Konten dari Pengguna

Bahasa di Tangan Milenial

Alika Putri Utami
Penulis lepas.
15 Desember 2021 15:57 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Alika Putri Utami tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Source: Canva
zoom-in-whitePerbesar
Source: Canva
ADVERTISEMENT
Which is, better, like, literally, prefer, basically, bro, sist, santuy, sabi, komuk, kuy, bokis, alig, gabut, gaje.
ADVERTISEMENT
Rasanya, kata-kata di atas sering kali terdengar di telinga kita, atau mungkin kita baca pada media sosial. Entah itu di Facebook, Instagram, Twitter, Whatsapp, Youtube dan masih banyak media sosial yang lainnya. Ini bukan hal yang baru di dunia kita, kalau mau ditarik ke belakang, dalam kurun waktu beberapa tahun ini penggunaan bahasa gaul dan bahasa asing memang semakin gencar digunakan oleh masyarakat kita.
Siapapun pasti tahu, zaman itu akan semakin maju, begitu juga untuk bahasa. Bahasa punya sifat yang mengikuti perkembangan zaman, atau bahasa ilmiahnya adalah dinamis. Jadi, bahasa akan terus berkembang mengikuti zamannya. Nah, di zaman milenial ini, masyarakatnya luar biasa kreatif, karena sering menciptakan kata-kata baru yang tidak sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia. Inilah salah satu contoh jika bahasa itu dinamis.
ADVERTISEMENT
Dan di zaman milenial ini, interaksi setiap individu bisa dikatakan sangat intens, dan semakin meluas. Sehingga memungkinkan sekali jika masyarakat kita melakukan kontak satu sama lain. Khususnya di media sosial ya, di tempat ini orang-orang punya wadah untuk berkomunikasi, dan bertukar bahasa. Ini juga yang membuat kita punya pemikiran, jika menggunakan bahasa asing khususnya bahasa Inggris akan terlihat keren dan high.
Anak-anak sekolah bahkan sampai orang dewasa baik di lingkungan maupun di media sosial, pasti menggunakan salah satu dari bahasa gaul dan bahasa asing ini, atau bahkan keduanya. Karena pengaruh? Atau ingin terlihat keren? Bisa jadi kedua-duanya. Entah kenapa, semakin kesini jika berbicara atau mendengar orang menggunakan bahasa Indonesia, katanya ada kesan aneh, atau terlalu formal, dan tidak cocok digunakan untuk bahasa sehari-hari.
ADVERTISEMENT
Sadar atau tidak sadar, ini bisa membuat kita pelan-pelan semakin jauh dari penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Alih-alih mengucapkan “Kamu tidak tahu ya? Malah bisa berubah menjadi “Ya ampun jangan sotoy”. Atau mengucapkan, “Aku lebih suka belajar lewat video sih.” Bisa berubah menjadi, “Aku lebih prefer belajar lewat video sih”.
Jadi, penggunaan dua bahasa ini tidak baik ya? Oh belum tentu juga. Hal ini memiliki dua sisi, sisi negatif dan sisi positif. Apa saja sisi positifnya? Bahasa gaul bisa menjadi sarana untuk berkreasi ataupun berinovasi dalam lingkup bahasa. Penggunaan bahasa asing juga bisa menjadi ajang latihan untuk meningkatkan kemampuan dalam menggunakan dua bahasa lho, walaupun hanya beberapa kata yang diucapkan. Setidaknya hal itu menunjukkan bahwa kita mampu menggunakan dua bahasa dengan baik.
ADVERTISEMENT
Lalu sisi negatifnya apa? Selain membuat kita semakin jauh dari penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar, kalau digunakan secara masif dan terus-terusan tanpa ada batasan, ini sangat memungkinkan masyarakat kita akan lupa dengan bahasa Indonesia, dan bisa saja menyebabkan bahasa Indonesia punah. Mengerikan bukan? Untuk sampai punah, itu benar-benar dampak paling buruk yang bisa terjadi.
Maraknya dua bahasa ini sebenarnya kebanyakan untuk bersenang-senang dan tren, kita juga sangat boleh menggunakannya, tetapi jangan sampai menjadi pakem, dan lupa pada bahasa sendiri. Ana-anak dan orang dewasa tidak boleh lupa jika bahasa itu menunjukkan identitas bangsanya, karena kita ini masyarakat Indonesia, tentunya kita harus menggunakan bahasa Indonesia. Ingat, yang baik dan benar ya.
ADVERTISEMENT
Di tangan milenial, jangan sampai bahasa Indonesia tidak digunakan. Kita punya kewajiban besar untuk menjaga dan melestarikan bahasa persatuan kita. Gunakan bahasa lain boleh, tetapi di samping itu jangan menghentikan untuk belajar bahasa Indonesia, gunakanlah pada setiap tuturan kita, timbulkan rasa bangga dalam menggunakan bahasa sendiri.
Untuk kita semua masyarakat dan anak-anak Indonesia, berkreasi dan berinovasilah dengan bahasa gaul, dan berkembanglah dengan bahasa asing. Tetapi, tetaplah belajar, menjaga, melestarikan, dan bangga pada bahasa sendiri, yaitu bahasa Indonesia.