Konten dari Pengguna

Koruptor yang (Mengaku) Bukan Penjahat

Ali Sajad
Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
12 Juli 2024 15:29 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ali Sajad tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Terdakwa kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi di Kementerian Pertanian Syahrul Yasin Limpo berjalan untuk menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (8/7/2024). Foto: Muhammad Adimaja/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Terdakwa kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi di Kementerian Pertanian Syahrul Yasin Limpo berjalan untuk menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (8/7/2024). Foto: Muhammad Adimaja/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tulisan ini adalah bukti kemuakan saya pada oknum pejabat yang tidak punya malu. Yang senantiasa menggaungkan pengabdian kepada masyarakat namun juga tak lupa berkhianat. Yang terdidik namun licik. Yang setiap tahun gajinya naik, namun ia tetap picik. Yang dengan alasan apa pun itu, ia tak pantas untuk digugu dan ditiru.
ADVERTISEMENT
Orang waras biasa menyebut menteri gila harta ini “SYL”, bukan Setan yang Licik, tapi Syahrul Yasin Limpo, meskipun agak mirip.
Apa yang mau ditiru dari pejabat ini? Kakek tua yang “memanjakan” cucunya dengan gaji lumayan di kantornya? Menteri Pertanian yang suka “main” biduan? Atasan yang memperbudak bawahan dengan meminta uang untuk kepentingan keluarganya? Mantan Gubernur Sulawesi Selatan yang meskipun terbukti korupsi masih mengaku tidak melakukan kejahatan?
Rp 44,5 miliar uang di Kementan ia gunakan untuk uang jajan dan skincare istri, tagihan Alphard dan kartu kredit pribadi, umrah keluarganya ke Arab Saudi, hingga untuk makan sehari-hari. Wajarkah ini? Kurang bedebah apalagi? Uang kita, sirna bagai kayu yang dilahap api.
Selain itu, ia menggunakan sebagian dari Rp 44,5 miliar itu untuk berkurban. Ada sekitar Rp 360 juta ia pungut secara paksa dari Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH), Ditjen Perkebunan, Ditjen Hortikultura, Ditjen Tanaman Pangan untuk membeli sapi kurban. Kesakralan ibadah saja ia nodai. bagaimana Indonesia akan maju jika Tuhan saja tidak ditakuti?
ADVERTISEMENT
Dan anehnya dengan lantang dan beraninya, dalam persidangan ia berkata, “Saya bukan penjahat, saya adalah pejuang”. Pejuang? Pejuang macam apa? Pejuang mana yang korupsi, yang melakukan 15 dosa besar untuk kepuasan hatinya sendiri? Apa dia memang hobi berkomedi? Atau memang tidak tahu diri?
Memangnya ada koruptor baik? Penjahat yang tidak jahat?
Mungkin dia bisa saja beralibi di depan hakim pengadilan, tapi tidak di depan kita yang menatap masa depan. Dulu mungkin dia “seenaknya” berfoya-foya, tapi sekarang bahkan untuk sekadar berkumpul dengan keluarga ia tak bisa. Mungkin dulu kakek berkacamata ini bisa bersenang-senang dengan biduan, tapi sekarang ia harus mendekam dalam tahanan (meskipun bisa dipastikan akan ada saja pengurangan masa hukuman).
ADVERTISEMENT
Uang senilai 850 juta juga masuk ke rekening bendahara Partai Nasdem. Sempat menjadi isu hangat karena itu berarti akan mengancam harkat dan martabat partai tersebut, mengingat kemarin masih dalam masa pemilu yang pilu. Beruntung masih ada orang baik di partai itu. Ia bilang 820 juta sudah ia kembalikan. Ke mana 30 jutanya? Entah. Jawab saja. Tapi itu tidak mungkin dibuang ke tempat sampah.
Partai Nasdem memang sudah tidak mengakui keanggotaan SYL, namun apakah rakyat seperti kita bisa puas dengan itu? Apakah dengan tidak terdaftarnya SYL sebagai kader partai dapat membuat kita berhenti geram? Tentu tidak, karena uang hasil korupsinya juga masuk ke “kantong” partai Surya Paloh tersebut.
Sebaiknya dengan apa kita menyebutnya? Menteri Pertanian atau Menteri Pemerasan? Tapi lupakan saja, karena ini hanyalah keluh kesah atas pejabat bedebah. Memang jauh dari kata setara, orang desa seperti saya membicarakan kelakuan penguasa.
ADVERTISEMENT
Tapi setidaknya, saya bersuara.