Gaya Hidup: Bersyukur Adalah Solusi

Alifia Mumtazati
Mahasiswi Hukum Keluarga Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Konten dari Pengguna
8 Desember 2022 10:44 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Alifia Mumtazati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi keluarga yang mempunyai mobil. Sumber: pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi keluarga yang mempunyai mobil. Sumber: pixabay.com
ADVERTISEMENT
Saya pernah membaca buku yang berjudul Rumput Tetangga Tidak Lebih Hijau karya Nur Cholis Huda. Saya kira kisah dalam buku tersebut masih relevan dengan kondisi saat ini, tentang apa pun profesi yang hari ini kita sandang. Perbincangan tentang siapa dan profesi apa yang paling nyaman, paling enak dan paling menjanjikan itu masih banyak perbedaan pendapat.
ADVERTISEMENT
Dari buku tersebut tampak bahwa tolok ukur profesi yang menjanjikan adalah pada seberapa hanya hasil yang kita peroleh. Maksudnya ialah uang sebagai bentuk upah yang diterima kita setelah bekerja.
Dengan ukuran berapa banyak uang yang kita dapat, sebuah keluarga akan mendapatkan kedudukan berupa penamaan pada status, seperti sebutan keluarga kaya harta. Ketiga kedudukan ini timbul karena dari seberapa banyak hasil yang didapatkan seseorang dalam mencari rezeki.
Karena yang dipakai sebagai tolok ukur adalah seberapa banyak harta dalam keluarga, maka akan ada konsekuensinya. Menempati kedudukan sebagai keluarga yang banyak harta pastilah dambaan semua orang. Mustahil ada keluarga yang mempunyai mimpi ingin menjadi keluarga menengah, apalagi bermimpi menjadi keluarga miskin.
Dari tolok ukur inilah terjadi proses saling melihat. Masing-masing keluarga merasa posisi yang sekarang tidak lebih baik daripada keluarga orang lain. Keluarga miskin melihat ke atas, ke keluarga menengah dan kaya raya, "Enak benar hidup banyak harta, hidup serba berkecukupan."
ADVERTISEMENT
Keluarga menengah tidak mau kalah. Ia melihat ke atasnya, "Hidup bergelimang harta begitu nyaman. Tidak sepertiku yang pas-pasan begini."
Keluarga yang banyak harta pun ternyata melihat orang yang berada di bawahnya, "Hidup pas-pasan bukan masalah, asalkan kebutuhan diri dan keluarga dapat terpenuhi." Dan sering kita temukan orang model ini hubungan dengan keluarganya bagaikan api yang panas.
Anak-anaknya tumbuh berkembang menjadi anak yang liar. Setiap hari hanya meminta uang kepada orang tuanya. Kemudian anaknya menjadi sosok yang gemar menuntut agar seluruh keinginannya harus dituruti. Belum lagi, kesehatan anaknya sangat buruk, seminggu tiga kali cuci darah. Meskipun jumlah kekayaannya tidak akan terganggu, dirinya merasa hidupnya hampa, batinnya tertekan dan selalu cemas memikirkan masa depan harta kekayaannya.
ADVERTISEMENT
Berbeda dengan keluarga menengah, meskipun hidupnya pas-pasan, dari segi kesehatan dan kebahagiaan selalu mereka rasakan. Hidup tanpa tekanan, hidupnya bahagia dan tidak mengalami kecemasan tentang masa depan harta kekayaan yang tidak begitu banyak.
Bagi keluarga miskin, mereka justru menjadi keluarga yang pandai bersyukur. Hari ini bisa makan saja bahagianya luar biasa. Apalagi jika mendapatkan rezeki lebih, pasti hatinya bahagia. Keluarga ini dalam urusan hidupnya tidak begitu pelik, permasalahan yang dialaminya pun sederhana, sehingga mereka dapat nyaman fokus kepada Allah untuk memperbanyak amalan ibadah. Dari bersyukur ini, mereka justru lebih bahagia.
Beginilah gambaran tentang perputaran kehidupan model keluarga. Dari ketiganya ternyata saling melihat, saling membandingkan dan saling merasa bahwa selain keluarganya itu pasti bahagia. Begitu terus seakan tiada ujungnya. Oleh karena itu, dalam kondisi dan kedudukan apa pun kita, ada baiknya kita tidak memperpanjang persoalan ini.
ADVERTISEMENT
Pada hakikatnya, menjadi miskin, menjadi pas-pasan dan menjadi keluarga banyak harta sama-sama mempunyai peluang untuk semakin mendekat kepada Allah atau semakin jauh dari Allah. Hal ini tergantung kita yang menentukan, apabila cara pandang kita tepat menggunakan pedoman dari Rasulullah, maka kehidupan keluarga kita akan senantiasa bahagia dalam menjalin kehidupan.
Banyak atau sedikitnya harta kekayaan yang dimiliki sebuah keluarga, bukan menjadi alasan untuk membandingkan dengan kekayaan milik orang lain. Apa pun yang kelak dimiliki, pandailah untuk mensyukurinya. Bukan malah mencari celah dan melihat yang tidak seharusnya dimiliki.