Yang Di-Pertuan Agong: Mengenal Raja Diraja Malaysia

Ali Murtado
Warga, tinggal di Doha.
Konten dari Pengguna
3 Maret 2019 13:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ali Murtado tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Istana Yang Di-Pertuan Agong atau yang dikenal dengan Istana Negara terletak di Jalan Duta, Kuala Lumpur. Kalimat 'Daulat Tuanku' yang tertulis di depan istana tersebut adalah untuk menunjukan penghormatan yang sangat tinggi kepada YDPA (sumber photo: anthony gurr/www.pinterest.com)
zoom-in-whitePerbesar
Istana Yang Di-Pertuan Agong atau yang dikenal dengan Istana Negara terletak di Jalan Duta, Kuala Lumpur. Kalimat 'Daulat Tuanku' yang tertulis di depan istana tersebut adalah untuk menunjukan penghormatan yang sangat tinggi kepada YDPA (sumber photo: anthony gurr/www.pinterest.com)
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Ketika saya bertugas di Kuala Lumpur pada tahun 2014-2017, saya cukup beruntung dapat menyaksikan dua peristiwa penting dalam sejarah Malaysia.
Pertama adalah demonstrasi Bersih ke-4 dan ke-5 yang merupakan unjuk rasa terbesar di Malaysia dan menjadi titik penting dalam suksesi pemerintahan Malaysia. Kedua, adalah pergantian penguasa tertinggi Malaysia atau yang dalam konstitusi Malaysia disebut Yang Di-Pertuan Agong. Tulisan ini akan sedikit mengulas tentang keunikan lembaga Yang Di-Pertuan Agong dalam sejarah ketatanegaraan Malaysia.
Menjelang kemerdekaannya pada tahun 1957, penentuan siapa yang akan menjadi the Supreme Head of Federation menjadi amat krusial bagi Malaysia.
Hal ini mengingat Malaysia saat itu terdiri dari kerajaan-kerajaan negeri yang berdiri sendiri di bawah kepemimpinan sultan-sultan negeri yang otonom. Ada 9 kesultanan yang saat itu secara kelembagaan berdiri efektif yaitu Negeri Sembilan, Selangor, Perlis, Trengganu, Kedah, Kelantan, Pahang, Johor, dan Perak.
ADVERTISEMENT
Menyadari kerumitan tersebut, para pendiri bangsa Malaysia kemudian merumuskan peralihan kepemimpinan yang unik, yaitu pergiliran raja atau yang dalam sistem ketatanegaraan mereka disebut Yang Di-Pertuan Agong (YDPA) setiap lima tahun.
Ketentuan tersebut kemudian diadopsi dalam Pasal 32 ayat (3) Konstitusi Malaysia yang menyatakan bahwa “The Yang di-Pertuan Agong shall be elected by the Conference of Rulers for a term of five years". Pemilihan tersebut dilakukan oleh Conference of Rulers atau Majlis Raja-Raja yang terdiri dari sembilan sultan di atas.
Pertemuan Majlis Raja-Raja Pertama tahun 1957 untuk memilih Yang Di-Pertuan Agong (sumber photo www.majlis-rajaraja.gov.my)
Berikut ini beberapa fakta unik tentang jabatan YDPA di Malaysia:
Yang Dipertuan Agong (YDPA) pertama (1957-1960) dijabat oleh Yang Di-Pertuan Besar Negeri Sembilan, Tuanku Abdul Rahman Ibni Almarhum Tuanku Muhammad. Nama ini sekilas mengingatkan kita dengan nama Perdana Menteri Pertama Malaysia di era politik konfrontasi yaitu Tunku Abdul Rahman.
ADVERTISEMENT
Meski memiliki nama yang mirip, keduanya berbeda. Nama yang terakhir berasal dari Kesultanan Kedah, dan tentu saja tidak pernah menjadi YDPA.
Yang Di-Pertuan Besar Negeri Sembilan, Tuanku Abdul Rahman Ibni Almarhum Tuanku Muhammad bersama Permaisuri Baginda, Tuanku Puan Besar Kurshiah (sumber photo: www.ftpmirror.your.org)
Tuanku Abdul Rahman tidak menyelesaikan jabatan YDPA selama 5 (lima) tahun karena beliau wafat pada tahun 1960. Sesuai Konstitusi, apabila YDPA berhenti atau mangkat di tengah masa jabatannya, maka penggantinya harus kembali dipilih oleh majelis raja-raja (conference of rulers).
Ketentuan ini sekaligus menjelaskan bahwa meskipun masing-masing sultan mendapat jatah menjadi YDPA selama 5 tahun, bukan berarti para sultan tersebut akan mau atau mampu menyelesaikan masa jabatan YDPA selama 5 tahun.
ADVERTISEMENT
Sepanjang sejarah Malaysia baru ada satu Sultan yang pernah menjabat YDPA sebanyak dua kali. Beliau adalah Sultan Abdul Halim Mu'adzam Shah dari Kedah yang menjabat YDPA pada periode 1970-1975 dan 2011-2016.
