Konten dari Pengguna

Kebijakan Naturalisasi Pemain Sepak Bola TIMNAS Indonesia, Salahnya Dimana?

Alif Fajar
Mahasiswa Ilmu Politik UIN Sunan Ampel Surabaya
7 Oktober 2024 15:33 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Alif Fajar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Timnas Indonesia. Sumber : PSSI
zoom-in-whitePerbesar
Timnas Indonesia. Sumber : PSSI
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Akhir-akhir ini kebijakan naturalisasi yang dilakukan PSSI telah menjadi sorotan dari bergabagi pihak ketika Timnas Indonesia berhasil meraih hasil positif pada kualifikasi Piala Dunia 2026 , pada kenyataannya 9 dari 11 pemain Timnas yang bermain saat Timnas melawan Australia adalah pemain keturunan. Kebijakan Naturalisasi PSSI sering dianggap sebagai proyek jangka pendek, padahal tidak demikian kenyataanya karena umur para pemain keturunan yang dinaturalisasi rata-rata masih muda, seperti halnya Jens Raven (18 th), Rafael Struick (21 th) , walaupun ada beberapa pemain keturunan yang sudah mencapai puncak karir sebagai seorang pesepakbola, namum pengalaman mereka di liga top eropa sangat diperlukan untuk membimbing para pemain muda kita agar lebih baik performenya.
ADVERTISEMENT
Kebijakan Naturalisasi pemain keturunan untuk Timnas Indonesia menjadi program jangka panjang PSSI. Hal ini ditegaskan oleh ketua umum PSSI, Erick Thohir. Beliau mengatakan bahwa PSSI tidak bisa menghalangi para pemain diaspora yang memiliki darah keturunan Indonesia apabila mereka punya cita-cita untuk bisa memperkuat tim sepak bola tanah kelahiran leluhurnya. Menurut Erick Thohir, yang harus diingat dalam program naturalisasi pemain keturunan landasan utamanya tidak bersifat transaksional, sebab para pemainnya punya keinginan pribadi untuk memperkuat skuad Grauda.
Berikut ini saya akan mengomentari kritik keras program Naturalisasi yang disampaikan beberapa tokoh.
1.Rocky Gerung ( Akademisi )
Menurut Rocky Gerung , Program naturalisasi semacam penipuan terhadap sensasi yang dirasakan suporter. “ Ada euforia di dalam pesepakbolaan kita. Tapi, eufora itu membatalkan atau membuat kita lupa bahwa yang bermain di lapangan itu sebetulnya adalah bukan grup yang kita idealkan sebelumnya” kata Rocky Gerung lewat kanal Youtube-nya. “ Karena apa yang disebut sebagai naturalisasi itu semacam penipuan terhadap sensasi. Kalau misalnya dinaturalisasi, tentu ada sesuatu yang tidak fit and proper dengan prinsip-prinsip patriotisme,” imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Pendapat Rocky Gerung menurut saya kurang tepat , karena salah satu syarat menjadi warga negara adalah memiliki darah keturunan dari ayah ibu hingga kakek nenek mereka. Sehingga mereka memiliki hak untuk membela tanah leluhurnya.
Prinsip-prinsip patriotisme adalah cinta tanah air dan bangsa, rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara, tidak mudah menyerah, mempunyai jiwa pembaharuan, selalu mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa diatas kepentingan pribadi dan golongan. Mengenai prinsip-prinsip patriotisme , tentunya para pemain naturalisasi sudah memilikinya karena di dalam tubuhnya mengaliur darah Indonesia, terlebih lagi dalam proses naturalisasi mereka juga harus mengucapkan sumpah atau janji setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) , dengan kenyatan ini, bagaimana bisa Rocky Gerung bisa mengatakan ada sesuatu yang tidak fit and proper dengan prinsip-prinsip patriotisme ?
ADVERTISEMENT
2.Tommy Welly ( Bung Towel mantan pengurus PSSI)
Salah satu kritiknya disampaikan dalam acara debat disebuah kanal televisi beberapa waktu lalu. Ketika itu beliau menyampaikan pendapat bahwa naturalisasi hanya sebuah jalan pintas untuk membangun sepak bola nasional.” Kalau perdebatan teknis berarti pelatih yang menentukan layak atau tidak. Tidak boleh kita mengapresiasi yang satu kemudian merendakhan yang lokal,” kata Bung Towel. Tommy Welly yang pernah menjadi pengurus PSSI juga merasa pemain dari dalam negeri kurang di apresiasi. Beliau mengaku kasihan kepada Ernando Ari yang tersingkir dari posisi kiper utama timnas karena kedatangan kiper diaspora, Maarten paes.
