Sebuah Gebrakan Edukasi Masyarakat Tentang Bahaya TAR dan Asap Rokok

Konten dari Pengguna
12 April 2019 14:31 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ali Zainal Abidin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
                                                               Sumber : Dokumentasi Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Sumber : Dokumentasi Pribadi
ADVERTISEMENT
JAKARTA, 9 April 2019 – Beberapa organisasi yang memiliki fokus terhadap pengurangan bahaya TAR dan asap rokok seperti Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP), Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI), Asosiasi Vaper Indonesia (AVI), dan Asosiasi Vaporizer Bali (AVB) meluncurkan sebuah gerakan sosial berbasis edukasi terhadap masyarakat mengenai bahaya TAR dan asap rokok. Gerakan tersebut diinisiasi sebagai sebuah bentuk komitmen untuk mengurangi persoalan kesehatan yang diakibatkan oleh TAR, senyawa karsinogenik yang memicu timbulnya penyakit berbahaya pada tubuh.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 Kementerian Kesehatan, tingkat prevalensi merokok di Indonesia cenderung naik dari tahun ke tahun. Prevalensi perokok pada remaja (10-18 tahun) tercatat 7,2 persen (Riskesdas 2013), 8,8 persen (Sirkesnas 2016) dan 9,1 persen (Riskesdas 2018). Fakta tersebut mencerminkan persoalan rokok di Indonesia belum dapat diatasi secara optimal.
Dalam rangka mengatasi permasalahan tersebut, GEBRAK menggunakan pendekatan yang berbeda dalam rangka menurunkan tingkat prevalensi merokok di Indonesia yang cenderung naik dari tahun ke tahun. Di antara metode yang terbukti berhasil diterapkan di sejumlah negara maju adalah pendekatan pengurangan risiko bagi perokok. Melalui metode ini, para perokok yang kesulitan menghentikan aktivitasnya diberikan alternatif solusi dan akses informasi terhadap produk tembakau alternatif sebagai salah satu cara melaksanakan metode pengurangan risiko.
ADVERTISEMENT
“Kami bersyukur hari ini GEBRAK! dapat diperkenalkan kepada masyarakat secara luas, sehingga masyarakat dapat memiliki akses untuk mengetahui secara transparan dan komprehensif mengenai bahaya TAR, terutama dari hasil pembakaran rokok dan solusi pengurangan risiko melalui produk tembakau alternatif,” ujar Aryo Andrianto, Ketua Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) dan Anggota GEBRAK!, saat konferensi pers di Jakarta (09/04).
Aryo menambahkan bahwa pendekatan pengurangan risiko bukan hanya menyangkut kesehatan dan keselamatan, melainkan aspek lain yang sangat penting yaitu hak asasi manusia dan hak konsumen.
“Sebagai konsumen, kita harus cerdas memilih berdasarkan informasi yang tepat. Penelitian dari Public Health England menunjukkan produk tembakau alternatif, seperti rokok elektrik, memiliki risiko kesehatan yang lebih rendah hingga 95 persen daripada rokok konvensional,” ungkap Aryo.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Aryo menilai kontribusi produk tembakau alternatif untuk masyarakat semestinya dapat disambut baik pemerintah melalui regulasi khusus yang lebih longgar daripada rokok konvensional. “Pemberlakuan kebijakan yang berbeda untuk produk dengan risiko berbeda adalah sebuah bukti komitmen pemerintah dalam mendukung peningkatan kualitas kesehatan masyarakat,” kata Aryo.
Peneliti YPKP, Ketua Koalisi Indonesia Bebas TAR (KABAR), dan Anggota GEBRAK! Dr. drg. Amaliya, M.Sc, PhD menjelaskan bahwa GEBRAK merupakan platform yang tepat dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat dalam hal ini perokok mengenai alternatif yang dapat diadopsi untuk mengurangi risiko kesehatannya, melalui penggunaan produk tembakau alternatif.
Hal tersebut didukung oleh beberapa kajian yang sudah dilakukan di beberapa negara, salah satunya Institut Federal Jerman (German Federal Institute for Risk Assessment) pada tahun 2018 menyatakan, produk tembakau alternatif, menghasilkan uap bukan asap karena tidak melalui proses pembakaran. Penelitian ini menyatakan, produk tembakau alternatif memiliki tingkat toksisitas (tingkat merusak suatu sel) yang lebih rendah hingga 80-99 persen dibandingkan rokok konvensional.
ADVERTISEMENT
“Pemangku kepentingan khususnya akademisi dan Pemerintah perlu melihat ini sebagai cara untuk menurunkan prevalensi merokok. Wujud nyata yang dapat dilakukan yakni melakukan penelitian lebih lanjut terkait metode pengurangan risiko melalui produk tembakau alternatif,” jelas Amaliya.