Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.98.1
Konten dari Pengguna
Dampak Penggunaan Teknologi Alsintan terhadap pengelolaan Lahan Pasang Surut
24 Februari 2025 10:38 WIB
·
waktu baca 8 menitTulisan dari Alifa Nurbaiti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Penggunaan alat dan mesin pertanian prapanen, panen dan pascapanen meningkatkan efisiensi pemanfaatan lahan dan mendukung program ekstensifikasi dengan penanaman yang lebih luas, lebih cepat dan secara serempak hingga indeks pertanaman (IP) meningkat. Peran mekanisasi pertanian pada lahan rawa pasang surut dan lahan bergambut mempunyai prospek yang cukup baik dalam mendukung usaha pelestarian swasembada beras.
ADVERTISEMENT
Alat dan mesin pertanian (alsintan) yang cocok untuk dikembangkan di daerah pasang surut masih sangat terbatas karena adanya keragaman kondisi lahan, tata ruang, keterpencilan lokasi,ketersediaan suku cadang dan agro-ekosistem yang spesifik.Bila pengelolaan alsintan dilakukan secara baik dan benar akan meningkatkan efisiensi kinerja alsintan tersebut.
Alsintan mesin pengolahan tanah (handtractor) dapat mengerjakan tanah lebih luas dan lebih cepat, sedangkan pompa air (water pump) dapat menjamin ketersediaan air, sesuai dengan kebutuhan tanaman. Penggunaan berbagai jenis alsintan, selain meningkatkan efektivitas dan efisiensi usahatani secara teknis dan ekonomis juga akan menciptakan lapangan kerja baru seperti unit usaha pelayanan jasa alat mesin pertanian, yang didukung oleh munculnya usaha penyediaan suku cadang (spare parts) dan perbengkelan perawatan alat dan mesin.Pembangunan pertanian dengan sistem mekanisasi pertanian berdampak pada meningkatnya usahatani yang dilakukan, produksi dan produktivitas meningkat, akibatnya terjadi perubahan dalam kehidupan sosial dan ekonomi petani.
ADVERTISEMENT
Mekanisasi pertanian adalah salah satu komponen dalam sistem pembangunan pertanian dan tidak lepas dari perubahan lingkungan strategis.
Pengembangan mekanisasi pertanian di Indonesia tidak terlepas dari perubahan struktur ekonomi yang berjalan berkesinambungan. Sejalan dengan perubahan struktur tersebut terjadi peningkatan kualitas pendidikan di pedesaan dan aksesibilitas, sehingga meningkatkan arus sumberdaya dan informasi antardaerah.
Dengan demikian terjadi mobilitas tenaga kerja antarwilayah, jadi perubahan struktural tersebut menyebabkan petani dalam menjalankan usahataninya semakin kritis.
Dalam proses demikian usahatani yang dijalankan bukan lagi bersifat kekeluargaan yang subsisten, tetapi sudah mengarah komersialisasi yang berorientasi pasar (Kasryno dan Suryana, 1988 dalam Ananto dan Alihamsyah,2014) Sebelum adanya program mekanisasi, petani menggarap sawahnya menggunakan tenaga hewan atau dengan cara mencangkul dan sekarang lahan pertanian sudah digarap dengan bantuan mesin (traktor).
ADVERTISEMENT
Demikian juga dalam memanen yang dulunya banyak memanfaatkan tenaga kerja panen, saat ini sudah menggunakan alat dan mesin panen, kemudian merontok gabah menggunakan thresher sehingga penggunaan tenaga manusia menjadi berkurang.
Penggunaan alat dan mesin disatu sisi memang menguntungkan, tapi disisi lain hubungan sosial masyarakat petani, menjadi renggang. Dengan penggunaan mesin pertanian untuk memanen dan merontok, gabahnya tidak ada yang tercecer menyebabkan populasi burung menurun atau bermigrasi ketempat lain. Padahal keberadaan burung merupakan salah satu mata rantai makanan dalam suatu ekosistem masyarakat petani.
Sebelum masuknya teknologi mekanisasi pertanian dan penerapannya mulai dari pembukaan dan pengolahan lahan, hingga menjelang panen dan pascapanen, yang selalu mendominasi setiap langkah petani untuk melaksanakan usahataninya berdasarkan kepercayaan (nilai-nilai keagamaan).
ADVERTISEMENT
Kebiasaan petani dalam memulai kegiatan bertani yakni mencari dan menentukan hari dan bulan baik untuk bercocok tanam, sehingga selama proses pertumbuhan dapat mencapai waktu untuk memanen hasil Sebelum adanya program mekanisasi, petani menggarap sawahnya menggunakan tenaga hewan atau dengan cara mencangkul dan sekarang lahan pertanian sudah digarap dengan bantuan mesin (traktor).Demikian juga dalam memanen yang dulunya banyak memanfaatkan tenaga kerja panen, saat ini sudah menggunakan alat dan mesin panen, kemudian merontok gabah menggunakan thresher sehingga penggunaan tenaga manusia menjadi berkurang.
