Konten dari Pengguna

Merdeka Belajar dan Dilema Madrasah

ali achmadi
Saat ini sebagai praktisi pendidikan dan Kabid Humas dan Usaha di Yayasan Ar Raudloh di Desa Pakis Kec. Tayu Kab. Pati Jateng. Saya juga sebagai staff pengajar di Madrasah Raudlatut Tholibin Pakis Kab. Pati. Saya lulusan S1 Teknik Industri
10 Oktober 2024 16:13 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari ali achmadi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
*) Catatan kecil di akhir kepemimpinan Menteri Nadiem Makarim
Sumber foto : dokumen pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Sumber foto : dokumen pribadi
Di era Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Tekhnologi, terdapat sejumlah tantangan yang dihadapi oleh lembaga pendidikan keagamaan khususnya lembaga pendidikan Islam yakni Madrasah, yang merupakan bagian penting dari sistem pendidikan Islam di Indonesia. Beberapa dilema yang dihadapi madrasah dalam konteks kebijakan pendidikan di era Nadiem Makarim di antaranya :
ADVERTISEMENT
1. Integrasi Teknologi dan Digitalisasi
Nadiem Makarim mendorong digitalisasi pendidikan melalui platform Merdeka Belajar, yang menekankan penggunaan teknologi dalam proses belajar mengajar. Namun madrasah, terutama yang berada di daerah pinggiran apalagi yang di daerah terpencil, seringkali menghadapi kesulitan akses teknologi, infrastruktur dan pelatihan bagi para guru untuk memanfaatkan platform digital. Hal ini memunculkan kesenjangan antara sekolah umum yang lebih mudah mengadopsi teknologi dengan madrasah yang terkendala fasilitas.
2. Penerapan Kurikulum Merdeka
Kurikulum Merdeka yang dicanangkan Nadiem Makarim menekankan pada fleksibilitas dan kebebasan bagi lembaga pendidikan untuk menentukan sebagian kurikulumnya sendiri. Namun lembaga pendidikan Madrasah memiliki ciri khas tersendiri dengan kurikulum Agama Islam yang sudah cukup padat, lebih-lebih pada madrasah salaf, disamping ada kurikulum agama dari Kemenag juga ada standart kurikulum muatan lokal berbasis kitab-kitab salaf. Dari sini muncul dilema untuk dapat menyeimbangkan antara penerapan kurikulum umum dengan kurikulum keagamaan, karena dikhawatirkan akan mengurangi intensitas pendidikan agama jika terlalu banyak penyesuaian.
ADVERTISEMENT
3. Kompetisi dengan Sekolah Umum
Selama ini Madrasah sering kali dipandang kurang kompetitif dibandingkan dengan sekolah umum, terutama dalam aspek kurikulum dan kualitas pengajaran sains dan teknologi. di bawah Merdeka Belajar, fokus pada peningkatan kompetensi diberbagai bidang, termasuk liiterasi dan numerasi menjadi lebih dominan. Namun karena madrasah memiliki fokus tambahan pada pendidikan agama, maka ada tantangan untuk menyeimbangkan keduanya, sehingga madrasah terkesan kurang fokus pada pendidikan sains dan tekhnologi dibandingkan dengan sekolah umum.Disamping itu implementasi merdeka belajar di madrasah dapat menjadi rumit karena adanya regulasi yang mengatur madrasah di bawah Kementrian Agama. Di sini mau tidak mau madrasah harus beradaptasi dengan dua kebijakan yang berasal dari dua kementrian yang berbeda yang kadang kala kebijakannya tidak sinkron baik substansi maupun waktu pelaksanaanya.
ADVERTISEMENT
4. Kesetaraan Fasilitas dan Anggaran
Dilema yang dihadapai madrasah selama ini adalah kesenjangan fasilitas dibandingkan dengan sekolah umum. Meskipun ada upaya pemerintah untuk meningkatkan anggaran pendidikan, madrasah sering kali tidak menerima alokasi dana yang memadai atau fasilitas yang setara dengan sekolah umum, khususnya dengan sekolah-sekolah negeri.
5. Penguatan Pendidikan Karakter
Kebijakan Menteri Nadiem yang menekankan pendidikan karakter dan pengembangan soft skills sebenarnya sejalan dengan misi madrasah. Namun, tantangannya adalah bagaimana madrasah dapat memanfaatkan pendekatan ini sembari tetap mempertahankan identitas mereka yang fokus pada pendidikan agama. Madrasah harus menyeimbangkan antara membangun karakter siswa sesuai nilai-nilai Islam dengan soft skills yang diinginkan oleh sistem pendidikan umum.
6. Guru dan Kualiatas Pengajaran
Dengan adanya sertifikasi guru, pemerintah berharap kinerja guru akan meningkat dan pada gilirannya mutu pendidikan nasional akan meningkat pula terutama hasil belajar siswa. Namun dari beberapa penelitian yang pernah dilakukan menyatakan bahwa tidak ada perbedaan kompetensi yang signifikan antara guru sertifikasi dan non sertifikasi di beberapa madrasah. Disamping itu, selama ini banyak guru madrasah yang masih terkendala dalam mendapatkan pelatihan yang setara dengan guru di sekolah umum. Hal ini tentu dapat menghambat kualitas pengajaran di madrasah terutama dalam adaptasi teknologi dan kurikulum baru yang dicanangkan menteri Nadiem.
ADVERTISEMENT
7. Pendanaan dan Otonomi Madrasah
Meskipun program seperti BOS (Bantuan Operasional Sekolah) dan dana bantuan lainnya dari pemerintah sudah ada, madrasah masih sering kali memiliki tingkat otonomi yang lebih rendah dibandingkan dengan sekolah umum dalam pengelolaan anggaran. Selain itu, banyak madrasah yang berada di bawah naungan yayasan swasta, sehingga mereka tegantung pada anggaran yang tidak selalu stabil. Diera Menteri Nadiem, belum ada kebijakan khusus yang secara signifikan meningkatkan dukungan bagi madrasah dari sisi otonomi pengelolaan maupun dari sisi pendanaan.
Secara keseluruhan, madrasah menghadapi tantangan besar dalam menyesuaikan diri dengan kebijakan yang didorong oleh Menteri Nadiem Makarim. Di satu sisi, ada peluang untuk meningkatkan kualitas pendidikan melalui digitalisasi dan kurikulum yang lebih fleksibel. Namun, di sisi lain, madrasah juga harus menjaga keseimbangan antara pendidikan umum dan pendidikan agama yang menjadi inti dan jati diri madrasah itu sendiri.
ADVERTISEMENT
ALI ACHMADI
Humas Yayasan Ar Raudloh
Perguruan Islam Raudlatut Tholibin Pati