Konten dari Pengguna

Kriminalisasi Tenaga Medis dan RUU Kesehatan Kontroversial

Muhammad Ali Ashhabul Kahfi
Master Of Politics and International Relations, School of Strategic and Global Studies, University Of Indonesia.
28 April 2023 12:58 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Ali Ashhabul Kahfi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Apakah Kepentingan Organisasi Profesi Terabaikan?

PB IDI mengajak dokter anggotanya untuk mengenakan pita berwarna hitam selama satu bulan sebagai reaksi atas terjadinya tiga insiden. (Sumber: Freepik)
zoom-in-whitePerbesar
PB IDI mengajak dokter anggotanya untuk mengenakan pita berwarna hitam selama satu bulan sebagai reaksi atas terjadinya tiga insiden. (Sumber: Freepik)
ADVERTISEMENT
Kriminalisasi tenaga medis menjadi isu yang kian mengkhawatirkan dalam dunia kesehatan Indonesia. Menurut data Ikatan Dokter Indonesia (IDI), terdapat peningkatan kasus kekerasan terhadap tenaga medis sebesar 30 persen pada tahun 2022 dibandingkan tahun sebelumnya. Baru-baru ini, kasus penganiayaan terhadap sejawat dokter internship di Puskesmas Pajar Bulan, Lampung Barat, menjadi sorotan utama.
ADVERTISEMENT
Dr. Rizka, seorang dokter internship yang dianiaya, mengalami luka memar dan patah tulang akibat peristiwa tersebut. Dari keterangan saksi, para pelaku sempat mengancam akan membakar Puskesmas jika tuntutan mereka tidak dipenuhi. Kasus ini menjadi contoh nyata bahwa kecenderungan kriminalisasi tenaga medis kian mengkhawatirkan.
Beberapa tenaga medis melakukan demonstrasi menentang RUU Kesehatan Omnibus Law di Gedung DPRD Banyuwangi, Jawa Timur, pada hari Senin (28/10/2022). Foto oleh: Sulthony Hasanuddin/Antara Foto
Di sisi lain, RUU Kesehatan yang tengah digodok di DPR RI menuai kritik tajam dari berbagai pihak. Pasalnya, RUU ini dinilai tidak berpihak pada kepentingan organisasi profesi. Berdasarkan analisis dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), terdapat 8 dari 15 poin dalam RUU ini yang dinilai belum memperhatikan kesejahteraan tenaga medis, termasuk dokter, perawat, dan bidan.
Salah satu poin yang menjadi sorotan adalah ketentuan mengenai sanksi bagi tenaga medis yang dianggap belum memadai. RUU ini memberikan sanksi administratif hingga pidana bagi tenaga medis yang melanggar ketentuan, namun tidak memberikan perlindungan yang cukup bagi tenaga medis yang menjadi korban kekerasan atau tindakan kriminal.
ADVERTISEMENT
Selain itu, data dari Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa Indonesia masih kekurangan tenaga medis, dengan rasio dokter per 1.000 penduduk sebesar 0,4, sementara perawat dan bidan masing-masing 2,3 dan 2,1 per 1.000 penduduk. Hal ini semakin mengancam keberlangsungan profesi kesehatan di Indonesia.
Ahli bedah Prof. dr. Zainal Muttaqin Ph.D, Sp.BS.Foto: Youtube/ SMC RS Telogorejo
Pemberhentian sepihak terhadap Dr. Zainal Muttaqin Ph.D.,Sp.BS oleh rumah sakit tempatnya bekerja menjadi bukti nyata betapa lemahnya perlindungan hukum bagi tenaga medis. Pemberhentian ini dilakukan tanpa alasan yang jelas dan belum mendapatkan keputusan yang final dari pengadilan. Kasus serupa juga dialami oleh 27 tenaga medis lainnya sepanjang 2022, menurut data yang dihimpun oleh IDI.
Kasus-kasus tersebut menunjukkan bahwa profesi kesehatan di Indonesia tengah menghadapi tantangan berat. Perlu adanya perubahan paradigma dalam penyusunan RUU Kesehatan agar kepentingan organisasi profesi tidak terabaikan. Selain itu, pemerintah dan aparat penegak hukum harus berkomitmen dalam memberikan perlindungan hukum yang memadai bagi tenaga medis sebagai garda terdepan dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan.
ADVERTISEMENT
Organisasi profesi seperti IDI, Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), dan Ikatan Bidan Indonesia (IBI) telah mengeluarkan pernyataan bersama yang menuntut pemerintah dan DPR untuk segera merevisi RUU Kesehatan. Mereka menilai bahwa RUU ini belum mencerminkan aspirasi dan kepentingan tenaga medis sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan di Indonesia.
