ini akhirnya dapat terealisasi.
Menjadi orang pertama yang mengarungi Sungai Bongka dengan perahu karet. Sebatas itulah mimpi kami dimulai.
***
Desa Lijo, titik start kami kala itu adalah sebuah desa di atas bukit. Lokasinya yang berada di pinggir hulu Sungai Bongka membuat kami yakin untuk memulai pengarungan dari titik ini.
Sempat tertahan dua hari akibat hujan deras yang mengguyur, akhirnya hari itu (Jumat, 14 Agustus 2014) kami memulai petualangan kami mengarungi Sungai Bongka.
ADVERTISEMENT
Untuk beberapa orang perjalanan ini mungkin sedikit nekat. Akibat hujan deras selama seminggu belakangan debit air di Sungai Bongka kala itu sangatlah deras (ya, berbeda dengan Pulau Jawa yang kering, di Sulawesi bulan Agustus justru hujan lebat sering turun).
Air sungai yang biasa sangat biru pun menjadi keruh kecokelatan.
Namun nampaknya nasib masih berpihak kepada kami, sungai keruh ini akhirnya menunjukan kembali kecantikannya di hari ketiga kami mengarungi Sungai Bongka.
Ditemani sinar matahari yang menyilaukan, Jernihnya Sungai Bongka mulai kembali di hadapan kami.
***
Seiring kembalinya biru Sungai Bongka, mata kami pun mulai dimanjakan dengan pemandangan alam yang menakjubkan.
Berbeda dengan mata, hati dan fisik kami justru harus bekerja lebih keras. Jeram-jeram yang harus kami hadapi selama perjalanan delapan hari sembilan malam ini jauh dari kata memanjakan.
ADVERTISEMENT
Mendebarkan dan melelahkan mungkin lebih tepat menggambarkan jeram-jeram yang harus kami hadapi kala itu.
Beberapa kali Sungai Bongka ini seperti menolak untuk kami arungi lebih jauh. Dengan menyajikan jeram yang sangking besarnya berhasil memporakpondakan alat bantu apung utama kami, perahu karet.
Hingga di satu titik Sungai Bongka hampir memukul mundur kami ketika kami dihadapkan pada Hura.
Sesuai dengan namanya, Hura yang berarti buih menurut bahasa setempat, menyajikan jeram yang sangat deras hingga air-air yang tertiup angin menyajikan pemandangan yang menyerupai buih air.
Ditambah lagi lokasi jeram ini yang berada di antara bukit-bukit, sehingga jalur potong darat juga nampaknya tidak mungkin dapat diakses. Celakanya sinyal telepon satelit, senjata utama kami untuk "kabur", juga terahalang oleh bukit-bukit di sekitar kami.
ADVERTISEMENT
Sehingga saat itu kami hanya satu pilihan, maju. Bagaimanapun caranya.
Memutar akal kami sedemikian rupa, akhirnya titik ini berhasil kami hindari dengan selamat. Tetapi Sungai Bongka Tampak tidak ada puasnya memberi ujian. Berikutnya berturut-turut kesulitan datang menghampiri kami.
Salah satu perahu kami sempat bocor, bahan makanan yang mulai menipis, perahu kami yang lain sempat 'tumpah' saat menerobos jeram, ditambah lagi cedera yang dialami anggota tim di tengah pengarungan.
***
"Mak, Franklin ini mak, masih sehat ini," suara 'Abang' Gultom siang itu membangunkan saya dari lamunan.
Kami berada di Desa Wa'an Towu saat itu. Percakapan di atas adalah suara rekan kami yang sedang memberi kabar keluarganya via telepon satelit yang tinggal menyisakan beberapa kali lagi untuk bisa memberi kabar ke keluarga ataupun rekan terdekat.
ADVERTISEMENT
Setelah sembilan hari delapan malam mengarungi Sungai Bongka dari Desa Lijo, akhirnya kami sampai di Desa Wa'an Towu, desa pertama yang kami temui selama seminggu lebih ini.
Desa Wa'an Towu ini juga menjadi penanda kami telah sampai di titik aman. Mulai dari situ sisi sebelah kanan dan kiri kami sudah mulai diisi kehidupan.
Secara ajaib beberapa permasalahan yang sempat kami hadapi berhasil kami lalui. Mimpi 'konyol' kami berhasil menjadi kenyataan saat itu dan segala asam manis yang diberikan Sungai Bongka tentulah akan teruikir di memori kami.
*Cerita ini mungkin sangat tidak lengkap dan menimbulkan banyak tanya. Yah, semoga gambar bergerak di bawah ini bisa lebih membantu.
ADVERTISEMENT