Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Silas Papare, Sang Republiken Sejati dari Tanah Papua
30 Mei 2018 12:27 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:08 WIB
Tulisan dari Alfredo kway tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
“ Miris,
bila kini kita rakyat Indonesia yang sudah merdeka dan berada dalam kesatuan Republik Indonesia justru ingin terpecah belah,
ADVERTISEMENT
ketika dahulu, ada seorang Silas Papare dari tanah Papua yang berjuang dan rela dibui
memberontak dan rela mati hanya demi Irian bergabung dengan NKRI “
Patutkah kita melupakan jasa-jasanya?,
di kala kita Tidak bisa apa-apa Tanpa Mereka.
Silas Papare, adalah seorang politikus berwawasan luas dan dapat diandalkan, yang berasal dari daerah ujung timur Indonesia, tanah Papua. Sepanjang hidupnya, Ia paling gencar melawan penjajah kolonial, untuk berjuang demi kebebasan tanah Papua dari cengkeraman Belanda. Beliau juga ingin Papua yang kemudian diberi nama Irian itu, bergabung ke dalam NKRI.
Sesuai harapan di balik nama IRIAN: “Ikut Republik Indonesia Anti Nederland”.
Silas Papare merupakan pejuang yang dipercaya Presiden Soekarno menjadi delegasi RI yang mewakili Irian Barat dalam Perjanjian New York, perjanjian yang merupakan awal kebebasan Irian Barat dari cengkeraman penjajahan Belanda.
ADVERTISEMENT
Saat Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, Papua masih berada dalam cengkeraman Belanda. Bahkan Belanda yang semakin terpojok oleh dunia internasional, tidak tinggal diam dengan membentuk negara boneka Papua, yang kemudian menetapkan nama Papua sebagai Papua Barat.
Ada seorang laki-laki dari tanah Papua yang berpikir bahwa masyarakat Papua harus bebas dari jajahan Belanda dan bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yaitu Silas Papare. Seorang pejuang dari timur Indonesia, yang berlatar pendidikan sebagai juru rawat.
Hidup dalam alam Irian Jaya yang terkenal ganas akan nyamuk malaria dan hidup dalam jajahan Belanda, menjadi awal mula mengapa Silas Papare jadi seorang juru rawat. Tenaga medis pada saat itu begitu dibutuhkan, perang pun masih berlangsung kala itu. Maka, setelah tamat Sekolah Rakyat tiga, Silas melanjutkan ke Sekolah Perawat Empat di Serui.
ADVERTISEMENT
Semasa menjadi juru rawat, meskipun tidak didukung dengan pendidikan militer secara khusus, Silas Papare ternyata memiliki penguasaan medan yang bagus, sehingga beliau pun dipercaya Belanda sebagai tenaga intelijen. Prestasi yang pernah diraih pada masa Belanda adalah keberhasilannya melayani dan mengeluarkan rakyat Indonesia dari hutan semasa pendudukan Jepang, yaitu dari Serui, Biak, dan Manokwari. Atas keberhasilannya, pemerintah Belanda memberikan penghargaan berupa bintang perunggu yang diberikan oleh Koningin Wilhelmina di London pada 5 April 1945.
Pada masa pendudukan Sekutu dan Belanda, sesudah perang dunia kedua, berkat pengabdiannya di bidang intelijen, Silas Papare diangkat menjadi tentara Sekutu dengan pangkat sersan Persteklas. Pada tanggal 4 Juni 1944, Silas Papare dengan berani mengkoordinasi gerakan rakyat membantu tentara sekutu bertepatan dengan pendaratan sekutu pertama kalinya di Teluk Wombai, yang saat itu beliau diberi bintang jasa pangkat Sersan Kelas II.
ADVERTISEMENT
Karir militer ini Ia tekuni sampai tahun 1945. Berkat kesuksesannya menolong Sekutu melawan Jepang di Irian Jaya, Silas Papare memperoleh penghargaan dari bagian OPS Perang Pasifik dari Biro Intelijen tentara Sekutu yang ditandatangani oleh G.A Willongbym Mayor Jenderal USA (US ARMY) pada 31 Oktober 1945.
Sejak Sekutu meninggalkan Irian Jaya dan digantikan oleh Belanda, Silas Papare tidak lagi sebagai tentara dan kembali sebagai tenaga medis di Serui. Pada akhir tahun 1945 Silas Papare diangkat sebagai Kepala Rumah Sakit Zending di Serui.
Karena punya beberapa teman di Pulau Jawa, Silas Papare pun sering pergi ke Jakarta. Sambil berjuang, Silas Papare pun mengabdikan diri di kantor Kementerian Kesehatan Kota Praja, Jakarta Raya. Ia menjalani profesi sebagai tenaga medis selama tiga tahun, dari tahun 1951-1954.
