Konten dari Pengguna

Diskriminasi oleh Negara

Ali Sajad
Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
22 Agustus 2022 14:41 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ali Sajad tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: shutterstock.com
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: shutterstock.com
ADVERTISEMENT
“Inisial N (77) dan KPAI (19), menjadi tersangka kasus diskriminasi hukum, setelah ia mengeluarkan kebijakan untuk melindungi anak dari seorang Irjen Pol yang telah membunuh anggotanya sendiri dengan pembunuhan berencana. Anak dari tersangka harus memperoleh perlindungan, dipenuhi hak-haknya.”
ADVERTISEMENT
Demikian redaksi yang tepat untuk melaporkan kriminalitas yang dilakukan oleh negara. Negara masih saja melakukan diskriminasi hukum antara pejabat dan non-pejabat, memuliakan golongan atas yang memiliki kekuasaan dan menindas golongan bawah yang tak berdaya.
Memangnya apa yang sedang terjadi?
Dalam kasus yang menggemparkan rakyat Indonesia, selain Irjen Pol Ferdi Sambo dan 3 anggotanya, sang isri, Putri Chandrawati juga ditetapkan sebagai tersangka kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau yang lebih dikenal dengan Brigadir J.
Setelah tersangka pembunuhan ditetapkan, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyampaikan pada media, “... telah dimandatkan oleh negara, melalui UU No. 35 tahun 2014, dalam kondisi apa pun, siapa pun orang tuanya, itu memang harus dipastikan perlindungannya”.
ADVERTISEMENT
Perhatikan baik-baik, “...siapa pun orang tuanya”. Ini berarti siapa pun tanpa terkecuali, kaya atau miskin, pejabat atau bukan, semua anaknya harus diperhatikan.
“Bahkan di pasal 59”, tambahnya, “regulasi kita juga tegas mengatakan bahwa anak korban stigmatisasi karena kondisi orang tuanya itu memang berhak mendapatkan perlindungan khusus”.
Menurutnya, perlindungan khusus yang dimaksud adalah konseling, rehabilitasi sosial, dan pendampingan.
KPAI dengan kebijakannya sekilas memang terlihat benar. Anak-anak Ferdi Sambo tidak perlu terlibat dalam kasus ini, karena semunya itu murni tindakan ayah dan ibunya, juga ia tidak boleh sampai memperoleh efek negatif dari peristiwa tersebut.
Mereka harus dilindungi agar tidak mengalami trauma setelah mendapati kedua orang tuanya adalah seorang pembunuh, di tingkat kasus pembunuhan paling tinggi, paling berat hukumannya, yaitu pembunuhan berencana. Orang tuanya itu dapat dipidana maksimal dengan hukuman mati.
ADVERTISEMENT
Masyarakat yang prihatin akan kondisi psikologis anak FS dan PC cenderung mendukung kebijakan tersebut. Agar tidak mengalami trauma dan stres yang berkepanjangan, kondisi anak mereka haruslah diperhatikan.
Namun kebijakan KPAI itu tak lagi sepenuhnya benar dan adil, jika dikaitkan dengan peristiwa tahun lalu, dimana empat orang ibu ditahan dalam penjara dengan sambil membawa anak-anaknya. Mereka dilaporkan ke pihak kepolisian lantaran melempari salah satu pabrik tembakau di daerah Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, yang mengeluarkan bau menyengat yang telah mengganggu warga sekitar.
Mereka juga melakukan itu karena khawatir akan kesehatan buah hati mereka yang masih balita jika terus menerus menghirup bau dari pabrik tembakau tersebut. Sebelumnya, mereka hanya memprotes pada pihak pabrik, namun karena tidak dihiraukan, mereka terpaksa melemparinya, karena kesal. Ibu-ibu itu pun ditahan, dengan membawa anak-anaknya sekaligus.
ADVERTISEMENT
Pertanyaannya, mengapa anak-anak itu tidak dibela? Tidak diperhatikan sebagaimana anak-anak Ferdi Sambo dan Putri Chandrawati? Mengapa mereka harus merasakan kungkungan penjara di usia belia tanpa ada upaya perlindungan dari pihak yang berwenang? Inikah kultur dari pejabat-pejabat kita? Yang memuliakan anggota Polri beserta anggota keluarnya sekaligus? Yang tidak mementingkan nasib anak ibu-ibu di NTB yang terjerat kasus remeh?
Tapi ya seperti itulah yang terjadi di negara ini. Selain menonton drama, mereka yang hanya rakyat jelata bisa apa?
Jika kita buka kembali catatan peristiwa itu, kemudian kita cocokkan dengan apa yang terjadi saat ini, kita akan memahami bahwa N dan KPAI sedang melakukan tindakan diskriminasi, melecehkan rakyat biasa dan memihak pada anggota Polri.
ADVERTISEMENT
Maka apakah itu yang disebut adil? Apakah itu telah mencerminkan asas equality before the law?
Tentu tidak.
Seharusnya N dan KPAI itu, jika memang ingin berprinsip adil, ibu-ibu tadi tidak harus sampai membawa anaknya ke penjara, merasakan dinginnya sel tahanan.
Anak seorang polisi seperti Ferdi Sambo akan didampingi oleh KPAI. Anak rakyat biasa terpaksa mendampingi ibunya di sel penjara. Begitukah dimaksud mendampingi? Siapa yang mendampingi anak ibu-ibu tersebut?
Tidak ada. Justru mereka lah yang mendampingi ibu mereka, atau ibu mereka sendiri yang mendampingi mereka walau harus terpaksa di dalam penjara. Tersangka N dan KPAI hanya melindungi anak dari aparatur negara dan pejabat pemerintahan, bukan anak dari ibu-ibu yang kesehatan dan masa depannya sedang diperjuangkan.
ADVERTISEMENT