Marak Terjadi Tetapi Jarang Didengar: Pelecehan Seksual di Lingkungan Kerja

Malika Hifzi Agnia
Mahasiswi Program Studi Psikologi Universitas Pembangunan Jaya
Konten dari Pengguna
13 April 2023 17:46 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Malika Hifzi Agnia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi: pelecehan di lingkungan kerja. Sumber: Shutterstock.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi: pelecehan di lingkungan kerja. Sumber: Shutterstock.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Bebagai pelecehan seksual di tempat kerja masih menghantui para perempuan. Bukan tidak terdengar, melainkan korban tidak ingin melaporkan pelecehan yang telah dialami saat kejadian. Dalam beberapa kasus pelecehan di tempat kerja, korban yang melaporkan kepada pihak perusahaan justru akan disalahkan karena alasan yang tidak masuk akal dan dianggap terlalu terbawa perasaan. Dilansir dari survei Perempuan Mahardika (Pratiwi, 2018), 773 buruh garmen perempuan di Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Cakung, pernah mengalami pelecehan seksual sebesar 437 (56,5%), pelecehan verbal 358 (46,3%), dan pelecehan fisik 331 (42,8%). Salah satu buruh telah mengakui bahwa angka pelecehan di industri garmen tersebut telah berkurang, tetapi tidak sepenuhnya menghilang.
ADVERTISEMENT
Mengapa Bisa Terjadi Pelecehan Seksual?
Ilustrasi: pelecehan seksual di lingkungan kerja. Sumber: Shutterstock.com
Pelecehan seksual adalah perilaku yang tidak diinginkan atas dasar gender. Pelecehan dapat meliputi rayuan seksual, permintaan bantuan seksual, sentuhan secara sengaja, dan pelecehan verbal atau fisik lainnya yang bersifat seksual. Tidak hanya di lingkungan kerja, tetapi pelecehan seksual telah menjadi masalah yang tersebar luas dan dapat terjadi di mana saja. Misalnya, di rumah (panggilan telepon cabul), di jalan (catcalling atau siulan), dan di sekolah atau perguruan tinggi (Weiten et al., 2018). Pelaku pelecehan seksual di tempat kerja biasanya didominasi oleh atasan atau rekan kerja yang sudah lama berada di perusahaan (senior).
Dalam buku Psychology Applied to Modern Life, ada dua jenis pelecehan seksual dalam lingkungan kerja, yang pertama adalah pro quid quo (berasal dari frasa Latin yang berarti sesuatu untuk sesuatu). Dalam konteks pelecehan seksual, pro quid quo adalah penawaran yang diberikan oleh atasan seperti perekrutan, kenaikan gaji, dan promosi dengan melibatkan tunduk pada rayuan seksual yang tidak diinginkan. Dengan kata lain, kelangsungan hidup pekerja ditentukan oleh adanya persetujuan untuk melakukan hubungan seksual yang tidak diinginkan. Jenis pelecehan yang kedua dikarenakan adanya segala jenis pelecehan seksual yang tidak diinginkan yang dilakukan oleh rekan kerja maupun atasan, sehingga menyebabkan lingkungan kerja yang tidak baik dan bersahabat serta menimbulkan dampak negatif psikologis yang dapat mengganggu kinerja pekerjaan.
ADVERTISEMENT
Pelecehan seksual dapat terjadi karena adanya perbedaan power dan masih melekatnya budaya patrilianisme. Sehingga, kemunculan berbagai pelecehan terjadi karena adanya “hak khusus” yang dimiliki oleh laki-laki. Dapat disimpulkan bahwa pelecehan seksual sering kali terjadi akibat adanya struktur gender yang sudah tertanam di kalangan masyarakat dan terlihat tidak adil. Dalam jurnalnya, (Kurnianingsih, 2003)mengatakan, kalangan masyarakat memandang laki-laki dengan perilakunya yang agresif dan mendominasi secara seksual atau maskulin. Sedangkan, perempuan dipandang pasif dan penerimaan atau feminism.
Siapa Saja Target Pelecehan Seksual?
Ilustrasi: korban laki-laki pelecehan seksual. Sumber: Shutterstock.com
Pelecehan seksual di tempat kerja dapat terjadi pada siapa saja. Umumnya, perempuan dianggap lebih rentan mendapatkan pelecehan dan sering kali menjadi sasaran karena diaggap mudah didominasi. Sedangkan, perempuan kuat yang melanggar peran gender, seperti asertif dan memiliki sifat kepemimpinan akan menjadi sasaran karena dianggap menentang gagasan dominasi laki-laki.
