Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
Konten dari Pengguna
Memetik Semangat Pantang Menyerah dari Pesepak Bola Disabilitas
14 April 2021 10:04 WIB
Tulisan dari Alif Zaky tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Berangkat dari rasa penasaran mengenai wadah sepak bola disabilitas , yakni Garuda Indonesia Amputee Football, saya beranjak pergi menuju tempat latihan tim nasional sepak bola amputasi Indonesia tersebut di salah satu lapangan Mini Soccer di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan pada Februari 2020 silam.
ADVERTISEMENT
Dalam kesempatan tersebut, saya manfaatkan untuk menyaksikan bagaimana pesepak bola disabilitas menjalani latihan. Tak lupa, saya abadikan momen tersebut dengan kamera yang telah saya bawa di dalam tas.
Melihat mereka latihan dengan raut wajah yang begitu bersemangat, hati saya seakan terpukul sekaligus membuka pikiran saya atas hidup yang telah saya jalani ini.
Dalam lubuk hati terdalam, saya bersyukur atas anugerah yang telah diberikan oleh Tuhan, namun di sisi lain saya merasa begitu lemah atas apa yang telah saya jalani dengan kondisi fisik yang lebih beruntung ketimbang para penggawa Garuda-INAF .
Atas dasar itu, saya ingin mengulik lebih dalam mengenai tim sepak bola disabilitas yang terbentuk pada Maret 2018 dan sosok di dalamnya yang begitu inspiratif.
ADVERTISEMENT
Bertanya kepada salah satu pengurus Garuda-INAF, yakni Vicente Romanus, rupanya para anggota tim memiliki latar belakang yang beraneka ragam baik dari sisi profesi maupun sebab keterbatasan fisik yang dialaminya.
Salah satunya adalah Warnadi, sosok penyandang disabilitas asal Kuningan, Jawa Barat yang sejak lahir mengalami keterbatasan fisik dan dalam kesehariannya bekerja sebagai tukang sablon.
Untuk mengetahui perjalanan hidupnya, saya sering menyambangi kediaman Warnadi di daerah Petukangan Utara, Jakarta Selatan. Banyak topik pembicaraan yang keluar dari mulut kami berdua, dari membahas tentang sepak bola Indonesia hingga cerita perjuangan hidup Warnadi yang menyentuh hati saya.
Perlu diketahui, semasa kecil, pria kelahiran 21 Oktober 1987 ini sempat merasakan kekecewaan atas apa yang ia alami. Namun, lambat laun waktu berlalu, kekecewaan tersebut berubah menjadi sebuah motivasi diri untuk menjadi manusia yang bermanfaat bagi orang banyak.
ADVERTISEMENT
Singkat cerita, pada tahun 2003 Warnadi meninggalkan kampung halaman dan memutuskan hijrah ke Jakarta. Menetap di sebuah panti sosial di daerah Jakarta Barat, ia menekuni keterampilan sablon. Beruntung, di sana ia turut mendapat kaki palsu secara gratis yang telah menopangnya hingga sekarang.
Hingga pada akhirnya, tahun 2015 Warnadi memutuskan untuk pergi meninggalkan panti sosial dan menyewa sebuah rumah tiga petak yang ia tempati hingga sekarang. Pada saat itu juga, dirinya mulai merintis usaha sablon dengan menyulap sebagian rumahnya sebagai ruang kerja. Dari usaha sablon inilah, Kundil sapaan akrab Warnadi menghidupi kesehariannya.
Bersama Garuda-INAF, Warnadi menjadi salah satu bagian skuad awal terbentuknya wadah bagi penyandang disabilitas yang memiliki minat terhadap dunia si kulit bundar. Ia mengaku senang bergabung dengan Garuda-INAF, karena kegemarannya sejak kecil dapat tersalurkan.
ADVERTISEMENT
Sebagai pesepak bola disabilitas, Warnadi telah mengharumkan nama Indonesia di kancah internasional berkat prestasinya bersama Garuda-INAF, yakni dengan merengkuh juara dua dalam gelaran turnamen 8th Pan-Disability Football Championship 2018 di Malaysia.
Bahkan, jika saja tak ada pandemi COVID-19, Warnadi dan kawan-kawan sudah berlaga dalam kejuaraan Pra Piala Asia yang rencananya diselenggarakan pada tahun 2020.
Tak dapat dipungkiri, rasa kagum terpancar dari keluarga, teman dan warga lingkungan rumah atas kegigihannya mencapai ke titik ini.
Warnadi menyakini apa yang dialaminya ketika lahir hingga mampu ke titik ini adalah Anugerah-Nya. Namun, pencapaian yang telah diraih, itu semua berkat kemauan untuk berusaha, dan semangat pantang menyerah.
Dari kisah Warnadi, saya mencoba menguatkan diri untuk menjadi manusia yang tak mudah pantang menyerah. Dan dari sosok pria penggemar klub Persib Bandung ini saya juga lebih menghargai kehidupan dengan mensyukuri atas anugerah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.
ADVERTISEMENT
Selain itu, saya merasa yakin, bahwa usaha yang berlandaskan doa dan ketulusan tidak akan mengkhianati hasil. Kuncinya menurut saya adalah sabar, karena Tuhan telah menentukan momentum yang tepat bagi umatnya.