Selain pernah menjabat YDPA dua kali, Sultan Abdul Halim juga tercatat sebagai Sultan tertua yang pernah dinobatkan sebagai YDPA yaitu pada usia 84 tahun. Sultan Abdul Hamid wafat, hanya sepuluh bulan setelah menyelesaikan jabatan YDPA untuk kedua kalinya.
Sultan Abdul Halim Mu'adzam Shah hingga saat ini masih mencetak rekor sebagai sultan yang pernah menjabat YDPA dua kali. Beliau wafat hanya 10 bulan setelah menyelesaikan masa jabatan YDPA yang kedua kali (sumber photo : www.themalaysiantimes.com)
Sebenarnya, secara matematis peluang bagi seorang Sultan di Malaysia dapat terpilih dua kali sebagai YDPA cukup terbuka, meskipun pada kenyataanya akan sangat sulit. Hal ini karena dalam perhitungan normal, jika sembilan Sultan menyelesaikan jabatannya masing-masing selama lima tahun, maka seorang Sultan baru akan mendapat giliran menjadi YDPA untuk kedua kalinya setelah 45 tahun.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu tidak mengherankan jika pada masa jabatan keduanya sebagai YDPA Sultan Abdul Hamid adalah penguasa monarki kedua tertua di dunia setelah Ratu Elizabeth II dari Inggris.
Konstitusi Malaysia memberikan peluang bagi YDPA untuk mengundurkan diri baik karena alasan kesehatan ataupun karena sebab lain. Dalam sejarah monarki Malaysia, Sultan Muhammad V dari Kelantan adalah satu-satunya YDPA yang pernah mengundurkan diri di tengah masa jabatannya.
Sultan Muhammad V tercatat sebagai satu-satunya YDPA yang mengundurkan diri. Beliau menjadi YDPA dengan durasi yang sangat singkat yaitu 2 tahun 1 bulan. (sumber photo: www.khmertimes.com)
Sultan Muhammad V hanya bertakhta sebagai YDPA selama 2 tahun 1 bulan (Desember 2016-Januari 2019). Meski hanya sebentar menjadi YDPA, namun Sultan Muhammad V sempat menyaksikan peristiwa politik langka di Malaysia, yaitu tumbangnya koalisi Barisan Nasional yang telah berkuasa sejak Malaysia merdeka pada tahun 1957.
ADVERTISEMENT
Sultan Hisamudin Alam Shah adalah Sultan dari Selangor yang menjabat YDPA dengan jabatan paling singkat yaitu hanya sekitar 5 bulan (April 1960-September 1960). Sultan Hisamudin wafat pada tanggal 1 September 1960.
Sultan Hisamudin Alam Shah, adalah Sultan yang pernah bertakhta sebagai YDPA dengan masa jabatan paling singkat yaitu 5 bulan
Kelak, Sultan Selangor lainnya, yaitu Sultan Salahudin Abdul Aziz, yang menjadi YDPA ke-11 juga tidak sempat menyelesaikan jabatannya, karena wafat ketika baru mengemban jabatan sebagai YDPA selama 2 tahun 7 bulan.
Catatan tersebut sekaligus menjadikan kesultanan Selangor sebagai kesultanan yang paling singkat menduduki jabatan sebagai YDPA. Jika ditotal dari dua Sultan Selangor yang pernah menduduki YDPA, kesultanan Selangor hanya berkuasa sebagai YDPA selama kurang lebih 3 tahun.
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Pasca Sultan Muhammad V mengundurkan diri pada Januari 2019, Majlis Raja-Raja kemudian memilih Sultan Abdullah Ri'ayatuddin Al-Mustafa Billah Shah dari Pahang sebagai YDPA yang baru atau YDPA yang ke-16.
Hal menarik dari Sultan Abdullah adalah bahwa beliau baru menjabat sebagai Sultan Pahang pada tanggal 15 Januari 2019 atau dua minggu sebelum ia dilantik sebagai YDPA pada tanggal 31 Januari 2019. Sultan Abdullah naik takhta sebagai Sultan Pahang menggantikan ayahnya yang sakit.
Sultan Abdullah Ri'ayatuddin Al-Mustafa Billah Shah dari Pahang adalah YDPA ke-16 Malaysia. Beliau mengangkat sumpah pada tanggal 31 Januari 2019, menggantikan Sultan Muhammad V yang mengundurkan diri (sumber photo:www.airforce.mil.my).
Selain dikenal sebagai tokoh kesultanan Pahang, Sultan Abdullah dikenal pula sebagai penggemar dan pengurus sepakbola di tingkat regional dan internasional. Beliau tercatat pernah menjadi ketua Asian Football Association (AFC) dan Anggota Komite Eksekutif FIFA.
ADVERTISEMENT
Meski sering dianggap sebagai jabatan seremonial, pada kenyataanya jabatan YDPA memiliki peran dan posisi yang sangat sentral dalam sejarah ketatanegaraan Malaysia.
Selain memiliki berbagai keistimewaan seperti hak imunitas yang dijamin konstitusi, YDPA juga secara politis dan budaya dipandang sebagai figur atau simbol pemersatu Malaysia. Ia dianggap sebagai pengawal sekaligus pelindung supremasi ras melayu dan agama Islam di Malaysia.