P. Ramlee: Seniman Jenius Keturunan Indonesia yang Terpinggirkan

Ali Murtado
Warga, tinggal di Doha.
Konten dari Pengguna
22 Maret 2019 20:59 WIB
Tulisan dari Ali Murtado tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
P. Ramlee (sumber photo: slideshare.net)
ADVERTISEMENT
Seandainya P. Ramlee masih hidup, ia akan merayakan hari ulang tahunnya yang ke-90 hari ini. Seniman besar yang bernama asli Teuku Zakaria bin Teuku Nyak Puteh tersebut lahir pada tanggal 22 Maret 1929 di Pulau Penang. Ramlee memiliki hubungan darah yang kuat dengan Indonesia. Ayahnya, Teuku Nyak Puteh berasal dari Lhoksumawe, Aceh, sementara ibunya, Che Mah Hussen berasal dari Buttenworth, Malaysia. Mungkin sedikit yang tahu, jika huruf P di depan nama P. Ramlee adalah singkatan dari ‘Puteh’. Nama yang lazim digunakan di Aceh hingga saat ini.
P. Ramlee dikenal sebagai seniman jenius. Oleh media barat, ia bahkan dijuluki sebagai Charlie Chaplin-nya Asia. Meski ia tidak pernah mengenyam pendidikan formal di bidang film atau musik, tetapi kejeniusan P. Ramlee di kedua bidang tersebut tidak ada yang membantah. Dalam hidupnya yang sangat singkat (P. Ramlee meninggal pada usia 44 tahun), dia memproduksi dan membintangi tidak kurang dari 66 judul film (35 diantaranya ia sutradarai sendiri), menciptakan lebih dari 360 judul lagu dan meraih lebih dari 30 penghargaan internasional.
Ayah P. Ramlee, Teuku Nyak Puteh adalah pelaut dari Lhoksumawe, Aceh. Sementara Ibunya, Che Mah Husen berasal dari Buttenworth, Malaysia (sumber photo: www.kelabpramlee.pemenang.org.my)

Sebelum Menemukan Cinta Terakhir

Perjalanan cinta P. Ramlee adalah drama tersendiri. Ia pernah menikah 3 kali. Pertama dengan Junaidah Binti Daeng Harris (1950-1955), kedua dengan Noorizan binti Mohd Noor (1955-1961) dan ketiga dengan Salmah Binti Ismail atau yang lebih dikenal dengan Saloma (1961-hingga wafat). Hubungan percintaan P. Ramlee dengan Noorizan adalah salah satu yang paling menyita kontroversi. Hal ini tidak terlepas dari status Noorizan yang saat itu masih merupakan permaisuri Sultan Perak ke-32, Sultan Yusuf Izzudin Shah.
ADVERTISEMENT
Sultan Perak yang mengetahui hubungan tersebut akhirnya menceraikan Noorizan pada tahun 1954. Tak lama setelah bercerai, Noorizan kemudian menikah dengan P. Ramlee pada tahun 1955. Noorizan yang telah meninggalkan istana kesultanan Perak, sebenarnya berharap besar pada pernikahannya dengan P. Ramlee. Namun, sang superstar yang sedang dalam puncak karir itu gagal memenuhi harapan Noorizan. Ia teramat sibuk mengembangkan karirnya. Pernikahan tersebut hanya bertahan 6 tahun. Pada tahun 1961 keduanya sepakat bercerai.
Istri P. Ramlee yang terakhir adalah Salmah binti Ismail atau yang dikenal dengan nama Saloma. Percintaan P. Ramlee dan Saloma pun berlangsung unik, karena cinta Ramlee awalnya bukan untuk Saloma, melainkan untuk kakak dari Saloma yaitu Mariani Ismail, yang juga mantan Puteri Kecantikan Singapura. Pernikahan dengan Saloma, boleh jadi menjadi masa yang paling produktif bagi karir bermusik P. Ramlee. Pada periode ini Ramlee menciptakan ratusan lagu dan menyanyikannya baik secara solo maupun duet dengan Saloma. Untuk diketahui, Saloma sendiri sebelum menikah dengan Ramlee adalah seorang penyanyi profesional yang lama tinggal di Melbourne.
ADVERTISEMENT
Saloma adalah perempuan yang mendampingi P. Ramlee bukan hanya saat sang maestro sedang berjaya, tetapi juga saat dalam keadaan terpuruk. Tahun 1970-an adalah masa-masa sulit bagi P. Ramlee. Beberapa lagu dan filmnya mulai ditolak rumah produksi karena dianggap ketinggalan zaman. Di saat situasi kritis tersebut, Saloma dengan setia mendampingi sang (mantan) superstar. Ketika akhirnya P. Ramlee meninggal pada tahun 1973, Saloma dalam salah satu wawancara dengan media menyebut, ‘jika saya mati dan kemudian saya hidup lagi, saya tetap tidak akan menemukan suami sebaik P. Ramlee’. Saloma akhirnya meninggal 10 tahun kemudian. Sesuai permintaanya, dia dikuburkan di samping makam suami yang sangat dicintainya itu.
ADVERTISEMENT
Salmah Bt. Ismail atau yang lebih dikenal dengan Saloma adalah istri ketiga dan terakhir dari P. Ramlee (sumber photo: pinterest.com)