Menurut saya , kritik Bung Towel kurang tepat , karena untuk membangun sepak bola nasional kita boleh memanfaatkan seluruh sumber daya manusia Indonesia yang berkompeten sekalipun dari jalur keturunan. Kemudian pendapat Bung Towel perihal kurangnya apresiasi pemain dari dalam negeri juga kurang tepat, karena meskipun ada kebijakan naturalisasi pemain dalam negeri tetap mendapat apresiasi dan justru dengan kebijakan naturalisasi ini maka pemain dari dalam negeri bisa berlatih bersama dengan pemain naturalisasi yang lebih berpengalaman.
ADVERTISEMENT
3.Peter F Gontha ( Pebisnis, Mantan Dubes RI untuk Polandia )
Ia mengaku mencintai PSSI dan bangsa Indonesia , namun merasa malu karena timnas Indonesia diisi 9 pemain naturalisasi.” Apakah tidak lebih baik kalah dengan terhormat daripada menang atau seri dengan cara yang merendahkan martabat bangsa ? Saya malu,” itulah sebagian pernyataan Peter F Gontha.
Pernyataan Peter F Gontha menunjukkan bahwa dia tidak memahami konsep naturalisasi. Bagaimanapun pemain yang dinaturalisasi adalah memiliki darah keturunan Indonesia sehingga mereka layak untuk membela timnas Indonesia.
4.Muhammad Tahir ( Pemain senior PSBS Biak)
Beliau menilai kualitas pemain lokal dan naturalisasi Timnas Indonesia hampir sama. Menurutnya saat ini Timnas terlalu banyak dihuni pemain naturalisasi. Ini bukan masalah yang sehat. Ia mengusulkan agar PSSI menyelenggarakan pertandingan uji coba yang mempertemukan pemain naturalisasi dan lokal untuk membuktikan kualitas masing-masing. Menurutnya, naturalisasi sebaiknya tidak terjadi dalam jumlah yang terlalu banyak.
ADVERTISEMENT
Menurut saya , meskipun 100% pemain Timnas berasal dari naturalisasi, maka hal ini sah-sah saja , karena seperti yang saya sebutkan diatas bahwa mereka memiliki darah keturunan Indonesia dan berhak membela tanah leluhurnya.
5.Lalu Mara Satriawangsa ( Mantan Manajer Pelita Jaya)
Lalu Marta Satriawangsa menilai naturalisasi adalah jalan pintas yang diambil PSSI tetapi juga harus butuh proses. Kalau terlalu banyak pemain naturalisasi maka kesempatan pemain lokal jadi hilang, lalu untuk apa melakukan pembinaan jika ujung-ujungnya naturalisasi.
Menurut pandangan saya, penilaian Lalu Marta Satriawangsa bahwa naturalisasi merupakan jalan pintas PSSI adalah salah, karena faktanya para pemain natualisasi hanya bisa bermain di timnas setidaknya 3 – 4 tahun kedepan , seiring waktu itu para menain naturalisasi bisa menurunkan ilmunya kepada para pemain lokal sehingga bisa menjadi penerus dalam membangun sepak bola nasional di masa mendatang.
ADVERTISEMENT
Salah satu syarat pemain yang dapat dinaturalisasi ditegaskan oleh pelatih timnas Indonesia saat ini Shin Tae Yong adalah harus memiliki darah Indnesia yang mengalir ditubuhnya, entah itu dari orang tua mereka atau kakek nenek mereka. Aturan tersebut juga sudah diatur dalam ketentuan FIFA, sehingga hanya pemain-pemain yang memiliki baas keturunan ampai kakek dan nenek, setelah itu tidak diperbolehkan. Selain itu para pemain yang dinaturalisasi tidak hanya diperlukan untuk membantu timnas Indonesia lolos ke piala dunia 2026 saja , akan tetapi mereka juga diperlukan untuk berbagi pengalaman sebagai pemain sepak bola profesional kepada para pemain timnas lainnya sehingga dapat membangtu meningkatkan kualitas sepak bola nasional.
Kebijakan naturalisasi sudah menjadi hal yang biasa di dunia sepak bola diseluruh dunia, misalnya pesepakbola Brahim Diaz yang kelahiran Spanyol telah berpindah kewarganegaraan menjadi warga Maroko demi membela Timnas Maroko karena ayahnya berasal dari Maroko. Negara Asia yang juga menerapkan kebijakan Naturalisasi adalah China. Sejak 2019 mereka banyak menaturalisasi pemain dari Brazil untuk memperkuat Timnas China. Di Indonesia sendiri kebijakan naturalisasi pemain sepak bola sudah dilakukan sejak tahun 1950-an. Pemain naturalisasi pertama adalah Arnold van der Vin, seorang kiper keturunan Belanda.
ADVERTISEMENT