Penggunaan alat dan mesin disatu sisi memang menguntungkan, tapi disisi lain hubungan sosial masyarakat petani, menjadi renggang. Dengan penggunaan mesin pertanian untuk memanen dan merontok, gabahnya tidak ada yang tercecer menyebabkan populasi burung menurun atau bermigrasi ketempat lain.
ADVERTISEMENT
Padahal keberadaan burung merupakan salah satu mata rantai makanan dalamsuatu ekosistem masyarakat petani.Sebelum masuknya teknologi mekanisasi pertanian dan penerapannya mulai dari pembukaan dan pengolahan lahan, hingga menjelang panen dan pascapanen, yang selalu mendominasi setiap langkah petani untuk melaksanakan usahataninya berdasarkan kepercayaan (nilai-nilai keagamaan).
Kebiasaan petani dalam memulai kegiatan bertani yakni mencari dan menentukan hari dan bulan baik untuk bercocok tanam, sehingga selama proses pertumbuhan dapat mencapai waktu untuk memanen hasil Pengembangan Mekanisasi di Lahan Pasang Surut Pemanfaatan lahan rawa dihadapkan pada kelangkaan tenaga kerja manusia terutama pada kegiatan pengolahan tanah, panen dan pascapanen.
Cara mengatasinya adalah dengan menambah atau mendatangkan tenaga kerja manusia dari luar, menggunakan tenaga hewan atau mesin. Penambahan tenaga kerja manusia sebenarnya merupakan alternatif yang terbaik karena dapat mengurangi tenaga kerja pengangguran, namun kenyataannya tenaga kerja manusia sudah banyak mengalihkan pekerjaannya diluar pertanian. Penambahan tenaga kerja hewan juga dihadapkan pada semakin berkurangnnya populasi hewan pekerja, karena dipersiapkan sebagai hewan potong dan alternatif selanjutnya adalah menggunakan mesin-mesin pertanian.Usaha dalam penerapan teknologi baru, baik yang didatangkan dari luar maupun yang dikembangkan dari daerah itu sendiri hendaknya disesuaikan dengan kondisi setempat, contohnya dalam pemakaian traktor di wilayah pertanian sampai sekarang belum banyak berkembang karena adanya beberapa kendala.
ADVERTISEMENT
Kendala tersebut dapat terjadi dari petani sebagai pengguna dan pengusaha sebagai penyedia. Permasalahan yang dihadapi oleh petani, antara lain: lahannya sempit, produktivitas lahan rendah, belum adanya jaminan pasar yang mantap dari produk petani, dan masih rendah kerjasama antara kelompok tani dan kelembagaan desa, kondisi ini menyebabkan pendapatan petani rendah.
Sedangkan dari pihak pengusaha yang akan menginvestasikan modalnya dibidang pertanian masih sedikit disebabkan kurangnya informasi tentang potensi desa dan bunga kredit yang terlalu tinggi untuk mengusahakan alsintan.
Dalam menerapkan mesin-mesin pertanian agar dikemudian hari tidak menjadi besi tua, maka langkah yang harus dilakukan adalah melakukan perencanaan yang baik, yaitu dengan mengetahui dan meningkatkan kemampuan petani untuk menggunakan mesin-mesin tersebut dan melakukan pengelolaan mesin-mesin dengan manajemen yang baik dan komersial.
ADVERTISEMENT
Pengembangan alsintan di pedesaan khususnya di lahan rawa, secara teknis terkendala oleh kondisitopografi lahan serta terbatasnya infrastruktur jalan dan fasilitas perbengkelan untuk perbaikan alsintan.Kendala tersebut meliputi (a) ukuran petakan yang relatif sempit dan tidak teratur antara sesama petani,sehingga mobilitas alsintan terbatas karena jalan kebun untuk transportasi pindah tempat operasi alsintan terbatas, (b) operasi alsintan hanya bersifat musiman, dengan demikian hari kerja alsintan/tahun terbatas,akibatnya titik impas penggunaan alsintan tidak tercapai, (c) rendahnya kapasitas dan efisiensi kerja karena operator kurang terampil serta tingginya kerusakan alat, (d) panen biasanya pada musim hujan sehingga memerlukan pengering (dryer) sementara penggunaan dryer masih belum layak karena terbatas kapasitas dan hari kerja, (e) jadwal kegiatan usahatani yang kurang teratur karena harus berpindah-pindah tempat akibatnya menurunkan efisiensi, dan (f) fasilitas bengkel perbaikan yang belum tersedia di lokasi setempat dan harus dilakukan di luar lokasi dengan harga tinggi sehingga banyak waktu hilang. Kebijakan Pemerintah dibidang pertanian pada dasarnya merupakan suatu bentuk usaha dimana petani .
