Konten dari Pengguna

Duka Aremania di Hari Kesaktian Pancasila

Ali Sajad
Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2 Oktober 2022 14:37 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ali Sajad tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: shutterstock.com
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: shutterstock.com
ADVERTISEMENT
Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, hari kesaktian pancasila tahun ini ternodai oleh kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, Malang. Hari dimana seharusnya masyarakat berbahagia, mengenang sejarah pancasila, bangga dengan perjuangan bangsa Indonesia, teralihkan oleh tragedi yang merenggut nyawa.
ADVERTISEMENT
Dalam tulisan ini saya tidak ingin membahas kronologi terjadinya kerusuhan ini. Tidak juga berfokus pada banyaknya korban jiwa. Yang saya ingin bahas adalah kejanggalan-kejanggalan yang terjadi tadi malam (1/10), yang bertentangan dengan salah satu nilai luhur dalam pancasila.
Pertama, suporter yang kecewa atas kekalahan timnya. Arema FC menelan kekalahan dari Persebaya dengan skor 2-3. Karena tidak terima, muncul lah tekanan emosional yang tinggi akibat rivalitas yang tumbuh mengakar. Aremania (sebutan bagi suporter Arema FC) pun turun dari tribun penonton ke lapangan dan menuju para pemain dan official tim dengan cara yang anarkis.
Nah, di sinilah masalahnya. Kalah itu biasa, bukan? Kecewa pun merupakan hal yang wajar. Namun saya rasa mengekspresikan kekecewaan seperti kejadian semalam itu tidak benar. Mengedepankan emosi karena rivalitas itu mencerminkan bahwa mereka kurang memahami sila kedua pancasila (kemanusiaan yang adil dan beradab).
ADVERTISEMENT
Kata “beradab” sendiri mengandung nilai kesadaran akan moral dan tingkah laku manusia yang didasarkan pada kecenderungan hati manusia dalam hubungannya dengan norma-norma yang berlaku. Pertanyaannya, dimana letak moralnya jika ada suporter yang turun ke lapangan untuk “menyerang” pemain dan official karena gagal memenangkan pertandingan?
Saya yakin mereka semua tahu bahwa tindakan itu dilarang dalam sepak bola. Tapi karena alasan rivalitas itu lah, karena dikalahkan oleh sang rival, tindakan tak bermoral pun tidak dapat dihindari. Momen hari kesaktian pancasila yang sakral dinodai oleh perilaku oknum-oknum yang kurang beradab yang mengesampingkan moral dan mengedepankan kegilaan akan martabat.
Kedua, aparat pengaman yang menghujani stadion dengan gas air mata. Dalam hal pengamanan pertandingan sepak bola, telah diatur dalam FIFA Stadium Safety and Security Regulations, bahwa senjata api atau gas pengendali massa tidak boleh dibawa atau digunakan (no firearms or 'crowd control gas' shall be carried or used).
ADVERTISEMENT
Penggunaan gas air mata telah dilarang secara universal oleh FIFA, sebagai federasi sepakbola dunia. Namun nyatanya gas air mata ini tetap saja dibawa dan digunakan oleh aparat pengaman dengan alasan untuk melerai kerusuhan. Ini juga merupakan masalah, karena para aparat itu juga tidak menerapkan nilai moral yang ada dalam dasar negara kita.
Mereka bertindak semena-mena dan mengabaikan aturan yang telah ditetapkan dengan menembakkan gas air mata, yang akhirnya juga berimbas pada penonton lain yang tak berdosa. Di tribun sana ada banyak wanita, anak-anak dan bahkan bayi yang sama sekali tidak mengerti apa yang sedang terjadi. Hingga hari ini (2/10) tercatat ada 129 jiwa telah melayang. Jumlah korban sebanyak itu bukan lah angka yang kecil bagi nyawa yang terbuang percuma.
ADVERTISEMENT
Tragedi ini menjadi tragedi paling memprihatinkan kedua dalam sejarah sepak bola dunia. Bukan sanksi dari FIFA, yang lebih pantas untuk dipikirkan adalah bagaimana keluarga korban menanggung duka. Kekesalan atas kecerobohan menyatu dengan tangisan atas sekian banyak kepergian.
Maka, jangan pernah berpikir untuk menyalahi norma yang terkandung dalam pancasila. Itu hanya akan membawa bencana di tengah kehidupan kita, termasuk dalam dunia olahraga. Nilai luhur pancasila terlalu mulia untuk diremehkan. Begitu pula dengan nyawa para korban. Ia terlalu mahal untuk dicuma-cumakan.
Terakhir, saya turut berduka cita atas apa yang terjadi di Stadion Kanjuruhan sana. Semoga para korban bisa tenang di alam sana, terutama untuk mereka yang memang “tidak berdosa”.