Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Alasan Kenapa Saya, Orang Papua, Tidak Bisa Mendukung OPM
1 Agustus 2018 9:14 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
Tulisan dari Alfredo kway tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tadi siang, ketika saya tiba di kampus untuk bimbingan pembuatan tesis saya, salah seorang teman saya yang saya ketahui sering membaca tulisan saya (karena sering saya share dalam halaman jejaring sosial milik saya) bertanya kepada saya “Sobat, kamu orang Papua, kenapa kamu tidak mendukung OPM ?, bukannya mereka adalah saudara-saudaramu juga ?”. Saya pun terdiam mendengar pertanyaan ini. Pertanyaan yang begitu menarik, bukan hanya dari teman saya kepada saya, tapi dari saya kepada diri saya sendiri.
ADVERTISEMENT
Saya tidak menjawab pertanyaan ini dengan kalimat “karena merah-putih bagi saya adalah harga mati ” seperti layaknya jawaban seorang nasionalis sejati, karena sejujurnya saya bukan jenis orang seperti itu, saya bukan seorang nasionalis sejati. Pandangan saya yang kebanyakan tidak sejalan dengan pandangan saudara-saudara saya, para simpatisan OPM adalah berdasarkan apa yang saya liat, apa yang saya tahu, apa yang saya dengar dan apa yang saya rasakan. Oleh karena itu, pertanyaan teman saya itu saya jawab sepanjang makan siang kami
Ada beberapa alasan, kenapa saya, sebagai seorang anak asli Papua, tidak bisa sejalan dengan pandangan OPM dan para simpatisannya, yang notabenenya merupakan saudara-saudara saya :
Pertama, jika saya menemukan lampu ajaib seperti aladin, dan “penghuni” di dalam lampu ajaib tersebut akan mengabulkan 3 permintaan saya maka permintaan saya yang pertama adalah Papua yang damai, permintaan kedua adalah agar saya memiliki keahlian memasak, permintan ketiga akan saya berikan kepada Bapa dan Mama saya.
ADVERTISEMENT
Ya, saya benar-benar menginginkan Papua yang damai dan sejujurnya para anggota OPM ataupun simpatisannya selalu menentang usaha-usaha menuju Papua yang damai.
Dalam tulisan saya beberapa waktu yang lalu, saya menuliskan bahwa sepanjang tahun 2017 hingga pertengahan tahun 2018, setiap bulannya selalu ada kontak senjata antara OPM faksi militer, yang sering dibahasakan sebagai Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) dengan aparat keamanan. Serangan-serangan tersebut dilakukan oleh berbagai kelompok dengan pimpinan yang berbeda. Ketika ada salah satu kelompok dari KKB ini mulai peduli dengan perdamaian di Papua, maka ia akan dihujat sebagai antek NKRI.
Contohnya adalah pada Januari 2014 lalu, ketika Lambert Pekikir, salah satu pimpinan kelompok KKB di Keerom mencoba menjaga perdamaian di kampungnya sendiri, Keerom, dengan mendeklarasikan “Deklarasi Keerom Damai”. Lambert Pekikir, salah satu pimpinan OPM yang paling senior yang bertahun-tahun hidup di hutan pun dihujat habis-habisan.
ADVERTISEMENT
Hal yang menggelikan adalah pihak yang menghujat Labert Pekikir adalah KNPB, simpatisan muda OPM yang hidup di perkotaan dan tokoh-tokoh OPM di luar negeri, yang memiliki kehidupan nyaman di negaranya masing-masing.
Kemudian Pada Tahun 2017 sd 2018, seluruh jagad raya dunia ini pasti tahu akan kekejaman KKB OPM yang menyandera, memperkosa, membakar bahkan membunuh warga di Banti Timika, kekejaman mereka seakan lupa akan jati diri Orang Papua yang Cinta Damai dan suka menebarkan Kasih. Hal itu pula yang tejadi di Nduga baru-baru ini, dimana KKb menembaki pesawat yang mengakibatkan banyak korban dari warga.
