Konten dari Pengguna

Indonesia dan BRICS: Jalan Menuju Kolaborasi Ekonomi Global yang Lebih Kuat

Muhammad Ali Ashhabul Kahfi
Master Of Politics and International Relations, School of Strategic and Global Studies, University Of Indonesia.
27 Oktober 2024 9:34 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Ali Ashhabul Kahfi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Indonesia Berupaya Memperkuat Hubungan dengan BRICS untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi dan Akses Pasar Baru

Presiden Putin memimpin KTT BRICS Plus 2024 di Kazan, Rusia, Kamis (24/10/2024). Foto: Sergey Bobylev/Photohost agency brics-russia2024.ru
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Putin memimpin KTT BRICS Plus 2024 di Kazan, Rusia, Kamis (24/10/2024). Foto: Sergey Bobylev/Photohost agency brics-russia2024.ru
ADVERTISEMENT
BRICS, aliansi ekonomi yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan, terus memperkuat pengaruhnya di panggung internasional. Sebagai representasi sekitar 40% dari populasi dunia dan lebih dari 30% dari PDB global berdasarkan paritas daya beli, BRICS memiliki peran penting dalam upaya menciptakan sistem ekonomi global yang lebih berimbang. Indonesia, yang saat ini memiliki ekonomi terbesar di Asia Tenggara dengan PDB sebesar $1,19 triliun pada 2023, sedang mempertimbangkan untuk meningkatkan keterlibatannya dengan BRICS demi memperkuat posisinya di kancah ekonomi global.
ADVERTISEMENT
Pada 2022, perdagangan bilateral antara Indonesia dan negara-negara anggota BRICS mencapai lebih dari $100 miliar, dengan Tiongkok menjadi mitra dagang terbesar Indonesia. Total perdagangan Indonesia dengan Tiongkok mencapai $110 miliar pada tahun tersebut, dengan ekspor utama berupa batu bara, minyak sawit, dan karet. Hubungan ini diperkirakan akan semakin meningkat seiring dengan upaya BRICS yang berfokus pada pengembangan jaringan perdagangan multilateral di antara anggotanya dan negara-negara mitra potensial, seperti Indonesia.
Selain perdagangan, potensi Indonesia untuk terlibat dalam New Development Bank (NDB) yang didirikan oleh BRICS juga menjadi sorotan. Bank ini bertujuan untuk mendukung proyek-proyek infrastruktur dan pembangunan berkelanjutan di negara berkembang. Sejak didirikan pada 2015, NDB telah mengalokasikan lebih dari $30 miliar untuk berbagai proyek di sektor energi bersih, transportasi, dan pembangunan berkelanjutan. Jika Indonesia bergabung, peluang akses pendanaan untuk infrastruktur nasional dapat semakin terbuka, membantu pemerintah dalam mencapai target pembangunan jalan, pelabuhan, dan pembangkit listrik.
ADVERTISEMENT
Namun, Indonesia juga menghadapi tantangan dalam meningkatkan hubungan dengan BRICS. Perbedaan kepentingan di antara anggota BRICS dapat menjadi hambatan dalam mencapai konsensus yang saling menguntungkan. Selain itu, Indonesia perlu mempertimbangkan keseimbangan antara hubungan dengan negara-negara Barat, terutama Amerika Serikat, yang menjadi salah satu investor utama di Indonesia, dengan negara-negara BRICS yang cenderung memiliki pendekatan ekonomi dan politik yang berbeda.
Ilustrasi dinamis peran Indonesia dalam aliansi BRICS, Sumber: AI Image
Dalam jangka panjang, keberhasilan Indonesia dalam meningkatkan kemitraan dengan BRICS sangat bergantung pada kemampuan pemerintah untuk menavigasi tantangan geopolitik dan menjaga kepentingan nasional di tengah dinamika global. Jika dikelola dengan baik, kerja sama ini dapat menjadi katalisator bagi pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat dan berkelanjutan bagi Indonesia. Sebagai contoh, peningkatan akses pasar di negara-negara BRICS bisa mendorong ekspor Indonesia, terutama di sektor komoditas seperti batu bara, minyak kelapa sawit, dan produk kelautan, yang saat ini merupakan tulang punggung ekspor negara.
ADVERTISEMENT
Tantangan yang ada, meski besar, bukanlah penghalang tak teratasi. Dengan strategi yang tepat, Indonesia bisa memanfaatkan momentum BRICS untuk meneguhkan posisinya sebagai pemain kunci di panggung ekonomi global.