Konten dari Pengguna

Tembakan di Amerika dan Tangisan di Rafah

Ali Sajad
Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
16 Juli 2024 6:16 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ali Sajad tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: shutterstock.com
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: shutterstock.com
ADVERTISEMENT
Suara tembakan ke arah Donald Trump jelas tak semenakutkan dentuman keras di camp pengungsian Rafah. Ketegangan di saat ia menundukkan kepala menghindari datangnya peluru kedua, tentu tak sebanding dengan teriakan seorang ibu di Palestina yang mendapati anaknya meninggal dunia. Anehnya, apa yang terjadi pada Donald Trump lebih menarik perhatian dunia.
ADVERTISEMENT
Palestina luluh lantak dan hanya menyisakan isak tangis di setiap sudut kota. Di bawah tenda pengungsian sebagai satu-satunya tempat memasrahkan dunia dan alam baka, mereka mengadahkan tangan berharap Tuhan mengirimkan malaikat tak bersayap, manusia-manusia baik yang memanusiakan mereka
Padahal, korban tembakannya cuma satu, telinga. Bukan penderitaan yang menakutkan, bukan pula ketakutan yang mengerikan. Mantan presiden Amerika Serikat itu terlihat baik-baik saja. Ia masih mampu mengepalkan tangan dan mengangkatnya ke udara. Sementara di Palestina, mereka tak bisa untuk hanya sekadar bernapas memasukkan udara ke paru-paru mereka yang sudah hancur rata dengan tanah.
Warga Palestina sebenarnya tahu dari awal, berjuang melawan Israel bukan perkara kebal. Perjuangan mereka jauh dari kata mudah dan asal. Hal itu bahkan sudah mulai tertanam, dipelajari oleh anak-anak kecil yang tak lagi bisa bermain berlarian.
ADVERTISEMENT
Hari-hari mereka dipenuhi teriakan di atas tenggorokan, seraya dihujani tembakan dan kematian. Bagi mereka mungkin hancur lebih mudah dari bertahan, sehingga mereka terpaksa menjadikan maut sebagai pelajaran.
Memang tak semuanya. Di antara mereka masih ada yang memiliki harapan untuk menjalani dunia. Orang-orang kecil yang dianggap tak ada oleh para manusia bedebah di Israel dan negara-negara pendukungnya. Dihantui rasa takut pasti sangat menyebalkan. Namun sekali lagi, sepanjang hidup akan mereka habiskan.
Walau tak terdengar masuk akal, negara sekecil itu masih bertahan. Palestina enggan menyerah meski harus berhadapan melawan koalisi negara-negara besar. Bagi mereka yang tak percaya, akan terlintas pertanyaan, “bagaimana bisa?”. Ini wajar, karena negara iblis itu tidak tahu bahwa Palestina punya kita, malaikat yang akan melawan dunia.
ADVERTISEMENT
Rasa takut terpaksa harus mereka genggam nyaman, karena memang tiada lagi yang bisa mereka harapkan selain pertolongan Tuhan. Kedamaian di sana berubah suram, kehangatan tanah Arab hanya menyisakan dendam.
Namun dari situ lah cara mereka memandang dunia. Dengan melihat negara mereka dihancurkan musuh, mereka harus berani bertaruh apakah bumi dan langit ketujuh masih mendoakan Palestina akan jadi sama seperti dahulu.