Maestro yang Terpinggirkan

Di masa jayanya pada tahun 1950-1960an, Ramlee adalah superstar bukan hanya di Malaysia tetapi juga di Asia. Film-filmnya seperti Boedjang Lapuk, Antara Dua Dardjat, Madu Tiga dan Hang Tuah, telah mengantarkan namanya ke puncak popularitas. Seorang sutradara dari India bahkan pernah menyebut, hanya ada satu film yang mampu menghancurkan industri film Hindustan dan itu adalah film-film P. Ramlee.
Di tengah popularitasnya, hubungan P. Ramlee dengan para aktor lain terutama di rumah produksi Shaw Studio, tempat di mana Ramlee bernaung, berjalan kurang mulus. Hal ini diduga karena Shaw sangat memanjakan dan menganggap Ramlee sebagai satu-satunya Golden Boy, sehingga menimbulkan kecemburuan diantara para artis Shaw yang lain. Pada masa ini, hubungan Ramlee dengan para wartawan juga memburuk. Besar kemungkinan memburuknya hubungan dengan wartawan ini merupakan imbas dari pemberitaan soal kehidupan pribadinya.
ADVERTISEMENT

P. Ramlee di Mata Anak Muda Malaysia

Bagi publik Malaysia, P. Ramlee adalah sosok legenda. Saya berbincang dengan salah seorang eksekutif muda dari Malaysia, Deddy Faisal. Dia mengaku telah menonton film-film P. Ramlee sejak usia 6 tahun dan hingga sekarang masih ingat dialog-dialognya. ‘P. Ramlee adalah seorang legenda, tidak ada gantinya di Malaysia’ ucap Deddy Faisal, yang juga memiliki darah Indonesia ini.
Seorang kawan lain, Nurriha Ahmad, mengakui jika sosok P. Ramlee sangat dikenal oleh publik Malaysia bahkan oleh anak-anak muda-nya. Hal ini karena nama P. Ramlee lazim ditemukan dalam berbagai pemberitaan dan referensi pustaka terkait budaya Malaysia. Masyarakat Malaysia nampaknya ingin menanamkan ingatan kolektif yang kuat tentang P. Ramlee. Kita, misalnya akan dengan mudah menemukan fans club P. Ramlee di Penang, dan beberapa negara bagian lain di Malaysia.
ADVERTISEMENT
Untuk generasi yang lebih muda, saya berbincang dengan Naufal Fauzi, seorang peneliti Politik Malaysia. Naufal yang lahir pada tahun 1989, mengaku sangat meminati film-film P. Ramlee. Dia mengakui bahwa P. Ramlee adalah seniman paling jenius yang pernah dimiliki Malaysia. Bagi Naufal, P. Ramlee bahkan dianggap mampu membuat plot-plot yang melampaui zamannya. Naufal menceritakan, ‘Dalam Film the Other Woman yang dibintangi Cameron Diaz pada tahun 2014, sangat jelas alur ceritanya mirip dengan film Madu Tiga yang dibuat P. Ramlee pada tahun 1957’.
P. Ramlee adalah seorang otodiak yang luar biasa. Ia mampu memainkan berbagai alat musik dan merupakan penyanyi yang ulung (sumber photo: www.kelabpramlee.pemenang.org.my)

Akhir Hidup

Di Tahun 1973, kehidupan P. Ramlee telah berubah total dan sangat jauh dari bayangan kehidupan seorang superstar. Sebelumnya, pada tahun 1970-an label musik EMI di Singapura memutuskan tidak memperpanjang kontrak P. Ramlee karena menganggap lagu-lagunya tidak laku di pasaran. Keputusan EMI tersebut membuat P. Ramlee makin frustasi dan terpuruk.
ADVERTISEMENT
Kemunduran karir P. Ramlee sebenarnya bukan karena faktor tunggal. Selain karena faktor luar seperti mulai merangseknya musik barat seperti Rock, Blues bahkan group musik the Beatles, mandeknya karir P. Ramlee juga disebut karena adanya faktor dari dalam. Oleh sebagian orang, P. Ramlee dinilai 'buruk' dalam mengelola keuangan. Dia dianggap seorang penderma yang kelewat baik. Kesaksian dari adik iparnya, Mariani Ismail, menyebutkan bahwa P. Ramlee adalah orang yang tak pernah tega jika ada orang datang meminta bantuan kepadanya. Ia tak segan meminjamkan uang dalam jumlah besar kepada siapapun yang membutuhkan tanpa pernah berpikir konsekuensinya.
Suasana pemakaman P. Ramlee di Kuala Lumpur. Sang Maestro itu pergi selamanya pada tanggal 29 Mei 1973 (sumber photo: www.kelabpramlee.pemenang.org.my)
P. Ramlee tutup usia karena serangan jantung pada tanggal 29 Mei 1973. Kematiannya yang mendadak membuat publik Malaysia tersentak. Media-media di Malaysia yang sebelumnya enggan memuat berita tentang P. Ramlee, tiba-tiba menurunkan berita besar-besaran di hari kepergian sang Maestro. Perdana Menteri Tun Razak menyebut ‘tidak ada yang dapat menggantikan P. Ramlee di Malaysia’. Sementara Yang Dipertuan Agong memberinya gelar Tan Sri dan menyematkan julukan Seniman Agung Negara kepada seniman serba bisa tersebut.
ADVERTISEMENT
Namun, seperti kata orang bijak, sering kali kita baru akan merasakan betapa berharganya sesuatu setelah kita kehilangannya. Pepatah ini nampaknya berlaku sempurna untuk P. Ramlee, sang jenius itu ditangisi berjuta orang, baru setelah ia pergi untuk selamanya.