Konten dari Pengguna

Warga Berbaris Sejam Untuk Bersalaman, Kaki Pegal Tak Halangi Tradisi Lebaran

Alga Nafi Danuari
Kuliah di Universitas AMIKOM Purwokerto
5 April 2025 0:45 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Alga Nafi Danuari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Karangaren, Purbalingga - Suasana penuh kehangatan dan kebersamaan begitu terasa di desa Karangaren, Purbalingga saat seluruh warga berbaris panjang hingga ke ujung desa untuk bersalam-salaman usai menunaikan Shalat Idul Fitri, senin (31/3). Tradisi yang telah berlangsung turun-temurun ini menjadi momen sakral bagi masyarakat untuk mempererat tali silaturahmi dan saling memaafkan di hari kemenangan. dari anak-anak hingga lansia, semua larut dalam suasana penuh haru dan kebahagiaan.
Warga bersalam-salaman setelah shalat eid pada hari Lebaran Di Desa Karangaren Kecamatan Kutasari Kabupaten Purbalingga Jawa Tengah. sumber : pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Warga bersalam-salaman setelah shalat eid pada hari Lebaran Di Desa Karangaren Kecamatan Kutasari Kabupaten Purbalingga Jawa Tengah. sumber : pribadi
Barisan panjang warga membentang hampir di sepanjang desa, dan proses saling berjabat tangan ini memakan waktu kurang lebih satu jam. meski berdiri cukup lama, para warga tetap antusias mengikuti tradisi yang dilakukan tiap tahun ini. beberapa bahkan merasakan rasa pegal dikaki dan bahu karena harus berdiri dan bersalaman cukup lama, meskipun begitu mereka tetap menjalankan tradisi yang diadakan setiap Lebaran. "setiap tahun, kami pasti melakukan ini, ya paling kaki pegal sedikit karena berdiri lama, tapi kami tetap melakukannya karena memang sudah menjadi tradisi untuk bersalam-salaman setelah shalat eid" ujar seorang warga bernama Rina Wati.
ADVERTISEMENT
Bagi warga Karangaren, tradisi ini bukan sekedar formalitas semata, tetapi memiliki makna yang mendalam. setelah satu bulan penuh menahan lapar, haus, dan hawa nafsu, idul fitri menjadi ajang untuk kembali bersih dan saling memaafkan atas segala kesalahan yang mungkin terjadi. Tradisi ini juga telah menjadi bukti kuatnya rasa persaudaraan di antara mereka. Bahkan, bagi warga yang merantau dan pulang kampung hanya setahun sekali, momen ini menjadi kesempatan emas untuk bertemu kembali dengan teman masa kecil dan tetangga yang sudah lama tak bertemu.
Warga dengan penuh senyum bersalam-salaman setelah shalat eid pada hari Lebaran Di Desa Karangaren Kecamatan Kutasari Kabupaten Purbalingga Jawa Tengah. sumber : pribadi
Selain ajang silaturahmi, bersalam-salaman di desa karangaren juga sudah dianggap senagai simbol kebersamaan tanpa memandang status sosial. Tak ada perbedaan antara yang tua dan muda, yang kaya atau miskin, semua melebur dalam kebersamaan dan saling menyapa dengan senyum hangat. anak-anak pun tak mau ketinggalan, mereka ikut berbaris sambil menyalami orang dewasa dengan penuh semangat. Bahkan, beberapa dari mereka terlihat ceria karena mendapat uang Tunjangan Hari Raya atau THR dari sanak saudara atau tetangga yang lebih tua.
ADVERTISEMENT
Setelah selesai bersalam-salaman, warga kemudian kembali ke rumah masing-masing untuk merayakan Lebaran bersama keluarga. banyak warga mengadakan acara makan bersama dengan sajian hidangan khas idul fitri seperti opor, rendang dan ketupat. Tak hanya itu, beberapa warga juga melakukan tradisi halal bihalal ke rumah tetangga dan kerabat terdekat untuk melanjutkan silaturahmi.
Tradisi bersalam-salaman ini tak hanya mempererat hubungan sosial, tetapi juga menjadi daya tarik tersendiri bagi orang-orang yang baru pertama kali berkunjung ke desa karangaren saat Lebaran. banyak perantau yang merasa rindu dan selalu ingin kembali ke desa setiap tahunnya demi mengikuti tradisi ini sulit ditemukan di kota.
Berbahagianya Warga saat bersalam-salaman setelah shalat eid pada hari Lebaran Di Desa Karangaren Kecamatan Kutasari Kabupaten Purbalingga Jawa Tengah. sumber : pribadi
Lebaran di desa karangaren memang memiliki nuansa khas yang sulit ditemukan di tempat lain. Tradisi bersalam-salaman yang berlangsung sekitar satu jam ini menjadi bukti bahwa kebersamaan dan persaudaraan masih di junjung tinggi oleh masyarakat. meskipun beberapa warga harus menahan pegal karena berdiri terlau lama, mereka tetap menjalaninya dengan penuh sukacita. Tak hanya formalitas, salam-salaman ini menjadi simbol kemenangan sejati, di mana setiap orang kembali dalam keadaan fitrah dan saling menguatkan tali persaudaraan di hari yang suci.
ADVERTISEMENT