Kedua, rakyat Papua membutuhkan banyak hal, anak-anak Papua membutuhkan pendidikan yang layak, pemudanya butuh kesempatan untuk berkarya, para mamanya butuh tempat yang layak untuk berjualan dan para lelaki membutuhkan kesempatan untuk mengais rezeki yang layak untuk menghidupi keluarganya.
ADVERTISEMENT
Papua membutuhkan hal-hal tersebut untuk membangun Papua dari ketertinggalan. Dan coba tebak, anggota-anggota OPM dan para simpatisannya tidak membantu rakyat Papua untuk mendapatkan keterbutuhannya tersebut.
Bila anda pernah ke Jayapura, Biak atau kota-kota lain di Papua, maka akan terlihat bahwa Papua bukan daerah yang tertinggal. Tetapi bila anda mencoba masuk lebih dalam, terutama ke daerah yang merupakan markas-markas kelompok KKB di pedalaman Papua, maka akan terlihat sebaliknya.
Pembangunan membutuhkan kestabilan keamanan, dengan keberadaan kelompok KKB di suatu daerah hal tersebut berarti menghambat pembangunan di daerah tersebut. Beberapa pihak mengatakan bahwa rakyat pedalaman Papua membutuhkan modal transportasi yang baik untuk memajukan kesejahteraannya, menurut saya rakyat pedalaman Papua membutuhkan modal transportasi yang layak dan perginya kelompok KKB dari daerah mereka untuk memajukan kesejahteraan dan meningkatkan pembangunan di daerah tersebut.
ADVERTISEMENT
Ketiga, tentang tokoh-tokoh OPM di luar negeri. Sejujurnya ada banyak kekecewaan saya terhadap tokoh-tokoh OPM di luar negeri.
1. Tokoh-tokoh ini sering membiarkan konflik Papua di luar negeri tapi tidak pernah menjelaskan tentang keberadaan kelompok-kelompok militer OPM/KKB sebagai salah satu aktor dalam konflik Papua.
2. Gaya hidup mereka yang tidak acuh terhadap kesengsaraan rakyat Papua di Papua. Entah sengaja atau tidak, mereka seringkali memposting foto-foto yang menggambarkan kenyamanan dan kemewahan kehidupan mereka di luar negeri. Padahal mereka mengklaim sibuk memperjuangkan nasib orang Papua di dunia internasional.
3. Para tokoh-tokoh Papua luar negeri ini cenderung “berjuang” hanya untuk kepentingan kelompoknya saja, sehingga merekapun sibuk menghujat tokoh-tokoh dari kelompok lain.
ADVERTISEMENT
Terkait hujat-menghujat, kasus yang paling saya ingat adalah ketika kelompok Benny Wenda, juru bicara ULMWP (Unites Liberation Movement Of West Papua) menghujat Jacob Rumbiak, salah satu komisioner ULMWP. Terlepas benar atau tidaknya hujatan Benny Wenda kepada Jacob Rumbiak, tulisan berisi hujatan tersebut tidak layak untuk dipasang di dunia maya.
Hal-hal yang saya sebutkan di atas membuat saya, seorang anak asli Papua tidak bisa mendukung “perjuangan” OPM. Berat rasanya mendukung mereka setelah apa yang sudah saya liat, dengarkan, rasakan dan pelajari. Ucap saya kepada teman saya yang mendengarkan penjelasan panjang lebar saya.
Di tengah perjalanan menuju tempat parkir motor, ia bertanya “Kenapa sih beberapa anggota parlemen di luar negeri mendukung kegiatan tokoh-tokoh OPM?, apa mereka gak menghormati Indonesia?”. Mendengar pertanyaan itu saya menjawab sambil sedikit menahan tawa. Dalam hati saya gembira, rupanya teman saya, seorang yang sangat awam tentang masalah Papua, dan tidak terkait apapun tentang Papua, memiliki keingintahuan yang tinggi terhadap masalah-masalah Papua setelah membaca tulisan saya.
ADVERTISEMENT
(Disadur dari berbagai Sumber)