ADVERTISEMENT
Pada masa akhir perang dunia, Silas terlibat dalam pekerjaan palang merah sedunia. Tepat pada 25 Desember 1945, Silas dan beberapa kawannya berupaya mengajak pemuda-pemuda Irian yang tergabung dalam Batalyon Papua untuk bergabung dan memberontak terhadap Belanda. Meski sayangnya, rencana tersebut bocor ke telinga Belanda, sehingga Silas Papare ditangkap dan dipenjarakan di Jayapura.
Takdir mempertemukan Silas Papare dengan Dr. Sam Ratulangi, Gubernur Sulawesi yang diasingkan Belanda. Melalui perkenalannya tersebut, Silas Papare semakin yakin bahwa Papua memang harus bebas dan bergabung dengan NKRI.
Setelah bebas dari penjara, Silas Papare tak gentar dan terus berupaya. Beliau mendirikan partai pertama di Irian Barat yang bernama Partai Kemerdekaan Indonesia Irian (PKII) pada tanggal 29 November 1946. Akibatnya, beliau kembali ditangkap oleh Belanda dan dipenjarakan di Biak.
ADVERTISEMENT
Meskipun begitu, dalam perjalanan ke Biak, Silas berhasil meloloskan diri dan bersembunyi di Yogyakarta. Bahkan, Presiden Soekarno terkejut saat menyadari ada putera asli Irian yang mempunyai semangat berlayar selama dua bulan untuk sampai ke Pulau Jawa, demi mewujudkan cita-cita putera puteri Irian untuk bergabung dengan NKRI. Silas Papare pun kemudian ditunjuk sebagai wakil rakyat Japen Waropen/Serui untuk terus mengikuti jalannya perundingan KMB di Den Haag Belanda, pada 17 Agustus 1949.
Pada Oktober 1949, Silas Papare mendirikan Badan Perjuangan Irian di Yogyakarta untuk membantu Pemerintah Republik Indonesia dalam memasukkan wilayah Irian Barat ke dalam wilayah RI.
Namun, pada 27 Desember 1949 di Konferensi Meja Bundar, Belanda tetap tidak mau mengakui kedaulatan Indonesia atas Irian Barat.
ADVERTISEMENT
Cara lain ditempuh Pemerintah RI, dengan mengumumkan Trikora pada tanggal 19 Desember 1961, sebagai upaya pembebasan Irian Barat dari Belanda. Silas pun membentuk Kompi Irian di Mabes Angkatan Darat.
Perjuangan Berbuah Manis Perang ternyata tidak pernah terjadi. Belanda bersedia menyelesaikan masalah Irian dengan jalan perundingan, yakni melalui Persetujuan New York pada tanggal 15 Agustus 1962 di kota New York. Silas menjadi delegasi RI pada perjanjian tersebut dan menjadi saksi sejarah diresmikannya Irian Barat secara de facto dan de jure menjadi bagian dari wilayah kesatuan Republik Indonesia. Kemudian, Irian Barat diganti namanya menjadi Irian Jaya.
Di dalam perjanjian itu disebutkan bahwa Irian Barat resmi masuk wilayah RI pada 1 Mei 1963. Setelah itu, akan dilakukan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) tahun 1969. Perjuangan Silas Papare pada akhirnya terbayar sudah.
ADVERTISEMENT
Karier terakhir Silas Papare adalah sebagai anggota DPRS menggantikan almarhum Dr Radjiman Widiodiningrat. Tahun 1956 Silas Papare diangkat menjadi anggota DPR wakil rakyat Irian Jaya. Pada tahun yang sama diangkat sebagai anggota Dewan Perancang Nasional Sementara Republik Indonesia dan anggota MPRS. Ia menjalani hidup sebagai wakil rakyat hingga pensiun tahun 1960.
Silas Papare meninggal dunia di tanah kelahirannya Serui, Irian pada tanggal 7 Maret 1973, pada usia 54 tahun. Namanya diabadikan sebagai salah satu kapal selam perang, yakni KRI Silas Papare. Ia mendapat gelar pahlawan nasional pada 14 September 1993. Selain itu di Serui didirikan pula monumen Silas Papare.
“Jangan sanjung aku, tetapi teruskanlah perjuanganku” – Silas Papare.
Silas Papare sudah menghabiskan hidupnya untuk berjuang agar Irian bebas dari Belanda dan masuk Republik Indonesia.
ADVERTISEMENT
Lalu, apa yang bisa kita lakukan untuk menghormati jasa beliau?