ADVERTISEMENT
Sebagai pelaku usahatani ingin mencapai keuntungan semaksimal mungkin dengan menekan biaya seminimal mungkin. Kegiatan usahatani di lahan rawa adalah masalah pengelolaan lahan dimana lahan harus dikerjakan dalam waktu cepat dan tepat agar dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya, artinya bahwa kegiatan tanam tepat waktu sehingga sumberdaya lahan dapat termanfaatkan dalam satu tahun dua atau tiga kali panen.Untuk itulah kebijakan Pemerintah dibidang pertanian di lahan rawa perlu dengan sistim mekanisasi yang dimulai dari pengolahan tanah hingga pascapanen.
Kebijakan ini perlu didukung dengan sarana produksi yang terjangkau oleh petani, baik dari segi jumlah, waktu maupun harga dan peningkatan pengetahuan petani tentang teknologi budidaya sehingga petani dapat meningkatkan produksinya. Meningkatnya produksi, secara otomatis akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani dan selanjutnya berpengaruh terhadap pembangunan dan meningkatkan perekonomian di daerah tersebut.
ADVERTISEMENT
Untuk itulah diperlukan acuan dasar dalam pengembangan mekanisasi pertanian di lahan rawa.Perkembangan mekanisasi pada dekade 1950-1960, ditandai oleh penggunaan alsintan berukuran besar,kemudian mendirikan MEKATANI dengan tujuan mendukung program ekstensifikasi dan peningkatan produksi pangan, tetapi penerapan alsintan skala besar gagal dengan dilikuidasinya Mekatani.
Pada dekade ini teknologi budidaya usahatani padi belum berkembang, petani masih menanam padi varietas lokal dengan produktivitas yang masih rendah.Masuknya alsintan ukuran kecil dari negara Jepang pada periode 1960- 1970 yang ditandai dengan terjadinya efisiensi teknis, pemilikan alsintan cenderung diarahkan ke tingkat petani. Selain itu tumbuhnya unit-unit penggilingan kecil yang menyebabkan adanya perubahan konsep mekanisasi yang utama.
Pada periode ini perkembangan alsintan masih bersifat impor, kemudian dari aspek agroteknis dan ekonomis dari alsintan tersebut mulai diteliti dan selanjutnya dilakukan analisis kelayakan penggunaannya. Pada akhir dekade ini ditandai dengan dimulainya era revolusi hijau, yakni mulai dikembangkannya varietas unggul baru yang berumur pendek, produktivitas tinggi dan responsif terhadap pemupukan (Ananto dan Alamsyah, 2014).Studi penerapan alat-alat mekanis ini, yakni yang telah diuji-cobakan kepada petani antara lain; traktor tangan, alat pencacah bahan organik (rumput atau jerami), thresher, dan mesin pompa air.
ADVERTISEMENT
Penggunaan traktor tangan untuk mengolah tanah memerlukan waktu yang lebih cepat dibandingkan dengan ternak. Satu unit traktor tangan dalam sehari dapat mengolah satu hektar lahan sawah, sedangkan tenaga ternak, kemampuan sangat terbatas hanya ± 8 jam kerja per hari, diselesaikan dalam waktu lebih dari satu minggu.
Untuk menerapkan mekanisasi pertanian perlu adanya kajian agar kedepan alsintan yang dibeli atau bersifat bantuan tidak menjadi besi tua yang hanya dibiarkan rusak. Kajiannya antara lain: kesiapan petani dalam menerima teknologi baru dan persepsi petani terhadap introduksi penerapan traktor. Tujuannya untuk mengetahui pendapat petani, baik dalam segi keberadaan traktor, dan kesanggupan menyewa traktor untuk mengolah lahan petani.
Bila saat olah tanah traktor harus disewa, maka pendapatan petani dalam usahatani harus tinggi dengan cara mengubah usahatani subsisten menjadi usahatani yang berwawasan bisnis (Pranadji, 1985 dalam Djamhari, 2009).Langkah selanjutnya adalah melakukan kajian tentang potensi daerah/ desa.
ADVERTISEMENT
Potensi daerah yang perlu diketahui antaranya sumberdaya yang ada, misalnya kondisi tanah melalui pengukuran apakah pH tanah terlalu rendah atau unsur hara kurang. Tanaman harus tumbuh dan berkembang serta memperoleh hasil yang tinggi, sehingga perlu dilakukan perbaikan dengan memberi input produksi yang diinginkan, dan tersedia pasar produk pertanian. Dengan kondisi seperti inilah petani diarahkan untuk menuju pertanian yang berbasis bisnis
Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau BPI Danantara diresmikan Senin (24/2). Danantara dibentuk sebagai superholding BUMN dengan tujuan mengoptimalkan kekayaan negara melalui investasi strategis. Aset yang dikelola Rp 14.659 triliun.