Konten dari Pengguna

Pasal 154 RUU Kesehatan dan Upaya Pembunuhan Ekosistem Pertembakauan

Hananto Wibisono
Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI)
12 Juni 2023 18:17 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hananto Wibisono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
com-Ilustrasi tembakau. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
com-Ilustrasi tembakau. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Penyusunan Rancangan Undang-Undang Kesehatan (RUU Kesehatan) yang saat ini sedang kejar target untuk dirampungkan di Juni 2023 adalah upaya pembunuhan terhadap 24 juta orang yang menggantungkan hidupnya pada ekosistem pertembakauan.
ADVERTISEMENT
Kementerian Kesehatan sebagai pemrakarsa RUU Kesehatan ini mengeklaim telah melakukan 115 kegiatan partisipasi publik yang diikuti oleh 1.200 stakeholders dan 72.000 peserta, baik secara luring maupun daring.
Namun, tidak ada satupun suara maupun elemen ekosistem pertembakauan yang dilibatkan. Padahal, dalam pasal-pasalnya, mulai dari pasal 154-pasal 158 dan pasal 457 yang mengatur soal sanksi, bisa berdampak sistemik pada masyarakat dalam ekosistem pertembakauan.
Masifnya pro dan kontra menunjukkan bahwa lagi-lagi pemerintah tidak matang dalam merancang regulasi yang berdampak pada hajat hidup orang banyak.
Yang tentu sangat menyakiti hati mulai dari petani, pekerja, pedagang, pabrikan hingga konsumen di ekosistem pertembakauan adalah Pasal 154 mengenai Pengamanan Zat Adiktif yang menyamakan tembakau dengan narkotika, psikotropika, dan minuman beralkohol. Secara diam-diam, kelompok-kelompok anti tembakau, melakukan upaya pembunuhan ekosistem pertembakauan.
Tembakau Gorilla Foto: Ridho Robby/kumparan
Dalam pasal 154 RUU Kesehatan ini, tembakau yang notabene adalah komoditas legal disamakan dengan narkoba dan psikotropika yang merupakan barang ilegal. Padahal, pemerintah telah mendeklarasikan tembakau sebagai salah satu komoditas strategis nasional dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.
ADVERTISEMENT
Jika ditarik ke belakang, sudah sejak lama, kelompok-kelompok anti-tembakau yang sarat dengan intervensi asing berupaya mengubah regulasi pengendalian tembakau di Indonesia. Mulai dari upaya mendorong konversi (peralihan) lahan tembakau hingga pelarangan total iklan pertembakauan.
Padahal, ekosistem pertembakauan adalah salah satu sektor yang paling rigid, paling taat dengan seluruh peraturan yang menaungi ekosistem pertembakauan. Untuk dicatat, ada lebih dari 300 regulasi yang mengelilingi ekosistem pertembakauan mulai dari tingkat daerah hingga pusat.
Mengapa hanya tembakau yang terus disasar? Mengapa hanya tembakau yang dijadikan kambing hitam sebagai sumber penyebab seluruh penyakit? Mengapa ekosistem pertembakauan sebagai sektor padat karya yang diposisikan sama dengan barang ilegal?

Tembakau: Dimusuhi tapi Berkontribusi bagi Negeri

Petani tembakau menggelar ritual Wiwit Mbako dengan memanjatkan doa khusus agar Pasal 154 RUU Kesehatan yang menyamakan tembakau dengan narkotika, dicabut. FOTO: AMTI
Menjadikan tembakau dan seluruh elemen ekosistem pertembakauan mulai dari hulu hingga hilir sebagai target pembunuhan meniadakan sumbangsih kontribusi positif yang telah dinikmati negara.
ADVERTISEMENT
Kontribusi ekosistem pertembakauan yang signifikan dapat dilihat dari sumbangsihnya terhadap penerimaan negara sebesar rata-rata 11,3 persen dari total penerimaan pajak negara tahun 2017-2022.
Kontribusi cukai hasil tembakau (CHT) terhadap penerimaan negara mencapai Rp 218,62 triliun pada tahun 2022 atau 10,7 persen dari total penerimaan pajak Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pada tahun 2023, target penerimaan CHT dinaikkan menjadi Rp 232,6 triliun atau naik 10,8 persen dari target CHT tahun 2022.
Di sektor manufaktur tembakau, segmen sigaret kretek tangan (SKT) merupakan segmen padat karya yang menjadi tumpuan ladang kerja bagi ratusan ribu buruh. Segmen SKT dalam penyerapan tenaga kerjanya juga menerapkan inklusivitas pekerja.
Pertama, sektor ini banyak melibatkan pekerja perempuan yang kini juga menjadi ibu rumah tangga. Pekerja dengan karakteristik tekun, ulet dan rapi sangat dibutuhkan dalam proses produksi rokok SKT.
ADVERTISEMENT
Kedua, di lapangan industri rokok SKT banyak ditemukan mempekerjakan pekerja yang berkebutuhan khusus atau penyandang disabilitas. Kebijakan ini sangat jarang ditemukan pada industri lain yang sama-sama bersifat padat karya.

Butuh Perlindungan dan Kepastian Hukum

Ilustrasi lambang Mahkamah Konstitusi. Foto: Helmi Afandi/kumparan
Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang tegas menyatakan bahwa produk tembakau merupakan komoditas dan produk yang legal. Terdapat kurang lebih sebelas putusan MK yang dapat dijadikan rujukan atas eksistensi ekosistem pertembakauan sebagai komoditas legal dan dilindungi.
Selain itu, putusan-putusan MK tersebut turut menegaskan bahwa nikotin yang terdapat dalam tembakau merupakan zat adiktif yang legal, serupa dengan kafein pada kopi, teh, dan minuman energi.
Ekosistem pertembakauan membutuhkan kepastian hukum guna menjaga stabilitas kinerja dan investasi sehingga mampu menjaga kontribusinya terhadap perekonomian Indonesia. Seluruh elemen ekosistem pertembakauan patut merasakan keadilan sebagai entitas yang telah taat hukum dan diakui legalitasnya dalam bernegara.
ADVERTISEMENT
Sekecil apapun disrupsi pada ekosistem pertembakauan berpotensi menimbulkan instabilitas sosial dan perekonomian karena jumlah pengangguran yang melonjak dan kontribusi ekonomi yang terancam.