Salah satu tuntutan yang diajukan oleh organisasi profesi adalah peningkatan anggaran kesehatan. Saat ini, anggaran kesehatan Indonesia hanya sekitar 3,5% dari total APBN, jauh di bawah standar WHO yang mencapai 5%. Dengan peningkatan anggaran, diharapkan pemerintah dapat meningkatkan kesejahteraan tenaga medis dan memperbaiki fasilitas pelayanan kesehatan.
Selain itu, organisasi profesi juga menuntut pemerintah untuk meningkatkan jumlah pendidikan kedokteran dan keperawatan yang berkualitas, serta menyediakan beasiswa bagi calon tenaga medis yang berasal dari keluarga kurang mampu. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan jumlah dan kualitas tenaga medis di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Kasus penganiayaan terhadap dr. Rizka dan pemberhentian sepihak terhadap Dr. Zainal Muttaqin Ph.D.,Sp.BS menunjukkan betapa urgennya perlindungan hukum bagi tenaga medis di Indonesia. Ketidakadilan yang dialami oleh para tenaga medis ini telah memicu kekhawatiran di kalangan masyarakat dan membuat para tenaga medis merasa tidak aman dalam menjalankan tugasnya.
Sejumlah aksi solidaritas pun digelar oleh para tenaga medis dan masyarakat untuk mendukung dr. Rizka dan Dr. Zainal. Mereka menuntut agar pelaku kekerasan terhadap tenaga medis dihukum sesuai dengan hukum yang berlaku dan meminta pemerintah untuk segera mengambil langkah konkret dalam memberikan perlindungan hukum bagi tenaga medis.
Untuk menangani permasalahan ini, pemerintah perlu melakukan koordinasi yang baik antara Kementerian Kesehatan, Kementerian Hukum dan HAM, serta Kepolisian RI. Selain itu, pemerintah juga perlu menggandeng organisasi profesi dan lembaga swadaya masyarakat dalam menyusun kebijakan yang lebih adil dan melindungi tenaga medis.
ADVERTISEMENT
Di tengah pandemi COVID-19 yang belum juga usai, peran tenaga medis menjadi semakin penting. Mereka bekerja tanpa kenal lelah untuk menjaga kesehatan masyarakat dan menghadapi risiko yang sangat tinggi. Oleh karena itu, sudah seharusnya pemerintah, DPR, dan masyarakat memberikan dukungan penuh dan perlindungan yang memadai bagi tenaga medis.
Rapat Paripurna DPR RI ke-13 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2022-2023. (Foto: Zamachsyari/kumparan)
Pemerintah dan DPR perlu segera mengevaluasi RUU Kesehatan dan memastikan bahwa kepentingan organisasi profesi terwakili dengan baik. Hal ini penting agar tenaga medis merasa dihargai dan mendapatkan perlindungan yang mereka butuhkan. Selain itu, perlu adanya peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya menghormati dan menghargai tenaga medis sebagai pahlawan yang berjuang di garda terdepan melawan pandemi.
Edukasi kepada masyarakat tentang etika berinteraksi dengan tenaga medis juga perlu ditingkatkan. Pendidikan ini harus mencakup cara menghargai tenaga medis, menghormati privasi dan kenyamanan mereka, serta menghindari tindakan kekerasan atau ancaman terhadap mereka. Dengan demikian, diharapkan akan tercipta hubungan yang harmonis antara tenaga medis dan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Kasus-kasus yang dialami oleh dr. Rizka dan Dr. Zainal Muttaqin Ph.D.,Sp.BS seharusnya menjadi pelajaran berharga bagi kita semua. Kita perlu menyadari betapa pentingnya peran tenaga medis dalam menyelamatkan nyawa dan menjaga kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, sudah saatnya kita bersama-sama melindungi dan mendukung tenaga medis agar mereka dapat bekerja dengan aman dan nyaman.
Dalam waktu dekat, pemerintah dan DPR perlu segera menyusun langkah konkret untuk menyelesaikan permasalahan ini. Mulai dari revisi RUU Kesehatan yang lebih berpihak pada tenaga medis, peningkatan anggaran kesehatan, hingga pembentukan lembaga khusus yang bertugas melindungi tenaga medis dari tindakan kriminalisasi dan kekerasan.