ADVERTISEMENT
Selain itu, pelecehan seksual juga bisa dialami oleh laki-laki dengan beberapa pengecualian, seperti laki-laki gay dan laki-laki heteroseksual yang dianggap melawan peran gender, mereka akan menjadi sasaran pelecehan dari laki-laki lain (Weiten et al., 2018). Kasus pelecehan seksual yang menyangkut korban laki-laki tidak jarang ditemukan. Namun, masih banyak masyarakat yang beranggapan bahwa laki-laki tidak mungkin mendapatkan pelecehan seksual karena dianggap lebih kuat dibandingkan perempuan.
Dampak Pelecehan Seksual di Lingkungan Kerja
Ilustrasi: pelecehan seksual di lingkungan kerja. Sumber: Shutterstock.com
Mengalami pelecehan seksual dapat mempengaruhi kesehatan fisik, psikologis, dan finansial (Weiten et al., 2018). Dampak psikologis meliputi perasaan dihina, marah, terintimidasi, risih, frustasi, merasa bersalah dan bahkan menimbulkan trauma yang dapat mengganggu kesehatan mental. Sedangkan, dampak fisik disebabkan karena adanya kemungkinan pelecehan yang diikuti oleh kekerasan fisik dan paksaan yang kuat dari pelaku. Selain itu, dampak psikologis dan finansial menimbulkan adanya dampak finansial, yaitu menurunnya kepuasan dalam bekerja sehingga menghambatnya peningkatan penghasilan dan promosi serta penarikan diri dari jabatannya akibat masalah kesehatan fisik dan mental.
ADVERTISEMENT
Undang-Undang Saja Tidak Cukup
Sumber: Shutterstock.com
Upaya pemerintah dalam mencegah pelecehan seksual telah diatur dalam Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UUTPKS). Namun, undang-undang ini bergantung pada korban yang telah mengalami pelecehan. Jika korban enggan untuk melaporkannya kepada pihak berwajib, maka tidak ada perubahan dalam penurunan pelecehan seksual di lingkungan kerja. Untuk mengurangi adanya kasus pelecehan seksual, diperlukan pemahaman tentang adanya kesetaraan gender dalam suatu perusahaan. Ketika terjadi ketidaksetaraan gender, perusahaan sebaiknya turun tangan untuk mengatasi masalah tersebut dan memberikan peringatan kepada pelaku. Kesataraan gender seharusnya sudah ditanamkan sejak dini bahwa laki-laki dan perempuan sebaiknya saling menjaga satu sama lain dan tidak menimbulkan adanya ketersinggungan atau kesenjangan (Ismail et al., 2020)
Selain itu, dalam lingkungan kerja, laki-laki seharusnya berperan untuk menciptakan rasa aman dari kekerasan atas dasar gender, bukan hanya ingin dipandang sebagai pemimpin dan makhluk yang kuat, tetapi menumbuhkan rasa aman dan tanggung jawab bersama antara laki-laki maupun perempuan. Jika rekan kerja laki-laki dan perempuan sudah saling menghargai dan memahami perannya di lingkungan kerja, diharapkan kasus pelecehan seksual bisa menurun dan memberikan ruang kepada para perempuan untuk berekspresi tanpa merasa takut untuk dilecehkan.
ADVERTISEMENT
Referensi
Ismail, Z., Pita, M., Rahayu, P., & Eleanora, F. N. (2020). Kesetaraan gender ditinjau dari sudut pandang normatif dan sosiologis. 26. https://www.researchgate.net/publication/343490607_KESETARAAN_GENDER_DITINJAU_DARI_SUDUT_PANDANG_NORMATIF_DAN_SOSIOLOGIS
Kurnianingsih, S. (2003). Pelecehan seksual terhadap perempuan di tempat kerja (Issue 2). https://www.bing.com/ck/a?!&&p=43be849ba722bc81JmltdHM9MTY3MTQwODAwMCZpZ3VpZD0wZDBkNjVlNi1kMmU1LTY5M2EtMGY4ZS03NDBhZDM4MDY4OTImaW5zaWQ9NTE2NQ&ptn=3&hsh=3&fclid=0d0d65e6-d2e5-693a-0f8e-740ad3806892&psq=jurnal+pelecehan+seksual+di+tempat+kerja&u=a1aHR0cHM6Ly9qdXJuYWwudWdtLmFjLmlkL2J1bGV0aW5wc2lrb2xvZ2kvYXJ0aWNsZS92aWV3Lzc0NjQvNTgwMw&ntb=1
Pratiwi, M. I. (2018, December 13). Penelitian kekerasan berbasis gender pada buruh garmen perempuan (2017). Perempuan Mahardika. https://mahardhika.org/penelitian-kekerasan-berbasis-gender-pada-buruh-garmen-perempuan-2017/
Weiten, W., Dunn, D. S., & Hammer, E. Y. (2018). Psychology applied to modern life: adjustment in the 21st century (Twelfth). Cengage Learning.